Rokok Tingwe

Penulis: Sri Wiyono

blokTuban.com – Pergaulan memang sangat memengaruhi perilaku dan sikap seseorang. Jika ingin tahu sifat dan perilaku seseorang, lihatlah dengan siapa dia bergaul kesehariannya. Akibat pergaulan ini juga, Zaid tokoh santri kita pernah kena takzir (hukuman) dari salah satu Gus di pesantrennya.

Zaid semula adalah siswa dan santri yang lugu. Namun, setelah bergaul dengan banyak santri dalam waktu yang lama, sedikit demi sedikit Zaid terpengaruh gaya hidup para santri lain.

Bukan hanya pengaruh jadi rajin mengaji, namun Zaid juga mulai suka ngopi dan rokok. Ya, gara-gara rokok ini yang membuat Zaid ditakzir. Kebetulan, salah satu Gus, putra Mbah Kiai yang mengasuh pesantren tempat Zaid mondok ada yang tidak suka melihat santrinya merokok.

Suatu saat, Zaid yang masih dalam taraf belajar merokok itu sedang mencoba mengisap rokok. Biasanya, dia belajar dengan joint santri lain. Di kalangan santri, sudah lumrah sebatang rokok dihisap ramai-ramai. Bergantian menghisap.

Suatu saat, pondok sedang sepi, karena santri lain masih sekolah. Sedangkan sekolah Zaid pulang pagi karena di sekolah ada kegiatan.

Suasana yang sepi membuat Zaid iseng mencoba rokok. Sebelum pulang ke pondok, dia lebih dulu mampir di kantin untuk membeli sebatang rokok.

Sampai di pondok dia langsung ganti baju, kemudian duduk di pojokan ‘gothakan’ nya. Sebatang rokok dia keluarkan dari tas. Lalu dia selipkan di bibirnya dan dinyalakan.

Dasar perokok amatiran. Baru satu hisapan dia langsung batuk-batuk. Zaid terlalu dalam menghisap rokoknya, sehingga asap yang keluar terlalu banyak. Sedangkan, dia belum mahir benar mengelola asap rokok itu.

Suara batuk yang keras didengar Gus yang kebetulan pulang dari pesantrennya di luar kota. Gus langsung mendatangi kamar Zaid.

Zaid bukan kepalang kagetnya. Namun dia terlambat, Gus sudah di pintu kamar. Rokok Zaid langsung direbut, dan ujungnya yang ada apinya disundutkan ke tangan Zaid. Dia meringis menahan panas sambil beringsut. Begitu ada celah Zaid langsung berlari meninggalkan Gus nya.

Kejadian itu diceritakan pada santri lainnya. Dan, seperti biasa kawan-kawan Zaid pun memberinya tawa ngeledek. Namun, kejadian itu tak membuat Zaid kapok. Dia dan santri lainnya yang juga banyak perokok lebih waspada. Sebab, Gus tinggal berhari-hari di rumah. Itu artinya, kedaulatan santri untuk merokok terganggu hehehe.

Namun, bukan Zaid namanya kalau tidak banyak akal. Kebutuhan merokoknya harus tetap jalan. Namun, keuangannya juga harus tetap terjaga. Karena itu, dia mengajak santri lain untuk urunan untuk membuat tokok linting dewe (tingwe) alias melinting rokok sendiri. karena kalau terus membeli rokok pabrik, bisa bangkrut keuangan.

Ada yang bertugas membeli tembakau, kertas rokok, cengkeh dan lainnya. Bagi yang tidak urun, bertugas melinting rokok. Ritual linting rokok itu hampir setiap hari dilakukan. Yakni, pagi sebelum mereka berangkat sekolah. Tentu melinting diam-diam.

Suatu saat, Zaid dan kawan-kawan datang ke pameran pembangunan. Di arena pameran, ada yang menjual alat untuk melinting rokok yang praktis. Zaid membeli. Di pikirannya acara linting rokok akan lebih mudah.

Benar saja, setiap pagi rokok yang berhasil dilinting lebih banyak dan hasilnya lebih rapi dibanding jika hanya dilinting dengan tangan.

Setiap pagi masih terus dilakukan kegiatan melinting rokok itu. Agar aman, Zaid membagi tugas pada santri lain untuk memastikan Gus tidak mendekat ke kamar. Karena itu, ada yang berjaga di pintu masuk.

Banyaknya rokok yang bisa dilinting, menjadikan Zaid dan kawan-kawannya berfikir untuk menjual ke santri di luar kompleksnya. Harganya yang murah membuat rokok made in Zaid ini laris.

Lumayan ada tambahan uang. Setidaknya, kebutuhan merokok Zaid dan kawan-kawan ini aman karena ditopang hasil penjualan rokok tingwe itu. Santri lain juga senang karena mendapat pasokan rokok yang murah dengan rasa yang menurut mereka cukup enak.

Racikan tangan Zaid memang jitu. Entah di mana Zaid sekarang, apakah dia melanjutkan usaha itu atau tidak hehehe...[*]

 

 *Cerita ini berdasarkan kisah nyata yang dialami santri lalu ditulis dan diolah kembali oleh redaksi blokTuban.com