Belasan Tahun, Sengketa Tanah Gaji dan PT SI Ngambang

Reporter: Edy Purnomo

blokTuban.com - Sengketa puluhan hektar tanah di Desa Gaji, Kecamatan Kerek, Kabupaten Tuban, yang melibatkan warga Desa Gaji dengan PT Semen Indonesia, Tbk (SI), tak kunjung ada titik temu.

Kasus ini, mulai mencuat ke permukaan pada tahun 2003 lalu. Berawal ketika seorang warga berniat mengurus sertifikat tanah miliknya, di Badan Pertanahan Nasional (BPN). Saat itulah, dia baru mengetahui tanah tersebut sudah dibebaskan oleh PT Semen Indonesia (saat itu PT Semen Gresik), pada kisaran tahun 1998. Setelah dicek, ternyata permasalahan ini juga dialami puluhan Kepala Keluarga (KK) yang lain.

"Luas tanahnya sekitar 30,6 hektar, kepunyaan 60 Kepala Keluarga (KK)," kata Kordinator Forum Masyarakat Gaji, Abu Nasir kepada blokTuban.com, Sabtu (12/12/2015).

Abu Nasir menambahkan, masyarakat merasa tidak pernah menjual tanah tersebut. Setelah dicek di data desa, tanah-tanah tersebut juga masih menjadi milik warga. Penelusuran mereka, ternyata pembebasan lahan ini diduga dilakukan kepala desa yang saat itu menjabat, petinggi kecamatan, petinggi BPN, dan juga pejabat PT Semen Gresik yang saat itu masih menjabat.

"Jadi, yang dibeli PT SG saat itu hanya dokumen dari kepala desa, bukan tanah kami. Karena sama sekali kami tidak pernah dan tidak berniat menjual tanah ini," terang Abu Nasir.

Kepala Desa (Kades) yang saat itu menjabat disebut bernama Tahar. Diketahui sudah dipecat Pemkab Tuban, karena perbuatannya menjual tanah tanpa sepengetahuan pemilik. Hanya saja, meski sudah dipecat, tetapi permasalahan tanah mereka tidak kunjung mendapatkan penyelesaian.

Berbagai jalan diakui sudah ditempuh warga Gaji. Mulai dari melakukan mediasi, aksi demo, juga meminta bantuan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) dan Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Tuban.

"Dan kasus ini mengambang selama 13 tahun, tidak ada penyelesaian sampai sekarang," kata Abu Nasir.

Meski sekarang tanah masih digarap warga. Tapi mereka khawatir apabila dikemudian hari terjadi masalah. Terlebih ketika mereka sudah tidak ada dan mulai diwariskan kepada anak-anaknya.

"Pekerjaan kami ini bertani, jadi tidak niat menjual tanah kepada siapapun. Kami takut kalau dibiarkan saja nanti giliran anak cucu yang menggarap terjadi masalah lagi," kata Rasam (60), salah satu pemilik tanah kepada blokTuban.com. [pur/ito]