Digitalisasi Pemilu: Pengawasan Penyelenggaraan Pemilu Harus Terintegrasi

Penulis : RR. Immamul Muttakhidah*

blokTuban.com - Pada tanggal 01 Juni 2023, Komisioner Bawaslu RI Totok Hariyono menyatakan bahwa Bawaslu tidak bisa mengakses dokumen-dokumen persyaratan caleg meski tahapan pendaftaran caleg sudah berjalan selama satu bulan, yakni sejak 1 Mei 2023.

Dalam harian news.Republika.co.id, Totok menjelaskan, Bawaslu hanya bisa mengakses, sejumlah menu dalam aplikasi Silon selama 15 menit saja. Sedangkan, akses terhadap dokumen pendaftaran bakal caleg yang diunggah oleh partai politik tidak diberikan sama sekali. Berdasarkan regulasi, KPU sebenarnya harus memberikan akses supaya Bawaslu bisa melakukan pengawasan. Pengawasan penting dilakukan untuk memastikan bakal caleg yang kelak dinyatakan memenuhi syarat memang mereka yang dokumennya sudah sesuai ketentuan.

Sementara itu, pada tanggal 24 Januari 2023 lalu, Komisi II DPR RI menyetujui tiga rancangan Peraturan Bawaslu (Perbawaslu). Tiga Perbawaslu tersebut yaitu, Perbawaslu tentang Sentra Penegakkan Hukum Terpadu (Sentra Gakkumdu), Pengawasan Pemutakhiran Data dan Penyusunan Daftar Pemilih, serta Pengawasan Pencalonan Perseorangan Peserta Pemilihan Umum Anggota DPD.

Dengan disetujuinya rancangan Perbawaslu itu, maka definisi terkait tindak pidana pemilu yang diatur dalam UU No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilu semakin terang benderang. Selain itu, terbitnya beleid tersebut juga memberikan jaminan kepada Bawaslu untuk memperoleh akses terhadap Sistem Data Pemilih (SIDALIH) secara penuh. Hal itu guna pengawasan pemutakhiran dan penyusunan daftar pemilih dalam pemilu.

Sejauh ini, KPU dan jajarannya telah memiliki sistem digital yang mendukung setiap tahapan penyelenggaraan pemilu. Mulai dari tahapan rekrutmen badan ad hoc yakni sistem informasi anggota KPU dan badan ad hoc (SIAKBA), sistem Elektronik Pencocokan dan Penelitian Data Pemilih (E-Coklit), Sistem Informasi Daftar Pemilih (SIDALIH), Sistem Informasi Calon Anggota Legislatif (SILON), hingga Sistem Rekapitulasi Penghitungan Suara (SIREKAP). Bahkan wacana dalam pemilu 2024 nanti sistem voting elektronik (E-Voting) akan mulai diujicobakan.

Dalam regulasi mengatur bahwa pengawasan penyelenggaraan Pemilu dilakukan oleh Bawaslu. Dalam UU 7 tahun 2017 pasal 89 tersebut menyiratkan bahwa Bawaslu mempunyai hak untuk mengawasi setiap tahapan penyelenggaraan Pemilu, tidak terkecuali yang terselenggara dalam sistem digital. 

Hanya saja, sepanjang catatan penulis, dari semua sistem digital yang digunakan oleh KPU itu, pada praktiknya belum mengakomodir sistem pengawasan yang terintegrasi. Bawaslu sebagai lembaga penyelenggara yang memiliki kewenangan untuk mengawasi penyelenggaraan pemilu sama sekali tidak memiliki akses sistem digital yang digunakan oleh KPU. 

Transformasi perubahan dari konvensional menuju sistem digital dalam penyelenggaraan pemilu merupakan suatu perubahan baik. Namun bukannya tanpa konsekuensi, transformasi pengawasan pemilu pun mengalami perubahan dan seyogyanya juga harus didukung oleh konstitusi. Misalnya dalam pengawasan pembentukan badan ad hoc dalam SIAKBA, Bawaslu mendapat akses sebagai reviewer atau monitoring. 

Pengawasan tidak hanya fokus pada berkas hardcopy yang diarsipkan oleh KPU dan jajarannya, yang mana akses pengawasan Bawaslu sangat terbatas. Sedangkan Bawaslu juga harus melakukan upaya pencegahan dan penindakan terhadap pelanggaran dan sengketa proses Pemilu, sebagaimana dalam Undang-Undang nomor 7 tahun 2017 tentang Pemilu. Tanpa data dan informasi yang jelas, upaya ini sulit dilakukan.

Penyelenggara Pemilu mungkin memiliki ketakutan akan tersebarnya informasi dan data pribadi seseorang, sehingga menyalahi aturan perundangan mengenai Perlindungan Data Pribadi. Namun dalam konteks penyelenggaraan Pemilu, Undang-Undang Pemilu mengamanahkan bahwa penyelenggaraan Pemilu harus memenuhi prinsip diantaranya terbuka, efektif dan efisien. 

Oleh karena itu, penulis menyarankan KPU dan Bawaslu berkoordinasi untuk membuat sistem digital yang dapat mengakomodir kebutuhan pengawasan sistem digital. Bila perlu, diciptakan suatu sistem digital yang dapat diakses oleh semua orang sebagaimana perannya dalam kontestasi pemilu. Disamping itu, penyelenggara bersama DPR juga harus menerbitkan regulasi yang adekuat untuk proses penindakan apabila terjadi penyalahgunaan.

Digitalisasi pemilu merupakan sebuah keniscayaan, kedepan, setiap tahapan dapat terlaksana dan terawasi dengan baik untuk mewujudkan pemilu yang adil dan bertanggungjawab. (*)

 

*: Ketua Panwascam Semanding Tuban

 

Temukan konten blokTuban.com menarik lainnya di GOOGLE NEWS