Kasus Omicron Terus Bertambah, Puncak Kenaikan Kasus Diprediksi pada Februari hingga Awal Maret

Reporter: Dina Zahrotul Aisyi

blokTuban.com- Angka kasus Covid-19 varian Omicron terus meningkat di Indonesia. Berdasarkan data yang dikeluarkan oleh Kementerian Kesehatan (Kemenkes) pada Kamis (20/1/2022) kemarin, total penularan covid-19 varian omicron mencapai 1.078 kasus.

Kemenkes memprediksi bahwa puncak kenaikan kasus omicron terjadi pada Bulan Februari hingga awal Maret dan wilayah yang berpotensi tinggi persebaran omicron adalah Jabodetabek. Hermawan Saputra, selaku dewan pakar Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI) mengungkapkan bahwa menurutnya saat ini antisipasi pemerintah masih berupa himbauan agar masyarakat menyadari dan membatasi mobilitasnya. 

Namun secara riil kebijakan belum dilaksanakan padahal angka kasus dalam dua minggu terkahir konstan mengalami peningkatan.

“Jangan sampai kita baru melakukan tindakan riil ketika kasus sudah terjadi kenaikan secara sporadis. Memang pemerintah sudah terus mengimbau masyarakat akan tetapi itu merupakan bentuk komunikasi pada level kesadaran masyarakat, seharusnya dari kebijakan sendiri memang harus segera ada langkah-langkah taktis yang bukan hanya wacana,” ungkapnya dikutip dari Kompas TV Jumat (21/1/2022).

Sementara itu, Abraham Wirotomo, selaku tenaga ahli staff kepresidenan mengungkapkan bahwa pemerintah sudah memastikan langkah-langkah mitigasi untuk menghadapai potensi gelombang omicron, termasuk ketersediaan obat-obatan, oksigen, kelengkapan bed sudah diprediksi tercukupi, serta melakukan percepatan vaksinasi terutama di daerah Jabodetabek.  

“Terkait dengan pembatasan-pembatasan tentunya akan dilakukan namun juga melihat seberapa urgensinya dan kapan pembatasan itu perlu dilakukan,” terangnya.

 Ia melanjutkan, melalui diskusi antara Menko, Menkes dan 12 pakar ahli dari lintas sektor, kebijakan terkait pembatasan berskala besar atau PPKM darurat jika mengacu pada data yang ada nampaknya belum diperlukan.

“Kita tidak bisa membuat omicron hilang, tetapi bagaimana cara kita agar angka penularan kasus ini bisa di dalam kapasitas layanan kesehatan. Sehingga sudah diprediksikan terkait hal itu, dan skenario untuk ppkm darurat dan psbb belum diperlukan,” jelasnya.

Abraham juga mengatakan bahwa apabila sampai kita terapkan ppkm darurat maka yang terdampak masyarakat dari ekonomi kurang mampu, sehingga hal tersebut cukup menjadi salah satu perhatian pemerintah.

“Namun sesuai dengan diskusi 12 pakar tersebut, karena omicron ini kenaikan kasusnya akan jauh lebih cepat dibanding delta, maka penetapan PPKM daerah yang tadinya per dua minggu kita ubah jadi satu minggu. Sehingga apabila kasus melonjak, level PPKM daerah tersebut bisa segera kita tingkatkan,” tutupnya. [din/ono]