Usaha Kripik Pisang Jadi Produk Unggulan Desa Kebomlati Widang

Reporter: Savira Wahda Sofyana

blokTuban.com - Saat ini sudah banyak desa yang memiliki produk hasil karya tangan warganya, tak terkecuali desa-desa yang ada di Kabupaten Tuban Jawa Timur, salah satunya Desa Kembomlati, Kecamatan Plumpang.

Desa yang bersebelahan dengan Desa Kedongsoko tersebut memiliki produk unggulan berupa kripik pisang. Usaha Kripik pisang milik Kasmu ini sudah ada sejak 10 tahun yang lalu.

Sebelum adanya Pandemi Covid-19 yang saat ini melanda dunia, usaha kripik pisang yang menjadi andalan Desa Kebomlati ini terbilang laris manis. Namun sejak dua tahun terakhir ini usahanya harus mengalami berbagai kendala.

"Dulu sebelum Corona memang kripik pisang saya jadi unggulan, biasanya juga dibawa untuk dipamerkan ke bazar, tapi sekarang sepi," ujar Kasmu Kepada blokTuban.com saat ditemui di kediamannya pada Jumat (10/12/2021).

Sebelum adanya Pandemi kripik-kripik pisang miliknya yang diberi nama Kripik Pisang Ny. Suyoto tersebut dititipkan ke toko-toko yang ada di Tuban dan juga Lamongan yang berjumlah 25 toko dengan sekali setor  sebanyak 100 pack. Akan tetapi belakangan ini mengalami penurunan lantaran toko-toko yang ia titipi tersebut sepi atau bahkan tutup karena Pandemi.

"Sekarang cuma ada setengahnya, tapi depot itu ada dua lumayan meskipun nggak sebanyak dulu. Sekarang kalau setor ke toko-toko paling 30 hingga 35 pack," ucapnya.

Selain terkendala dalam pemasaran, kendala lain yang dialami oleh perempuan kelahiran 1965 tersebut ada pada bahan-bahan yang kian melonjak tinggi, seperti halnya minyak goreng dan sulitnya buah pisang.

Namun kendati bahan untuk membuat kripik pisang tersebut mahal, Kasmu tidak menaikan kripik-kripik hasil buatannya dengan harga Rp8 ribu per bungkus, lantaran khawatir jika semakin sepi peminatnya.

"Saya selalu pakai minyak goreng Bimoli, nggak pernah yang lain mangkanya sekarang mahal juga bingung kalau pakai minyak lain khawatir gatal tenggorokannya, jadi nggak berani," bebernya.

Selain dititipkan di toko-toko, biasanya juga banyak masyarakat yang memesan kripiknya tersebut sebagai oleh-oleh ataupun untuk acara hajatan. Bahkan perempuan berusia 56 tahun tersebut mengaku pernah didatangi pegawai kecamatan untuk meninjau kripik pisang buatannya itu.

"Biasanya Kapolsek juga datang kesini beli 10 sampai 20 atau berapa gitu buat teman-temannya, rumahnya kan di Geger situ, sebenarnya kripik saya sudah banyak orang yang tahu cuma sudah tua mau membesarkan lagi sudah kuwalahan," katanya.

Biasanya ia dan suami membuat kripik pisang setiap dua hari sekali dengan proses yang sangat alami dan manual sehingga membutuhkan waktu yang cukup lama saat proses pemotongan, penggorengan, hingga pengemasan.

"Sekarang buatnya sedikit-sedikit paling cuma 20 bungkus, dulu waktu masih ramai minta bantuan tetangga yang nganggur buat motong nanti dikasih upah. Kalau sekarang berdua sama suami saja," tutupnya. [sav/rom]