RUU TPKS Disetujui Baleg, Masih Ada Poin yang Hilang

Reporter: Dina Zahrotul Aisyi

blokTuban.com - Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU PKS) yang telah berubah nama menjadi Rancangan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (RUU TPKS) sejak Agustus 2021 lalu, pada 8 Desember 2021 kemarin telah disetujui oleh badan legislatif (baleg) sebagai usulan DPR dan akan dirapatkan dalam sidang paripurna.

Meskipun telah disetujui sebagai usulan, dalam RUU TPKS tersebut ada beberapa poin yang dihilangkan. Nurul Laila Hafidhoh, Tim Substansi RUU TPKS dari Forum Pengada Layanan sekaligus Direktur LRC- KJHAM mengungkapkan hanya terdapat tujuh jenis kekerasan seksual yang diakomodir dalam RUU tersebut, yakni pelecehan seksual fisik, non fisik, pelecehan seksual berbasis elektronik, pemaksaan kontrasepsi, pemaksaan sterilisasi, eksploitasi seksual, dan penyiksaan seksual.

Ia melanjutkan bahwa seharusnya dalam substansi RUU TPKS harus mempidanakan 11 jenis kekerasan seksual yang diusulkan yakni pelecehan seksual non fisik, pelecehan seksual fisik, pemaksaan kontrasepsi, pemaksaan aborsi, pemaksaan perkawinan, pemaksaan hubungan seksual, ekploitasi seksual, pemaksaan pelacuran, perbudakan seksual, penyiksaan seksual, kekerasan seksual yang difasilitasi dengan transaksi elektronik atau dokumen elektronik.

“RUU TPKS ini sebenarnya kan diusulkan berdasarkan fakta-fakta yang benar-benar dialami korban, seperti kasus pemaksaan aborsi kemarin, itu di draft terakhir tidak masuk usulan,” ungkapnya dalam konferensi Pers FPL pada Kamis (9/12/202).

Adapun jenis kekerasan seksual yang tidak diakomodir dalam RUU TPKS antara lain, pemaksaan aborsi, pemaksaan perkawinan, perkosaan, pemaksaan pelacuran, perbudakan seksual. “Padahal kasus-kasus seperti pemaksaan perkawinan berbasis budaya, tradisi, atau agama itu juga masih ada,” lanjut yaya sapaan akrabnya.

Selain hilangnya beberapa poin tersebut, Veni Siregar, Seknas Forum Pengada Layanan (FPL) mengungkapkan perjuangan RUU PKS yang dibahas hampir 7 tahun tersebut akhirnya mengalami kemajuan, meskipun menurutnya masih terdapat banyak hal yang masih belum bisa terakomodir dalam RUU TPKS yang draftnya telah diusulkan tersebut.

“Termasuk hukum acara yang diharapkan sesuai dengan prosedur pemenuhan hak korban juga masih menjadi PR, serta RUU tersebut belum mempertimbangan kerentanan kelompok perempuan, seperti perempuan dengan HIV/AIDS yang mengalami kekerasan seksual, perempuan yang dilacurkan serta tadi pemaksaan aborsi,” tegasnya.

Veni menambahkan, isu pemaksaan pelacuran, isu pemaksaan aborsi, isu perempuan dengan HIV AIDS yang mengalami kekerasan seksual perlu dicermati dan perlu masuk ke dalam RUU PKS karena landasan RUUPKS harus UU No. 7 1984.

“Tidak bisa tidak karena asaz yang lain tidak bisa mengakomodir. Jika dibilang RUU PKS dari barat, isu feminis dari barat, isu pemenuhan hak perempuan dari barat itu tidak benar karena sejak 1984 indonesia sudah sepakat untuk pemenuhan hak perempuan,” tambahnya.

Seknas FPL tersebut juga berharap agar RUU TPKS sesegara mungkin disahkan, mengingat semakin banyaknya kasus-kasus kekerasan seksual yang makin marak terjadi. “Semoga sesuai janji dari Panja, Pak Willy RUU TPKS bisa disahkan pada 22 Desember 2021,” ungkapnya.

Diketahui tujuh fraksi yang sudah menyetujui RUU TPKS antara lain PDIP, Gerindra, Nasdem, PKB, demokrat, PAN, dan P3. Sedangkan satu fraksi menunda yakni Golkar, dan satu fraksi menolak RUU TPKS yakni PKS. [din/sas]