Selain Jadi Icon, Buah Sawo sebagai Salah Satu Produk Unggulan Desa Bejagung

Reporter: Dina Zahrotul Aisyi

blokTuban.com- Di setiap desa biasanya memiliki potensi yang bisa dijadikan sebagai sebuah produk unggulan desa. Tak terkecuali desa-desa yang ada di Kabupaten Tuban, salah satunya Desa Bejagung, Kecamatan Semanding, Kabupaten Tuban.

Jika berbicara terkait Desa Bejagung, mungkin yang pertama terlintas adalah Makam Wali Sunan Bejagung yang namanya sudah tersohor di berbagai penjuru. Ternyata, selain dikenal sebagai Desa Wali, Bejagung juga dikenal sebagai Desa penghasil buah sawo.

Aang Sutan, Kepala Desa Bejagung mengungkapkan bahwa produk unggulan Desa Bejagung sekaligus mayoritas mata pencaharian penduduk di desa tersebut adalah penjual sawo.

“Desa Bejagung ini dikenal sebagai penghasil sawo, tapi pohonnya bukan di kita, paling di kita pohonnya hanya beberapa. Jadi warga saya jam 7-8 pagi berangkat ke seluruh wilayah Tuban untuk metik buah sawo,” jelasnya saat ditemui Reporter blokTuban.com di Balai Desa Bejagung pada Jumat (12/11/21).

Aang melanjutkan bahwa pekerjaan memetik sawo adalah pekerjaan yang sudah turun tenmrun dari dahulu kala dan buah sawo juga sudah menjadi icon bagi Desa Bejagung.

Sawo-sawo tersebut memiliki beberapa varian, ada jenis sawo lumut, sawo bundar dan sawo biasa. Biasanya warga Bejagung memetik sawo sampai jam 12 siang, kemudian dilanjutkan pada proses produksi.

Kendala yang dirasakan oleh Pemdes Bejagung terkait produk buah sawo jika sedang panen raya adalah harga sawo akan hancur. Selain itu jika terdapat buah lain maka sawo mungkin akan menjadi second opinion karena warnanya tidak terlalu menarik. Penikmatnyapun hanya orang-orang tertentu, padahal pekerjaan produksi sawo mulai dari metik, pencucian, pengkarbitan, sampai packing merupakan pekerjaan 24 jam.

“Kalau di jual di pasar, ibarat harga normal per 1 kreneng bisa Rp 80.000 kalau sedang panen raya bisa cuma jadi Rp 20.000. Soalnya harga di pasar kan kompetitif,” ungkapnya.

Untuk mengatasi permasalahan tersebut, akhirnya pihak desa memfasilitasi para warga dengan menjual sawo di hanya satu orang saja agar tidak perlu menjualnya di pasar yang menyebabkan hancurnya harga sawo.

“Jadi akhirnya proses produksi yang sebelumnya dilakukan di rumah masing-masing dilakukan di satu tempat sampai pada proses packingnya,” jelasnya.

Untuk pemasaran sawo dijual ke tempat-tempat wisata seperti Sunan Bonang, Pantai Kelapa, dan pantai-pantai lainnya.

Proses produksi sawo Desa Bejagung juga dikembangkan sebagai usaha entertainer yang bersinergi dengan wisata-wisata yang ada di desa tersebut agar semakin berkembang sekaligus mengenalkan produk unggulan Desa kepada masyarakat luas.

“Jadi yang dijual itu entertainnya, mulai dari sawo datang, digelar, kemudian dicukiti ujung-ujung sawonya, sampai pada proses pencucian sawo dengan serabut kelapa,” jelasnya.

Ia melanjutkan, entertainer tersebut dimaksudkan agar wisatanya lebih attractive. “Misalnya, ketika ada kunjungan dari luar daerah yang ingin menikmati sawo, mereka bisa ikut melakukan proses produksi, ikut nyukiti sawo, nyuci sawo juga. Nah kegiatan entertain itu juga berbayar, sehingga pengunjung tahu sensasi produksi sawo itu bagaimana,” ungkapnya.

Kepala Desa Bejagung tersebut juga menyampaikan bahwa sebenarnya memang harga sawo bisa memiliki nilai jual yang lebih ketika dijual di tempat-tempat wisata.

“Kalau buah sawo sebagai produk unggulan sudah memiliki pangsa pasar dan sudah berjalan terus, maka target kita adalah ibu-ibu di Desa Bejagung bisa ikut membantu perekonomian keluarga,” ungkapnya. [din/ono]