Perjalanan BUMDes Bandungrejo, Satu Unit Usaha Tutup Saat Pandemi

Reporter : Savira Wahda Sofyana

blokTuban.com – Suatu badan usaha yang dikelola oleh desa atau yang biasa dikenal Badan Usaha Milik Desa (BUMDes), pasti terdapat berbagai kisah pengalaman menarik dibalik kepengurusannya.

Entah itu kesulitan ataupun kisah yang menyenangkan, karena segala sesuatunya membutuhkan proses yang panjang hingga sampai dititik saat ini. Di Kabupaten Tuban sendiri ada banyak desa yang sudah memiliki BUMDes salah satunya adalah Desa Bandungrejo yang berada di Kecamatan Plumpang.

“Ini ada sekitar lima unit usaha yang dikelola BUMDes, ada 3 agen yang kita kerjasama sama Bank Mandiri, BNI, BRI, ada Saprodi itu jualan minuman sapi segala macam, sama kantor pos,” ucap Ali Maskuri Ketua Poktan yang juga merangkap sebagai Direktur BUMDes saat ditemui blokTuban.com pada Sabtu (13/11/2021).

BUMDes ini sendiri sudah berdiri sejak tahun 2017, dari kelima unit usaha yang tengah dijalankan tersebut ada satu unit yang ditutup sejak satu bulan yang lalu.

Hal ini dilatarbelakangi karena sistem kerjasama dengan mitra yang dirasa kurang tepat oleh pihak BUMDes Bandungrejo.

“Kantor Pos sudah tutup sekitar satu bulan, soalnya mobil kurirnya nggak bisa ngangkut kesini, jadi selama ini orang taruh di situ kita yang ngangkut ke Plumpang,” terangnya.

Jika buka, biasanya Kantor Pos sudah mulai melayani customer pukul 08.00 WIB hingga 15.00 WIB, sedangkan untuk gerai bank BNI dan juga toko Saprodi dibuka setiap saat karena letaknya berada dirumah pengurus BUMDes.

“Yang gerai BRI sama Mandiri tempatnya di Kantor Pos jadi ikut tutup selama satu bulan ini,” pungkasnya.

Pengurus yang mengelola BUMDes Bandungrejo terdiri dari 15 orang yaitu ketua, sekertaris, bendahara, dan 12 orang lainnya yang bertugas dimasing-masing unit.

Setiap akhir tahun biasanya diadakan laporan pertanggung jawaban terkait pengelolaan BUMDes, termasuk keuntungan serta kerugiaan yang tengah dialami.

“Penyetorannya tiap tahun, termasuk upah pengurus juga tiap tahun paling temen-temen dapat 300 ribu sampai 400 ribu paling nggak sampai,” lanjutnya.

Kemacetan yang sering kali dialami oleh pengelolaan BUMDes Bandungrejo sendiri disebabkan dari pihak mitra kerjasama yang tidak konsisten, selain itu Ali juga mengaku bahwa kebijakan pemerintah terkait dengan BUMDes yang kerap kali berubah-ubah juga menjadi salah satu pemicu.

“Dulu kerjasama dengan BMT itu enak kita pesan beras bikin BUMDes saja yang beli, terus saya beli karung dari Surabaya mau nyetok beras disini ujung-ujungnya nggak boleh, akhirnya berubah lagi dan dikirim dari Tuban terus kita berhenti, sering uang BUMDes keluar sia-sia karena kebijakan pemerintah yang tidak pasti,” jelasnya.

Setelah uang dari usaha yang dikelola desa tersebut terkumpul, terdapat beberapa pembagian hasil diantaranya 30 persen masuk BUMDes, 30 persen untuk desa, 30 persen untuk pengurus atau karyawan BUMDes dan 10 persen untuk dana sosial yang digunakan membantu fakir miskin.

Untuk kedepannya pria ramah tersebut berencana ingin membuat suatu produk yang bisa dikelola oleh BUMDes dengan modal yang tidak terlalu besar. [sav/sas]