Rendahnya Minat Baca Pelajar di Era Milenial

Penulis: Wasiatun Nadhiroh Mahasiswi*

blokTuban.com - Di Indonesia tingkat pendidikannya mulai mengikuti perkembangan zaman. Dari cara pengaplikasian pembelajaran hingga pemanfaatan teknologi di sekitar. Pendidik dapat merealisasikan cara mendidik anak didiknya dengan berbagai aspek. Namun, rendahnya minat baca di kalangan pelajar dan mahasiswa merupakan salah satu dari sekian banyak problematika pendidikan di Indonesia. Hal ini yang menyebabkan kualitas pendidikan di Indonesia masih di bawah negara-negara lain dan bisa dikatakan tertinggal.

Indonesia merupakan negara yang penduduknya memiliki tingkat minat baca yang sangat memprihatinkan. UNESCO menyebutkan bahwa Indonesia berada diurutan kedua dari bawah masalah literasi dunia. Hal ini sangat berpengaruh terhadap kualitas pendidikan di Indonesia.

Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi semakin berkembang pesat akan lebih memudahkan pelajar dalam pembelajaran dan seharusnya juga bisa meningkatkan tingkat literasi di Indonesia. Jika dilihat dari segi penilaian infrastrukturnya untuk mendukung membaca, Indonesia berada di peringkat atas daripada negara lain. Salah satu infrastrukturnya yaitu gadget.

Gadget bukan hal yang baru yang dapat menunjang peningkatan minat baca pelajar. Karena lebih dari 100 juta orang telah memiliki gadget dan aktif dalam penggunaan smartphone, hampir dalam sehari semalam menatap smartphone selama 9 jam. Tapi ironisnya, tingkat minat baca masih rendah.

Mereka cenderung malas membaca tapi aktif di media sosial, seperti stalking Whatsapp, Instagram, Facebook dan media sosial lainnya. Sejak duduk dibangku TK (Taman Kanak-kanak) kita sudah diajarkan membaca, karena membaca merupakan pondasi atau hal yang paling utama dalam pembelajaran.

Jika tidak bisa membaca lalu bagaimana pembelajaran bisa berlangsung?. Memang cara membaca zaman dulu dan sekarang itu berbeda, sekarang membaca tidak boleh menggunakan teknik mengeja.

Menurut saya mengeja bukan hal yang buruk karena itu dapat membantu pelajar lebih mudah proses agar dapat membaca bagi anak yang belum bisa membaca. Anak yang belum bisa membaca adalah penyebab rendahnya minat baca atau bisa dikatakan rendahnya kemampuan literasi. Dampak dari rendahnya kemampuan literasi ini dapat berpengaruh pada masa depan pelajar.

Kemampuan berliterasi ini tidak hanya bisa membaca dan menulis akan tetapi semakin berkembangnya ilmu teknologi literasi berkembang sebagai sebuah kemampuan dan keterampilan membaca, menulis, berbicara, menghitung dan memecahkan masalah.

Jika dilihat dari tingkat pendidikannya, orang yang lulusan sekolah dasar dan memiliki kemampuan literasi rendah itu akan berdampak pada pekerjaan di masa mendatang. Mereka yang belum update terhadap teknologi sekarang akan tersisihkan oleh mereka yang cakap dan peka tehadap perkembangan teknologi zaman sekarang.

Di masa sekarang yang semua serba digital seharusnya dapat meningkatkan motivasi minat baca bagi pelajar. Karena membaca sekarang tidak selalu membawa buku kemana-mana dan tidak harus berjam-jam di perpustakaan.

Pelajar yang aktif dan kreatif tidak akan fokus pada satu buku panduan atau buku penunjang (LKS), mereka dapat memperoleh pengetahuan sumber lain seperti  e-book agar pendidikan menghasilkan output yang sesuai dengan harapan.

Kita tentu sering mendengar bahwa "buku adalah jendela dunia dan kunci perubahan dunia", tapi apakah hal ini sudah kita realisasikan?  Tentu belum,  karena tingkat literasi yang masih rendah dan ditambah lagi fenomena pelajar di masa sekarang yang bergantung pada internet.

Hal ini menyebabkan munculnya sebutan pelajar brainly atau mahasiswa brainly. Mengapa dikatakan demikian, karena setiap ada tugas mereka akan langsung mengunjungi situs tersebut dan mencari jawaban dari soalnya tanpa membaca di buku penunjang pembelajaran.

Dengan kemajuan ilmu teknologi mereka semakin terlena, menganggap sebuah tugas itu mudah karena ada 'Mbah Google'. Setiap ada tugas mereka bergantung dengan 'Mbah Google' , lalu bagaimana dengan output pendidikan yang pelajarnya bergantung dengan internet?. Memang, di zaman sekarang semua serba teknologi. Tetapi kita sebagai pendidik atau calon pendidik, harus mampu menguasai model dan strategi pembelajaran. [mu]]

* Mahasiswa Pendidikan Agama Islam Aksel G, Institut Agama Islam Nahdlatul Ulama (IAINU) Tuban.