Mengenal Ecoprint, Inovasi Fashion Ramah Lingkungan

Reporter: Dina Zahrotul Aisyi

blokTuban.com - Bagi masyarakat Kabupaten Tuban atau bahkan seluruh masyarakat Indonesia pasti sudah mengenal batik karena merupakan warisan budaya. Batik merupakan seni lukis di atas kain menggunakan alat bernama canting.

Ternyata selain membatik, juga terdapat seni olah kain yang berasal dari bahan-bahan alami dan dikenal sebagai ecoprint. Dikarenakan proses ecoprint hampir mirip dengan membatik, maka biasanya banyak orang menyebut dengan batik ecoprint.

Sesuai dengan namanya, ecoprint berarti mencetak menggunakan bahan-bahan natural yang berasal dari alam, mulai dari kain sampai penggunaan pewarnanya berbahan dasar alami. Pada umumnya, bahan yang digunakan untuk membuat ecoprint adalah dedaunan.

Di Kabupaten Tuban, terdapat salah satu pengrajin yang sudah menggeluti ecoprint kurang lebih dari tiga tahun lalu, yakni Fitrah Faradisa. Ia memulai berlatih membuat ecoprint sejak tahun 2018 lalu. Awalnya Fitrah mengaku memang senang menekuni hal-hal terkait kerajinan tangan, seperti hiasan-hiasan dinding dan membuat kerajinan tas. Bahkan, sebelum terjun di kerajinan ecoprint, Ia juga mengadakan pelatihan-pelatihan untuk pembuatan tas di rumahnya.

Fitrah menjelaskan, kurang lebih ecoprint masuk ke Indonesia baru di kisaran tahun 2017. Pada saat itu, salah satu tutor di komunitasnya mengadakan pelatihan ecoprint akan tetapi Ia belum tertarik karena masih menekuni usahanya membuat tas handmade. Lambat laun ia merasa teman- temannya banyak yang mengikuti ecoprint sehingga menjadikannya penasaran dan mulai mengikuti pelatihan secara online.

“Pelatihan online itu rawan sekali gagal, karena ibarat les, kalau tatap muka sama online pasti hasil yang didapat berbeda. Tapi karena saya orangnya penasaran banget pengen bisa jadi sering trial and error sendiri sampai bisa,” jelasnya saat ditemui blokTuban.com pada Selasa (2/11/2021) dikediamannya yang berlokasi di Jl. Mastrip 1 No.4, Kelurahan Sidorejo, Kecamatan Tuban, Kabupaten Tuban.

Ketika Fitrah sudah mampu menguasi basic-basic dari pembuatan ecoprint, Ia mengadakan pelatihan ecoprint untuk masayarakat Tuban. “Prinsip saya ketika mengadakan workshop atau pelatihan selain untuk sharing ilmu, hal tersebut juga sebagai bentuk latihan dan bahan untuk terus belajar bagi saya,” ungkapnya.

Ia juga menambahkan untuk membuat ecoprint memang harus sering berlatih, trial and error agar lebih mengetahui terkait karakter kain maupun daun yang akan digunakan sebagai bahan untuk kegiatan ngeco.

Pada tahun 2019, perempuan asal Indramayu tersebut mengaku kembali mengikuti pelatihan ecoprint secara langsung di Tulung Agung untuk menambah ilmunya dan kemudian mulai memproduksi ecoprint untuk dipasarkan. Menurut Fitrah, untuk mencari orang-orang yang tertarik membuat ecoprint lumayan sulit karena prosesnya yang memakan waktu dan tenaga.

“Tapi kalau sudah biasa juga bakal merasa mudah sebenarnya, apalagi kalau kita menjalaninya senang dan dalam mood yang bagus. Seperti saya ini ngeco (membuat ecoprint) sebagai hiburan saja apalagi saat pandemi kemarin nggak ke mana-mana. Hobi yang menghasilkan duit itu bikin bahagia banget,” ujarnya.

Meskipun saat ini pengrajin ecoprint sudah mulai banyak di berbagai daerah dan terdapat komunitasnya sendiri yakni Asosiasi Ecoprint Indonesia (AEPI), Fitrah mengatakan di Kabupaten Tuban belum menemukan komunitas ecoprint. Ia berharap, kedepannya Tuban memiliki komunitas ecoprint sendiri yang solid, sehingga bisa menjadikan Tuban terkenal dengan produk seni olah kain selain batik yang memanfaatkan bahan dari alam.

“Di Tuban ini kalau pegiatnya sudah ada beberapa memang, tapi kita belum pernah ketemu untuk ngeco bareng. Jadi sebenarnya komunitas itu penting buat relasi dan bisa saling membantu satu sama lain juga,” ujarnya.

Produk-produk ecoprint yang dijual oleh Fitrah selain kain dan baju juga terdapat tas dan sepatu. Mulanya, perempuan 40 tahun tersebut mengatakan bahwa dirinya hanya menjual produk kainnya saja karena pada saat itu peminatnya juga masih di kain, akan tetapi apabila tidak ada inovasi maka dikhawatirkan akan tergerus oleh pesaing.

“Namanya bisnis pasti ada persaingan, meskipun rejeki sudah ada yang mengatur tetapi kita harus selalu berinovasi jika ingin bertahan, entah itu inovasi di kainnya, di motifnya atau ke berbagai bentuk fashion jadi,” jelasnya.

Pada momen-momen tertentu, seperti contohnya saat Bulan Ramadan kemarin, Fitrah memproduksi set sajadah yang peminatnya lumayan banyak, bahkan sampai mengirimkan ke luar pulau.

“Kalau nggak salah ingat sampai kirim ke Kalimantan. Selain perlu inovasi, kita juga harus pandai dalam melihat peluang,” terangnya.

Fitrah memasarkan produk-produk miliknya melalui online yakni di instagram @ecoprint_annabae sehingga pembelinya bisa dari kalangan luas, tidak hanya yang berasal dari Kabupaten Tuban saja. Malahan menurutnya pelanggan tetap yang berasal dari Tuban hanya kurang lebih 2-3 orang saja, lebih banyak dari yang dari luar Kabupaten Tuban.

“Kalau beli sekali dua kali saja ya ada lumayan dari orang Tubannya,” paparnya.

Saat ini Ia mengaku memang hanya fokus pada penjualan online agar tidak sering-sering keluar rumah. Bahkan untuk pameran sendiri Fitrah mengaku jarang mengikutinya.

“Kalau ikut pameran itu kemungkinan harus sering keluar rumah, karena saya memang harus stay di rumah jadi nantinya tidak bisa all out. Jadi biasanya kalau ada teman yang mau pameran dan menawarkan untuk dititipin barang baru saya kirimkan,” ungkapnya. [din/mu]