Rahasia Bisnis Kue Dumbeg Bertahan hingga Tiga Generasi

Reporter: Dina Zahrotul Aisyi

blokTuban.com - Bagi pecinta jajanan tradisional terutama yang berada di Kabupaten Tuban, pasti sudah tahu apa itu kue dumbeg. Kue yang berasal dari tepung beras dan berwarna merah kecokelatan tersebut biasa dibungkus dengan daun siwalan/lontar yang berbentuk spiral. Kue dumbeg memiliki tekstur yang kenyal dengan rasa manis dan sedikit gurih.

Di Tuban banyak ditemukan penjual dumbeg, salah satunya adalah Sumber. Pria asal Desa Kepet tersebut biasa menjual dumbeg dengan memikul dua keranjang besar yang berisi dumbeg untuk dijajakan.

Ia mengaku berangkat dari rumah pukul 05.00 pagi menggunakan angkot dan mulai berjalan dari arah Bravo Supermarket ke Taman Sleko depan SMAN 1 Tuban.

Sumber mengaku membuat dumbeg sendiri, tidak mengambil dari orang lain. Ia juga bercerita, meskipun bahan-bahan untuk membuat dumbeg mudah dicari dan tidak terlalu banyak, proses membuat dumbeg tergolong sulit.

Pria 77 tahun tersebut mengatakan, bahannya hanya tepung beras, gula merah, kelapa dan garam namun dulunya Ia sering gagal saat hendak membuat dumbeg. “Susah bikinnya, adonan keliru sedikit bisa blonyok, atau kadang bisa keras. Kematengan santennya juga nanti nggak bisa dimasukkan ke wadahnya,” jelasnya  saat ditemui blokTuban.com.

Ia berjualan dumbeg sudah sekitar 30 tahun yang lalu, sehingga membuat Sumber sudah terbiasa membuat adonan dan sudah jarang gagal. “Dari masih muda saya jualan. Dulu pernah jualan sampe Surabaya, Madura, Bojonegoro bahkan Juwono, Jawa Tengah,” paparnya.

Usaha dumbeg miliknya tersebut ternyata sudah turun temurun tiga generasi, bermula dari Kakek, orang tua, dan saat ini dirinya. “Jaman Tuban masih ada rel kereta, mbahku sudah bikin dumbeg,” ujarnya.

Dalam setiap harinya Sumber membawa kurang lebih 300 dumbeg untuk dijual. Ia biasa menjualnya dengan harga Rp10.000 untuk 1 plastik yang berisi 5 biji dumbeg. Harga ecernya yakni Rp2.000.

Untuk daun pembungkus dumbeg dari daun siwalan tersebut, Sumber mengaku mengambilnya dari orang lain dan sudah berbentuk seperti terompet.

“Bikin ginian kalau nggak biasa juga kesulitan, seringnya bocor. Ini saya ambil dari anak-anak muda yang biasa bikin, tinggal masukkan adonan,” terangnya.

Besar kecilnya wadah dumbeg juga berpengaruh terhadap jumlah produksi dumbeg. Sumber mengaku biasanya membuat adonan sebanyak 4 kilogram setiap hari, ketika wadah dumbeg besar maka jumlah dumbegnya hanya kisaran 270-an, tidak sampai 300 biji.

Sumber mengaku biasanya berjualan sampai sore hari, sampai dumbeg-dumbeg yang dibawanya habis. Meskipun sudah berumur, Ia masih bersemangat mencari uang. “Selama saya masih sehat dan bisa cari uang, nggak mau minta anak,” pungkasnya. [din/mu]