Akibat Sepi Penumpang, Beralih Jadi Dokar Wisata

Reporter: Dina Zahrotul Aisyi

blokTuban.com- Jauh sebelum maraknya kendaraan bermotor seperti saat ini, dahulu delman atau biasa disebut dokar adalah alat transportasi yang sering digunakan oleh kebanyakan masyarakat.

Alat transportasi yang ditarik oleh kuda tersebut kini sudah semakin jarang dijumpai. Namun di Kabupaten Tuban, tepatnya di area alun-alun masih terdapat beberapa dokar wisata yang beroperasi, sehingga bagi masyarakat yang ingin merasakan sensasi naik dokar bisa mengunjungi Alun-alun Tuban. 

Salah satu kusir dokar wisata yang berada di Alun-alun Tuban adalah Sujito. Pria kelahiran 1964 tersebut sudah lama sekali menjadi kusir. Ia mengatakan sudah belajar mengendarai delman sedari kecil.

“Dari dulu kecil sudah diajari Bapak saya, ini juga turun temurun dari Mbah,” jelasnya, Selasa (12/10/2021).

Dengan kuda berwana putih miliknya, Ia mulai beralih menjadikan dokarnya sebagai dokar wisata. Sujito mengaku bahwa penumpang di Pasar, tempatnya menarik delman dahulu kian sepi dan hadirnya delman kalah dengan adanya ojek. “Dulu biasanya di Pasar, bakul-bakul yang sering naik tapi karena sekarang sangat sepi jadi pindah di Alun-alun,” keluhnya.

Sujito mengaku baru sekitar kurang lebih lima tahun terakhir mulai bergeser ke Alun-alun karena menurutnya lebih menghasilkan. Ia bersama dua rekan kusir lainnya biasa berada di alun-alun mulai setengah 5 sore sampai jam 9 malam. Tarif harga per dokar adalah Rp 25.000 sekali jalan, untuk sekali jalan tersebut biasanya hanya memutari Jalan Veteran.

“Harganya itu per kereta, jadi biasanya sering yang naik itu satu keluarga. Ibu, bapak, dan anaknya yang masih kecil,” jelasnya.

Pria asal Perunggahan Wetan tersebut mengaku dokarnya ramai ketika weekend. 

“Kalau malam minggu sama hari minggu yang naik sampai antri-antri karena dokarnya cuma ada 4,” terangnya.

Para kusir yang berada di Alun-alun juga kompak menggunakan blankon, menurut Sujito hal tersebut sebagai bentuk komunitas kusir saja.

 “Sama teman-teman janjian saja pakai blankon,” ungkapnya.

Sujito juga membeberkan untuk perawatan kuda miliknya tidak terlalu susah, hanya saja ketika musim kemarau sedikit susah untuk mencari rumput segar. Makannya harus rumput segar, biasanya cari di sawah atau kebun, tapi kalau musim kemarau sedikit susah.

Kuda putih miliknya biasa dimandikan dua hari sekali agar tetap bersih. Paijo, panggilan yang disematkan Sujito untuk kudanya adalah kuda yang berasal dari Sumbawa. Ia mengaku untuk melatih Paijo hanya diperlukan satu bulan saja.

“Di Tuban, nggak ada aturan jenis kuda seperti apa yang bisa dijadikan dokar. Beda kalau di Yogyakarta kan harus cewek kudanya. Paijo ini cowok,” pungkasnya. [dina/ono]