Berawal dari Jualan Baju Keliling Hingga Sukses Jadi Pengusaha Batik Tulis

Reporter: Dina Zahrotul Aisyi

blokTuban.com- Desa Sumurgung, Kecamatan Tuban, Kabupaten Tuban dikenal sebagai salah satu  sentra pengrajin batik tulis yang ada di Kabupaten Tuban. Salah satu pengusaha batik di Desa Sumurgung adalah Suntiah. Usaha batik tulis miliknya bernama Batik Royyan (Royyan Collection).

Usaha batik tulis gedong Tuban miliknya mulai dirintis sejak tahun 1998 di tahun kelahiran anaknya dan Batik Royyan sendiri berdiri sejak tahun 2000 sampai sekarang. Perempuan asal Desa Tegalrejo, Kecamatan Merakurak, Kabupaten Tuban tersebut bercerita bahwa awalnya Ia tidak bisa membatik sama sekali.

Bermula dari berjualan baju keliling menggunakan sepeda onthel, Ia berkeliling dari Desa Tegalrejo, Desa Boto, sampai Desa Sumurgung. Ketika di Desa Sumurgung Ia melihat banyak sekali orang yang sedang membatik, dari situlah Tiah, panggilan akrabnya memiliki inspirasi untuk merintis usaha batik.

“Dari situ saya punya keinginan, ingin bisa membatik sendiri, bisa mewarnai sendiri dan bisa punya usaha terkait batik,” jelasnya. 

Tiah melanjutkan bahwa di zaman dulu ilmu untuk belajar membatik masih mahal, dikarenakan orang-orang yang sudah bisa membatik tidak mau membagi ilmunya kepada orang yang mau belajar karena merasa takut tersaingi. Sampai suatu ketika Ia bertemu dengan salah satu orang dari perindustrian yang mau mengajarinya membuat batik.

“Sekarang orangnya sudah meninggal, semoga diberikan tempat yang layak karena beliau yang dulunya mengajari saya membatik mulai dari tidak bisa sama sekali sampai bisa,” jelasnya.

Sebelum mulai belajar membatikpun Tiah masih dilanda keraguan karena harus menyiapkan uang Rp 300.000 untuk membeli bahan dan peralatan membatik. 

“Uang segitu kan termasuk banyak di zaman dulu, saya ragu karena dengan uang segitu saya bisa kulakan baju banyak, tetapi saya sangat ingin belajar membatik. Alhamdulillah suami saya support saya untu belajar kalau memang ingin dan bersungguh-sungguh," imbuhnya. 

Setelah belajar selama satu minggu itu akhirnya Tiah sudah menguasai ilmu membatik yang diberikan, mulai dari membuat pola, membatik, mewarna, sampai selesai.

Setelah memiliki ilmu untuk membatik, Tiah mulai berpikir bagaimana cara untuk mengembangkan ilmu yang telah dimiliknya. Ia mulai menawarkan batik ke kios-kios di wisata religi Sunan Bonang yang ternyata mendapat sambutan antusias.

“Tapi setelah itu saya berpikir lagi, karena yang pesan banyak saya harus cari uang lagi buat beli bahan, akhirnya ya itu saya ambil uang dari jualan baju keliling sedikit-sedikit jadinya saya nggak kulakan baju lagi. Saya buat beli bahan membatik,” ujarnya.

Meskipun pesanan batik semakin banyak, pada saat itu Tiah mengerjakan semuanya sendiri karena masih sangat senang membatik. 

“Rasanya bisa praktik sendiri dari ilmu yang baru didapatkan itu sangat puas, tidak bisa digambarkan,” lanjut Tiah.

Tahun berganti tahun, usaha batik miliknya kini semakin sukses, meskipun dalam perjalanan panjang itu tidaklah mulus dan banyak sekali rintangan yang harus dilaluinya. Tiah percaya bahwa jika seseorang ingin mencapai kesuksesan di tingkat maksimal maka ujian akan semakin berat.

“Allah itu nggak bakal nguji kalau hambanya nggak mampu melewatinya, jadi saya terus berusaha dan berikhtiar,” bebernya.

Maka dari itu ia terus berinovasi agar usaha batiknya kian berkembang, salah satunya yakni merambah ke kain batik halusan. Tiah juga sampai belajar di salah satu sekolah desain Surabaya sekitar tahun 2016-an untuk mengembangkan usahanya. Ia juga berbagi cerita salah satu kunci kesuksesannya adalah dengan berzakat.

“Kita sebagai muslim setiap tahun itu kan wajib untuk berzakat mal, itu saya terapkan dari dulu dan Alhamdulillah, orang-orang yang mengikuti untuk selalu berzakat juga semuanya berhasil,” jelasnya.

Saat ini, ia sudah mengirim batik-batiknya ke luar daerah seperti Surabaya, Madura, dan Kudus untuk batik-batik cap. Batik cap yang dijualnya memiliki harga Rp 35.000 per lembarnya. Tiah mengaku produksi batik yang paling banyak saat ini adalah batik cap karena permintaan pasar yang besar. Ia mengaku untuk penjualan batik cap perbulannya bisa mencapai 5000 lebih. Kalau kirim di Surabaya, satu toko saja biasanya kirim 240 kodi.

Selain penjualan batik cap, untuk penjualan batik halusan biasanya ia mendapat banyak pesanan dari berbagai instansi pemerintahan seperti Dinas perikanan, Dinas peternakan, dan pemda.

 “Acara MTQ itu udah 6 tahun ini ngambilnya dari Royyan,” pungkasnya.[dina/ono]