Pemerintah Pusat-Daerah Harus Bersinergi Selesaikan Reforma Agraria

Reporter: Nidlomatum MR

blokTuban.com - Rapat evaluasi kinerja tim percepatan penyelesaian konflik agraria dan penguatan kebijakan reforma agraria 2021 oleh Kantor Staf Presiden (KSP). Rapat dipimpin oleh Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko, didampingi Deputi II Kepala Staf Kepresidenan Abetnego Panca Putra Tarigan. Hal ini digelar sebagai upaya menyelesaikan masalah konflik agraria.

“Pertemuan ini kita harapkan bisa menjadi referensi bagi kinerja kita, dan mengupgrade atas berbagai perkembangan situasi. Selain itu juga kita akan coba debottlenecking atas berbagai hambatan yang ditemukan di lapangan,” terang Moeldoko saat membuka rapat, yang digelar di Situation Room Bina Graha Jakarta, Selasa (7/9). 

Rapat secara daring ini, juga dihadiri sejumlah pimpinan Comunity Society Organization (CSO), di antaranya Kepala Badan Registrasi Wilayah Adat Kasmita Widodo, Sekretaris Jenderal Konsorsium Pembaruan Agraria (KPA) Dewi Kartika, Ketua Umum Gerakan Masyarakat Perhutanan Sosial Indonesia Siti Fikriyah, Sekretaris Umum Serikat Petani Indonesia (SPI) Agus Ruli. 

Moeldoko menambahkan, program percepatan penyelesaian konflik agraria dan penguatan kebijakan reforma agraria 2021 masih terkendala oleh pelepasan lahan PTP yang merupakan aset negara, revisi sejumlah Perpres, dan penentuan subjek di lapangan. “ Soal pelepasan lahan PTP memang tidak mudah. Saat ini saya sedang menyiapkan laporan pada Presiden, sehingga nanti ada arahan dari Presiden pada Menteri BUMN dalam menjalankan diskresinya,” tegas Moeldoko. 

Kepala Staf Kepresidenan juga menegaskan, pihaknya sudah mengirimkan surat pada Menteri Dalam Negeri, untuk menginstruksikan pada seluruh Kepala Daerah agar berkontribusi dalam percepatan penyelesaian konflik agraria dan penguatan kebijakan reforma Agraria 2021. “ Saya sudah kirim surat ke mendagri untuk memberikan instruksi pada kepala daerah agar ikut membantu proses reforma agraria," kata Moeldoko. 

 Dalam pertemuan tersebut, Kepala Staf Kepresidenan juga mendengarkan paparan dari pimpinan CSO, terkait kendala dan capaian penyelesaian konflik agraria dan penguatan kebijakan reforma agraria 2021.

Kepala Badan Regsitrasi Wilayah Adat Kasmita Widodo menuturkan, redistribusi lahan seringkali terkendala oleh proses verifikasi yang cukup lama. “ Verifikasi yang berurutan ini memakan waktu lama karena terkait tekhnis. Sebaiknya, penyiapan verifikasi dilakukan secara paralel, jadi mana yang lebih dulu bisa dikerjakan,” ujarnya. 

Kendala lain yang ditemukan oleh CSO dalam percepatan penyelesaian konflik agraria dan penguatan kebijakan reforma agraria 2021, juga dikemukakan Ketua Umum Gerakan Masyarakat Perhutanan Sosial Indonesia Siti Fikriyah. Ia mengatakan, selama ini reforma agraria di daerah sering tersandung birokrasi dari pemerintah daerah. “ Sebaiknya pemerintah daerah tidak diberikan kewenangan untuk mensahkan atau memberikan tanda tangan, tapi hanya sebatas verifikator saja. Jika harus menunggu pemerintah daerah, nggak akan cukup waktu untuk menyelesaikan semua,” tukas Fikriyah. 

Masih kata Fikri, meskipun terkendala oleh birokrasi, tapi saat ini sudah ada ratusan bidang yang sudah diselesaikan proses redistribusinya. "800 Bidang sudah selesai prosesnya pak Moel, yakni di Nganjuk, Batu, dan Malang,” sambungnya. 

Mendengar masukan dari pimpinan CSO, Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko mengajak seluruh elemen tim percepatan penyelesaian konflik agraria dan penguatan kebijakan reforma agraria 2021, tetap menjaga soliditas, kordinasi, dan komunikasi. Menurutnya, butuh proses untuk bisa menyelesaikan hambatan-hambatan yang ditemukan di lapangan. 

Penyelesaian percepatan konflik agraria dan penguatan kebijakan reforma agraria 2021, merupakan program prioritas Pemerintahan Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden K.H. Ma’ruf Amin. Dalam pelaksanaanya, Kantor Staf Presiden (KSP) mendapat mandat sebagai fasilitator antara CSO dengan Kementrian/Lembaga terkait. 

“Memang tidak mudah untuk menyelaraskan Pusat dan Daerah, menyelesaikan masalah kordinasi, melakukan terobosan hukum baik di tingkat kebijakan mauapun implementasi. Tapi bukan tidak bisa diselesaikan, semuanya butuh proses,” kata Moeldoko saat menyampaikan sambutan penutup. [lis]