KP Ronggolawe Minta Pemkab Aktifkan Koordinasi P2TP2A

Reporter : Ali Imron

blokTuban.com - Dari sekian puluh purnama sejak lahirnya Pusat Pelayanan Terpadu (PPT) lalu di ubah menjadi Pusat Pelayanan Terpadu Perlidungan Perempuan dan Anak (P2TP2A), Bakorwil Bojonegoro akhirnya menginjakkan kakinya di Kabupaten Tuban untuk melakukan monitoring dan evaluasi tentang Perkawinan Usia Anak (PUA) sebab PUA di Tuban meroket. 

Turunnya Bakorwil Bojonegoro di Kabupaten Tuban atas dasar Surat Edaran Gubernur No. 474.14/810/109.5/2021 tentang Pencegahan Perkawinan Anak di Wilayah Kabupaten/Kota Jawa Timur.

Data meroketnya PUA Kabupaten Tuban sepanjang tahun 2019-2020 tercatat 808 kasus dengan rincian 101 laki-laki dan 707 perempuan. Dari total 20 kecamatan ada tujuh Kecamatan yang mengalami kenaikan kasus PUA.

Diantaranya Kecamatan Montong dari 45 menjadi 51 kasus, Kecamatan Soko dari 26 menjadi 40 kasus, Kecamatan Semanding dari 16 menjadi 28 kasus, Kecamatan Palang dari 11 menjadi 73 kasus, Kecamatan Merakurak dari delapan menjadi 22 kasus, Kecamatan Kerek dari empat menjadi 17 kasus dan Kecamatan Jatirogo dari delapan menjadi 22 kasus.

Sedangkan angka dispensasi nikah bulan Januari-April 2021 sebanyak 1.513 perkara dengan rincian bulan Januari 355, Februari 377, Maret 404 dan April 377.

Sedangkan data Koalisi Perempuan Ronggolawe sejak tahun 2004 hingga 2020 sudah mendampingi perempuan dan anak korban kekerasan dengan total 1617 kasus. Dimana setiap klien/korban melalui tahapan seperti konseling kemudian tahapan-tahapan yang lainya sampai litigasi.

"Hasil dari konseling rata-rata kasus KDRT disebabkan karena mereka menikah diusia anak bahkan kasus kekerasan Seksual KS juga disebabkan orangnya tuanya menikah diusia anak," kata Ketua K.P. Ronggolawe Tuban, Warti dalam keterangan tertulisnya yang diterima blokTuban.com, Senin (5/7/2021).

K.P. Ronggolawe menyampaikan bahwa dinas yang bertanggung jawab sepertinya kerja sendirian tidak melibatkan lintas sektor antara pemerintah dan lembaga layanan serta tokoh masyarakat. 

Pemkab diminta lebih memahami bahwa perkawinan anak merupakan pelanggaran atas pemenuhan hak dan perlindungan anak yang diatur dalam UU Nomor 35 Tahun 2014 tentang perubahan atas UU nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlidungan Anak, Keputusan Presiden Nomor 36 Tahun 1990 tentang Ratifikasi Konvesi Hak Anak dan PERMA Nomor 5 Tahun 2019 Tentang Pedoman Mengadili Dispensasi Kawin.

Di Jawa Timur, Gubernur telah mengeluarkan Surat Edaran dengan nomor 474.14/810/109.5/2021 tentang Pencegahan Perkawinan Anak di Wilayah Kabupaten/Kota Jawa Timur pada tanggal 18 Januari 2021. Berharap Bupati atau Walikota melakukan langkah-langkah pencegahan perkawinan anak yang tertuang dalam surat tersebut diantaranya mengajak multiskateholder (KUA, Kelurahan, Lembaga Layanan, OPD, tokoh masyarakat, tohok agama) membuat komitmen pencegahan perkawinan anak, sosialisasi tentang usai perkawinan dan kebijakan yang melidungi serta memberikan pemenuhan hak anak.

Dalam PERMEN PPA Nomor 1 Tahun 2021 tentang Petunjuk Teknis Penggunaan Dana Alokasi Khusus Nonfisik Dana Layanan Perlindungan Perempuan dan Anak Tahun Anggaran 2021 pada pasal 6 butir a “pertemuan koordinasi dan kerjasama lintas sector pencegahan KtPA dan TPPO.  Tetapi Dinas yang bertanggung jawab sepertinya abai terdadap beberapa regulasi yang dimandatkan oleh Gubenur dan UU di atasnya.

Pada periode tahun 2019-2021 implementasinya P2TP2A sepertinya kurang pelibatan multistakeholder dalam perencanaan, koordinasi ataupun evaluasi. Masih ingat pada hari Ibu tanggal 22 Desember 2020  hearing di DPRD tuban tentang “Komitmen DPRD dan PEMDA terhadap implementasi PERDA perlidungan perempuan dan anak” Dinsos mengatakan tidak bisa melakukan rapat koordinasi P2TP2A karena anggaran terpangkas untuk Covid-19. Padahal masa pandemic covid-19 segala bentuk pertemuan atau rapat dilakukan secara daring.

"Pertanyaannya adalah apakah itu hanya alasan belaka atau memang Dinsos ingin bergerak sendiri dan mengabaikan aturan perundang-undangan? Kalau memang demikian tidak heran jika situasi dan kondisi perlidungan perempuan dan anak di Kabupaten Tuban semakin miris," imbuhnya.

Dengan adanya dana dari APBD dan DAK KEMENPPA untuk perempuan dan anak, Kabid PPA masih mengatakan “seandainya bisa kami di dukung dengan dana”. Artinya pencegahan perkawinan anak belum menjadi prioritas.

Oleh karena itu Pemerintah Daerah Tuban berkewajiban untuk menjalankan dan mengaktifkan kembali koordinasi P2TP2A sebagai lembaga pemerintah yang memberikan layanan perempuan dan anak korban kekerasan

Menjalankan Surat Edaran Gubernur nomor 474.14/810/109.5/2021 tentang Pencegahan Perkawinan Anak di Wilayah Kabupaten/Kota Jawa Timur.

Mensosialisasikan dan tranparansi PERMEN PPA Nomor 1 tahun 2021 tentang Petunjuk Teknis Penggunaan Dana Alokasi Khusus Nonfisik Dana Layanan Perlindungan Perempuan dan Anak Tahun Anggaran 2021.

"Melibatkan stakeholder dalam kepengurusan P2TP2A dalam perencanaan, koordinasi dan evaluasi perlindungan perempuan dan anak korban kekerasan. Terakhir Ketua DPRD Kabupaten Tuban melakukan pemantauan terhadap pelaksanaan dan penganggaran sistem perlidungan perempuan dan anak korban kekerasan," pintanya.

Terpisah, Kepala Dinsos Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (P3A) Tuban, Eko Julianto maupun Ketua DPRD Tuban, Miyadi sejak tanggal 5 Juli belum bisa dikonfirmasi oleh reporter blokTuban.com. [ali/ono]