Gomang Menjadi Damar Jati, Sudah Diramalkan Sejak Dulu

Reporter : Ali Imron

blokTuban.com – Gomang merupakan salah satu nama dusun di Desa Laju Lor, Kecamatan Singgahan, Kabupaten Tuban. Di wilayah ini sejak tahun 1977 sudah berdiri pondok pesantren Nurussalam dan Wali Songo Gomang.

Sebelum Islam masuk ke Gomang, masyarakat setempat memiliki sebuah kepercayaan kejawen kuno. Yakni Sapto Darmo aliran penyembah matahari dan sembahyang menghadap ke timur.

Informasi ini dibenarkan oleh K.H. RM Abraham Naja Mangku Negara alah satu pengasuh Ponpes Nurussalam Wali Songo. Sesepuh atau kiai aliran Sapto Darmo yang ada di Kabupaten Blora sudah memprediksi bahwa Gomang suatu saat akan menjadi damar jati. Artinya sebuah permukiman yang banyak ditumbuhi pohon jati, namun ramai penduduknya.

“Sok ben Gomang bakal dadi damar jati, lamun ono jago liring kuning soko kidul wetan utowo jago ireng galih soko kidul kulon,” ujar Gus Naja kepada reporter blokTuban.com, Jumat (23/4/2021).

Waktu itu pertama memang yang dikirim Kiai Sarbini jago liring kuning dari Nganjuk, dengan ciri-ciri orangnya berkulit putih dari arah selatan timur. Utusan ini saat memasuki Gomang belum berhasil.

Dikirimlah beberapa utusan lagi hingga utusan ke sembilan yaitu KH. Nur Nasroh Hadiningrat. Kiai Nasroh ini berasal dari Yogyakarta dan berciri ireng galih, kalau dari Tuban letak asalnya dari selatan barat.

Dengan ciri-ciri yang dimiliki Kiai Nasroh, para masyarakat setempat sudah menduga bahwa utusan ini sesuai dengan ramalan sesepuhnya di Kabupaten Blora. Sekalipun sudah ada ramalan, namun perjuangan menyiarkan islam tidak mudah.

“Puluhan tahun terlewati, alhamdulillah sekarang santrinya banyak pondoknya besar. Sekaligus tidak lepas doa dari Kiai Sarbini yaitu pondok Wali Songo bakal ramai seperti kecamatan,” jelasnya.

Data yang dimiliki Gus Naja, jumlah santri di pondok Gomang putra putri sekitar 700 santri. Di tahun pertama pondok berdiri baru ada tujuh Kepala Keluarga (KK), saat ini sudah berkembang hingga 200 KK.

Pondok Gomang sendiri terletak di areal perbukitan dengan ketinggian 470 meter di atas permukaan laut. Keberadaannya di tengah hutan jati membuatnya nampak asri dan sunyi.

Santri di pesantren ini tidak hanya belajar dan mendalami ilmu agama,  akan tetapi juga belajar untuk mencintai alam dan lingkungan. 

Mereka berasal dari hampir seluruh nusantara dan memiliki latar belakang yang berbeda-beda, termasuk banyak juga mantan narapidana atau penjahat yang hendak bertobat. Di antara yang sudah tobat tetap tinggal di pondok.[ali/ono]