Reporter : Ali Imron
blokTuban.com - Sejumlah pendaki asal Kabupaten Tuban pernah mengalami kejadian mistis di Gunung Argo Lasem, Kabupaten Rembang. Pengalaman tersebut diungkap salah satu pendaki gunung asal Kecamatan Tambakboyo, Alpin, Sabtu (30/1/2021).
Alpin sendiri memiliki hobi mendaki sejak masih kecil. Darah pendaki ayahnya mengalir ke dalam nadinya. Dalam sebulan ia bisa mengaki Gunung Argo Lasem dua sampai tiga kali, dan hingga sekarang tidak bisa dihitung lagi berapa kali ia mendakinya.
Sebagai seorang pendaki, Alpin mengaku baru di tahun 2018 bersama 9 pendaki lainnya mengalami hal mistis. Sebelum merencanakan pendakiannya, Alpin bermimpi dua kali.
Di mimpi pertama ia mengabaikannya dan menganggap sebagai kembang tidur. Beberapa hari kemudian mimpi yang sama kembali dialaminya. Dalam mimpinya ia melakukan perjalanan di Gunung Argo Lasem. Seolah-olah ada bisikan untuk mendaki lagi.
"Kebetulan dua bulan terakhir sudah tidak mendaki Gunung Argo Lasem. Tiba-tiba mimpi seperti itu dan tidak ada yang dikasih tahu soal mimpi tersebut termasuk ayahnya," ucap Alpin saat dijumpai di salah satu warung kopi di Desa Sobontoro, Tambakboyo.
Tanpa diduga Alpin diajak mendaki ke Argo. Tanpa banyak alasan ia kemudian mengiyakan ajakan itu. Persiapan bekal dan sesuatu lainnya telah dibagi.
Kali ini, ada 10 pendaki termasuk Alpin yang siap meluncur Argo Lasem menggunakan 5 motor. Tujuh laki-laki dan tiga perempuan. Ia berangkat dari Tambakboyo, dan berhenti sejenak di Bancar untuk menunggu satu pendaki cewek yang masuk rombongannya.
Dari sini, Alpin sudah memiliki perasaan tak enak. Si perempuan datangnya terlambat dan dijemput bukan dari rumahnya. Tanpa disadari, si perempuan tersebut sedang menstruasi dan tetap ikut pendakian di gunung dengan ketinggian di bawah 1.000 Mdpl.
Bagi Alpin tidak etis jika perempuan yang haid/menstruasi naik gunung. Tapi kembali ke diri masing-masing pendaki, bagaimana keyakiannya soal hal itu.
Meski sudah dapat ijin dari orang tuanya, perempuan tersebut meminta dengan cara memaksa. Dengan berat hati, pendakian ke Argo Lasem direlakan.
"Dari sini kejanggalan dimulai. Ijin orang tua sangat penting, tanpa itu kita tidak tenang selama perjalanan," imbuhnya.
30 menit berlalu, rombongan Alpin tiba di bascamp Gunung Argo. Seluruh anggota diminta untuk makan, tapi si perempuan itu berkata sudah.
Perjalan pun dilanjutkan start pukul 15.00 Wib tanpa ragu. Kemudian berhenti di pertigaan Sukunan dan Dadapan sekitar pukul 15.30 Wib. Seseuai kesepakatan awal saat istirahat dilarang tiduran dan ternyata si perempuan itu tiduran dan beberapa saat sempat tertidur.
Pikiran Alpin sudah tidak enak melihat sikap perempuan asal Bancar itu. Alasan ia melarang tiduran karena staminanya akan menurun drastis. 15 menit berlalu dan perjalanan berlanjut dengan santai.
Menjelang waktu adzan Magrib atau Sandi Kala, Alpin meneriaki rombongannya apakah masih sehat dan dijawab sehat. Tak lama terdengar suara adzan dan rombongan harus berhenti sejenak.
" Sembilan orang telah berhenti tapi si perempuan itu justru berjalan terus tanpa menghiraukan kami. Sempat kami teriaki tapi sekejap terlihat pikirannya kosong," ujarnya.
Selama perjalanan Alpin sudah curiga karena si perempuan tersebut tidak berkata sepatahpun. Tatapannya selalu ke bawah dan mengabaikan aturan rombongan.
Dua orang dilewati perempuan itu dan akhirnya dihentikan paksa. Saat dipegang tubuh perempuan itu langsung lemas. Saat ditanya sudah makan, perempuan itu menggeleng pelan.
Tim logistik seketika itu langsung membuka tas ranselnya. Disodorkanlah selapis roti tapi hanya dimakan sedikit oleh perempuan itu. Ke 9 orang terus panik di ketinggian 300 Mdpl.
Alpin dan rombongannya terkejut ketika tahu perempuan itu sedang haid. Salah satu rombongan ada yang memberanikan diri bercerita, tapi itu membuat kondisi makin panik.
Saat lantunan lafadz Allahu Akbar Allahu Akbar berkumandang, perempuan itu mendadak mencengkeram sendiri. Rombongan kemudian melonggarkan tali sepatu dan kerudung. Saat ditekan jempol kakinya, perempuan itu nampak marah.
Saat kondisi panik, Alpin sadar dua laki-laki rombongannya mendahului dan sampai di puncak. Sekarang tinggal bertujuh yang menjaga perempuan yang sedang kerasukan.
Sempat ada yang mencoba mengejar dua orang yang sudah jauh di depan tapi tidak sampai. Kemudian rombongan membaca doa-doa, dan setiap kali ada pendaki lain yang lewat dimintai tolong tapi semuanya angkat tangan.
Melihat erangan dan cengkeraman perempuan itu makin kuat, tujuh orang tersisa berdiskusi. Diputuskan dua orang harus kembali turun ke bawah untuk meminta pertolongan warga terdekat. Salah satu yang dapat tugas turun adalah Alpin.
Sekitar pukul 18.30 Wib, Alpin dan teman laki-lakinya merasa parno dan tidak berani berjalan duluan. Alpin akhirnya yang memulai berjalan dengan bermodal lampu senter handphone.
Selama perjalanan turun bulu kuduk Alpin merinding, merasakan ada sesuatu besar mengikutinya. Benar saja di depan keduanya ada seekor ular besar melintas. Antara takut dan nekat keduanya memutuskan untuk berdiam mematung sambil komat kamit baca doa.
Selepas ular menghilang, akhirnya sampai di rumah warga dan diceritakanlah kondisi teman perempuannya yang kerasukan di atas gunung. Tiga orang warga berangkat, dua orang naik motor dan satu lainnya berjalan bersama Alpin dan rekannya.
"Saya bersyukur warga terdekat sangat tanggap dengan kondisi teman perempuan kami," tandasnya.
Perempuan yang kerasukan kemudian digendong warga, diikuti dengan rombongannya lainnya yang kondisinya sudah capek. Kekompakan rombongan juga teruji, dimana satu dengan lainnya saling tuduh dan menyalahkan.
Sepanjang karir pendakian Alpin baru sekali itu gagal sampai puncak. Dengan lapang dada rombongan kembali ke Tuban.
Alpin mengakhiri cerita bahwa sebuah pendakian adalah kegiatan untuk melawan ego diri sendiri. Sebaik apapun seseorang dalam kondisi normal, akan berbeda sikapnya jika ikut pendakian.
"Teman kita egois atau tidak. Gimana solidaritasnya di atas ketinggian. Pesan saya jangan meremehkan gunung," tutup Alpin. [ali/ono]