Ramai Boikot Produk Perancis, Ketum PP. GP. Ansor: Itu Mengada-Ada

Reporter : Ali Imron

blokTuban.com - Melalui kanal Youtube Sekretariat Presiden, Sabtu (31/10/2020), Presiden Jokowi mengatakan pernyataan Presiden Perancis, Emmanuel Macron, "menghina agama Islam" dan "telah melukai perasaan umat Islam di seluruh dunia". Tidak dijelaskan detail pernyataan yang mana yang ia sebut menghina.

Meski demikian, konteksnya jelas: Macron sedang menanggapi pembunuhan terhadap seorang guru bernama Samuel Paty setelah di kelas ia mengajarkan kebebasan berekspresi dengan membawa contoh karikatur Nabi yang diterbitkan majalah satire Charlie Hebdo pada 2015. Macron bilang ia akan melanjutkan perjuangan kebebasan berpendapat di negaranya.

Tanggapan terhadap Macron meluas hingga seruan agar publik memboikot segala produk asal Perancis. Di Indonesia, seruan itu disampaikan oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) melalui surat pernyataan Nomor: Kep-1823/DP-MUI/X/2020 tertanggal 30 Oktober.

"MUI menyatakan sikap dan mengimbau kepada umat Islam Indonesia dan dunia untuk memboikot semua produk yang berasal dari negara Perancis," tulis Wakil Ketua Umum MUI Muhyiddin Junaidi dalam edaran.

Ketika di Kabupaten Tuban, Ketua Umum PP. GP. Ansor, Yaqut Cholil Qoumas buka suara soal ramainya seruan pemboikotan tersebut. Boikot adalah tindakan mengada-ngada.

"Jika benar mau boikot kita contohkan Pesawat Air Bus itu buatan Perancis. Mereka mau haji dan umroh tidak, kalau berangkat kan naiknya Air Bus. Kalau menolak produk Perancis itu mengada-adalah," ucap Gus Yaqut kepada blokTuban.com.

Salah seorang ustad juga sempat melontarkan untuk perang ekonomi dengan Perancis dengan memboikot Aqua misalnya. Tidak ada pengaruhnya boikot-boikot semacam itu dan merupakan kesia-siaan. Islam juga tidak pernah mengajarkan kesia-siaan.

Kasus di Perancis, lanjut Gus Yaqut harus didudukkan dengan proporsional. Presiden Perancis keliru sama seperti yang disampaikan Presiden Jokowi. Radikalisme juga harus dikecam.

"Tidak ada satupun agama yang mengajarkan pembalasan dengan kekerasan seperti aksi terorisme," tandasnya. [ali/ito]