KPR Kawal Perempuan Pesisir Socorejo Membuat Pos Bantuan Hukum

Reporter : Ali Imron

blokTuban.com - Sekolah Paralegal berbasis Perempuan Pesisir Desa Socorejo sudah rampung tanggal 4 September 2020. Closing Sekolah Paralegal diakhiri dengan prakter persidangan semu yang diperankan oleh Ibu-Ibu Paralegal. Mereka ada yang berperan sebagai majelis hakim, jaksa, penutut umum, rohaniawan, tersangka dan saksi.

Sebagai tindak lanjut, alumni sekolah paralegal berbasis perempuan pesisir melaksanakan diskusi di pantai semilir Desa Socorejo, Kecamatan Jenu membahas tentang rencana kerja bersama pada Sabtu (10/10/2020).

Pembahasan rencana kerja bersama diikuti 18 paralegal dan dimulai tepat pukul 09.30 WIB- 12.00 WIB. Lokasi yang dipilih berada di pintu masuk Pantai Semilir sehingga bisa disaksikan oleh para pengunjung dan wisatawan.

Ibu-ibu membahas pencana kerja bersama secara sederhana dengan nuansa kekeluargaan. Duduk lesehan di atas tikar dengan tetep mematuhi protokol kesehatan, mendirikan papan sebagai media menulis saat diskusi dan meminjam sound system portable milik Pemerintah Desa Socorejo. Kebutuhan lapang pelaksanaan pembahasan rencana kerja bersama didukung penuh oleh Zubas Arif Rahman Hakim, selaku Kepala Desa Socorejo.

Proses pembahasan rencana kerja bersama dibuka oleh Ketua Koalisi Perempuan Ronggolawe dan di fasilitatori oleh Nunuk Fauziyah selaku Senior Advocate and Researcher Koalisi Perempuan Ronggolawe.

Dalam pembukaan, Ketua KPR Tuban, Warti menyampaikan maksud dan tujuan bahwa pertemuan kali ini merupakan bentuk tindak lanjut dari closing sekolah paralegal yang nantinya sebagai alumni memiliki rasa tanggungjawab untuk melanjutkan dan menularkan informasi tentang perlindungan terhadap perempuan dan anak kepada masyarakat khususnya Desa Socorejo.

"Ibu-ibu bersemangat dan menyatakan bahwa memiliki beban tersendiri ketika dinyatakan sebagai alumni sekolah paralegal. Sehingga harus ada yang dilakukan sebagai bentuk komitmen selama mengikuti sekolah paralegal," ucap Warti kepada blokTuban.com.

Ibu-ibu paralegal juga diajak mengingat kembali undang-undang yang memberikan perlindungan kepada perempuan dan anak. Forum mulai riuh ketika Fatonah menjawab antara UU PA dn UU TPPO nomornya tertukar. Kemudian Dewi meluruskan UU Nomor 21 Tahun 2007 tentang TPPO dan UU Nomor 35 tahun 2014 tentang Perlindungan Anak.

Selain itu juga mengingat kembali bentuk kekerasan menurut UUPKDRT ada empat yaitu kekerasan fisik, psikis, seksual dan penelantaran. Selanjutnya forum dihandle oleh Nunuk untuk memfasialitasi rencana kerja bersama.

Nunuk mengawali forum dengan menanyakan kepada paralegal mengenai perihal pertemuan kader paralegal socorejo. Kemudian menjelaskan tentang tujuan dari rencana tindak lanjut, namun dia lebih menekankan jika pertemuan kali ini akan membahas rencana kerja bersama. Karena kalau tindak lanjut maka akan terrus berlanjut dan tidak ada batasannya. Jika rencana kerja bersama maka ada hal konkrit yang akan dilakukan oleh para ibu-ibu alumni sekolah paralegal.

"Peserta kami ajak untuk menetukan rencana kerja apa saja yang akan dilakukan oleh alumni sekoolah paralegal. Rencana kerja yang kongkrit, disesuaikan dengan kemampuan SDM ibu-ibu paralegal dan bisa diimplementasikan," sambungnya.

Untuk menjawab hal itu, Nunuk mengajak ibu untuk berdiskusi dan sharing dengan metode berkelompok. Sejumlah 18 Ibu-ibu paralegal dibagi menjadi 3 kelompok. Pembagian kelompok dilaksanakan secara adil dan transparan dengan metode berhitung 1-3, sehingga ibu-ibu yang mendapat nomor 1 berkumpul dengan nomor satu dan seterusnya.

Diskusi diberi waktu 30 menit dan selanjutnya setiap kelompok menunjuk satu orang untuk mempresetasikan hasil diskusi. Hasil diskusi ketiga kelompok sama-sama akan membentuk pos bantuan hukum. Dari kelompok 2 yang dipesertasikan oleh Marfuatin mengusulkan pembentukan pos bantuan hukum yang ditempatkan di RT 1 Desa Socorejo yang dikoordinatori oleh Dewi Rohmah.

Kelompok 3 dipresentasikan oleh Dewi mengusulkan pembentukan pos bantuan hukum yang ditempatkan di RT 2 Desa Socorejo yang dikoordinatori oleh Rumiyati. Sedangkan kelompok 1 yang dipesertasikan oleh Fatimah mengusulkan pembentukan pos bantuan hukum yang ditempatkan di Balaidesa Socorejo yang dikoordinatori oleh Muslimah.

Posbankum tersebut dibuat sebagai media untuk melaporkan permasalahan dan konsultasi perempuan dan anak yang menjadi korban kekerasan. Setiap posbankum ada 5-6 paralegal yang bertanggungjawab untuk mengelolanya mulai dari administrasi, konseling dasar hingga rujukan kasus ke Koalisi Perempuan Ronggolawe.

Tatacara pelaporannya juga mudah bisa datang langsung atau menghubungi nomor telpon yang disertakan pada banner yang nanti akan dipasang dimasing-masing pos. Ibu-Ibu mengusulkan posbankum di tempatkan di rumah RT atau balai desa agar warga mudah mengakses, aman dan bersifat rahasia karena semua urusan atau permasalahan warga pasti mengadu ke balaidesa dan RT.

Dari ketiga hasil presentasi tersebut disepakati dan disetujui bahwa posbankum akan ditempatkan di 3 titik yakni RT 1, RT 2 dan Balai Desa Socorejo. Sebagai bentuk tindak lanjut dari hasil rencana kerja, ibu-ibu paralegal berencana pada mengajukan audiensi kepada ketua RT 1, Ketua RT2 dan Kepala Desa Socorejo untuk menyampaikan hasil rencana kerja bersama dan mengajukan ruangan khusus posbankum di Balai Desa Socorejo. [ali/ito]