Kisah Ali Nur, Suka Duka Sembuh dari Reaktif

Reporter: M. Anang Febri

blokTuban.com - Sore itu di sebuah gang sempit di lingkungan RT 03 RW 02 Dusun Lampah, Desa Sumberejo, Kecamatan Rengel, Nur Ali (45) nampak memulai aktifitasnya dengan santai.

Seperti hari-hari biasa sebelum wabah corona melanda, ia di rumah menunggu para pelanggan yang datang untuk membeli olahan tempe yang ia buat. Ya, lelaki bernama lengkap Ali Nur Hasan itu adalah seorang wiraswasta pembuat tempe produksi rumahan, yang biasa juga berdagang menjajakan olahan tempe di Pasar Kota Bojonegoro.

Di tengah logat dan gerak gerik santai dan tenang itu, Ali Nur adalah satu dari beberapa pedagang yang dinyatakan reaktif Covid-19 pasca dilakukan tes Rapid masal di Pasar Bojonegoro beberapa waktu lalu.

"Ceritanya, malamnya kan saaya jualan di Bojonegoro. Pas itu, saat itu semua harus mengikuti rapid test," buka Ali Nur mengulas cerita.

Waktu itu, sambungnya, ada sekitar 86 orang yang reaktif pasca rapid test. Di antaranya, 11 orang dari Tuban, dan sisanya 75 dari Bojonegoro.

Setelah tahu keadaan Ali Nur reaktif, pemerintah desa setempat dan kepolisian dari Polsek Rengel langsung melakukan koordinasi. Ia ditelpon dan diimbau agar karantina di rumah saja, tidak boleh keluar.

"Setelah 15 hari menunggu hasil Swab dari Surabaya, Alhamdulillah hasilnya negatif. Itu 2 hari sebelum hari raya surat negatif baru turun," jelasnya.


Dagangan Tak Laku, Hingga Diisukan Meninggal Sebab Covid-19

Usai keluar bukti surat dari tes Swab yang menyatakan bahwa Ali Nur negatif dari serangan Corona Virus Disease (Covid-19), ia merasa sangat bersyukur. Sebab, ia mulai jengah ketika dalam karantina selama 15 hari, mulai tanggal 8 Mei 2020 tak melakukan aktivitas apapun. Termasuk bekerja.

Bapak dua anak ini sempat membuang beberapa kuintal olahan tempe ke Bengawan yang sebelumnya ia olah namun tak jadi ia jual sebab karantina mandiri. Waktu berlalu, ia pun ingin memulai pekerjaan memproduksi olahan tempe lagi.

"Setelah hasil Swab keluar, ada yang beri tanggapan positif, negatif juga ada. Ada yang nggak respon, yang nolak juga ada, yang simpatik juga banyak," kisah Ali.

Jika biasanya sebelum dinyatakan reaktif, ia mampu menjual lahan tempe hingga 60 Kg. Namun saat ini, sebagai permulaan ia hanya berani memproduksi 40 hingga 45 kg olahan tempe per hari.

Ia bersyukur, sebab orang-orang dari pelanggannya yang kemarin lalu cuek, tak merespon, bahkan menolak kehadirannya berdagang tempe sebab ada isu ia terkena positif Covid-19, sekarang dikit demi sedikit mulai berdatangan kepadanya lagi.

"Soalnya juga ada, di daerah Tomerto, Karangtinoto saya dikabarkan sudah meninggal. Jadi, pas malam itu ada WA diberitakan bakul (penjual) tempe itu (Ali Nur red*) meninggal, tapi ada yang nelpon juga karena simpati. Dan tahu kalau saya tidak meninggal," ungkap dia dengan mata berkaca-kaca, tak habis pikir jika ia dikabarkan meninggal.

Dari kejadiantersebut, sambung Ali, kita ambil hikmah saja. Semoga tak ada lagi orang,-orang seperti Ali Nur. Kalau ada orang yang reaktif, jangan langsung kita vonis menjadi orang yang positif Corona.

"Reaktif itu masih perlu tingkatan proses lagi, jangan langsung divonis corona. Dari saya, semoga orang-orang semakin ngerti, semakin paham, bagaiman orang reaktif dan orang positif Corona," pungkasnya berharap. [feb/ito].