Bukan dari Keluarga Kaya, Lima Kisah Polisi Ini Menginspirasi

 

Reporter: Ali Imron

blokTuban.com - Tak semua polisi berasal dari keluarga kaya raya. Di Kabupaten Tuban ada kisah menarik dari lima polisi yang baru diterima menjadi anggota kesatuan. Akademiknya bahkan ada yang terbaik se-Tuban.

Kisah tersebut diungkap, saat lima polisi baru ini dilibatkan Kapolsek Senori, AKP Musa Bakhtiar dalam kampanye pendaftaran anggota polisi tahun 2020 kepada warga, pelajar, petani, penjual sayur, hingga santri di kawasan pondok pesantren setempat.

Kisah pertama, dari Bripda Robin Kurnia Rohmatullah. Pemuda asal Dusun Mendalan RT02/RW02 Desa Mandirejo Kecamatan Merakurak, Tuban ini dibesarkan di kalangan keluarga biasa.

Ayahnya bernama Muntayir diceritakan hanya sebagai pegawai swasta. Dan Ibunya Handriani bekerja sebagai ibu rumah tangga.

Robin dalam bidang akademik mendapat rangking 4. Ketika mendaftar Akpol rangking 6. Ini sebagai bukti bahwa putra Kabupaten Tuban berkompeten dan patut diperhitungkan.

"Giat berlatih dan yakin adalah kunci tercapainya cita-cita," terang Robin.

Kisah kedua dari Bripda Fikri Rayndra Firmansyah Triono. Dia tinggal di Jalan Samas B1 no 18 Perum Permata Bonang, Kecamatan Tuban.

Sama dengan Robin, Rayndra juga tak ingin membebani orang tuanya ketika mendaftar polisi. Ayahnya Djoko Triono bekerja swasta di Papua dan Ibunya Dewi Kumalasari sebagai pegawai swasta.

Tuntutan pekerjaan ayahnya pindah pulau, dan kota, menjadikan Rayndra kurang kasih sayang dari ayahnya. Hanya ibunya yang mendampinginya hingga sukses menjadi polisi muda.

Kendati anak mama, pemuda ini punya tekat untuk berusaha untuk tidak menyusahkan dan menambah beban keluarga. Pesan ibunya yang diingat, setelah jadi polisi bisa lanjut kuliahnya. Sedangkan jika setelah SMA langsung kuliah, masih harus bersaing mendapat peluang kerja.

Pengalaman pahit juga dialaminya. Secara alamiah giginya tidak rata. Karena ingin ikut tes polisi, giginya dipasang kawat selama tujuh bulan. "Rasanya sakit sampai tidak bisa makan. Tiap hari makan bubur ayam terus," imbuhnya.

Hampir tiap minggu, dia bertolak ke Bojonegoro untuk mengikuti tes psiko dan fisik. Selain itu, tiap sore jogging di area Kompi Senapan C Tuban. "Kalau latihan upayakan punya target. Misal hari ini push up 10 kali besoknya dinaikkan jadi 20 kali," pesannya.

Tak kalah menariknya kisah Bripda Yusi Vava Kurniawan. Pemuda ini dibesarkan di Desa Sambonggede RT 001/ RW 002 Kecamatan Merakurak Tuban. Ayahnya bernama Eka Yuliawan Supriyatna bekerja sebagai kuli bangunan dan Ibunya Siti Ningrum sebagai ibu rumah tangga, tetap membuat Yusi gigih dan tak patah arang.

Dia daftar polisi waktu itu masih duduk kelas tiga, belum lulus. Pendaftaran polisi jalur online ditempuhnya. Pernah juga mendaftar di beberapa perusahaan jaringan SMKnya, tapi belum beruntung.

Selain daftar polisi, Yusi juga membuat plan B yaitu daftar juga di Universitas Trunojoyo Madura. Waktu lolos tes, dan alasan daftar kuliah untuk jaga-jaga jika keinginan menjadi polisi gagal.

"Itu opsi saya, kalau polisi tidak beruntung bisa lanjut kuliah," tambah polisi Bintara itu.

Berbeda dengan polisi lainnya, Yusi tidak menempuh pemeriksaan kesehatan. Waktu itu dia mengalami varises di betis kakinya. Dia juga tidak mengikuti les psiko ataupun fisik, tapi berlatih mandiri.

Perjalanan Bripda Agung Munawar juga bikin haru. Pemuda asal Gedongombo Semanding Tuban ini, berasal dari keluarga petani. Ayahnya bernama Manito dan Ibunya Karsilah sebagai ibu rumah tangga.

Agung merupakan anak bungsu dari empat bersaudara. Kakak pertama dan kedua menjadi polisi. Kakak ketiga berprofesi guru, dan dia mengikuti jejak kedua kakaknya.

"Proses saya berbeda setelah lulus SMK, setahun fokus latihan," ungkap Agung.

Selama setahun dia les dan sharing dengan kawannya yang pernah lulus tes polisi. Pernah terbesit pikiran pesimis bisa jadi polisi, karena waktu kakinya varises, gigi tak rata, dan infeksi.

Sebelum tes, Agung menjalani operasi dengan biaya tak sedikit. Bahkan ayahnya sampai menjual Sapi, karena sebagai petani harta ternak yang dimilikinya. "Berkat sungguh-sungguh waktu tes saya terbaik 1 Tuban," tegasnya.

Alasan pemuda ini tidak kuliah, karena prinsip keluarganya kuliah butuh biaya besar. Nanti kalau lulus juga belum tentu dapat kerja. Kisah ini hampir mirip dengan yang dialami Rayndra.

Cerita terakhir dari Bripda Okky setiawan. Pemuda ini dibesarkan di Dusun Semanding timur Rt 01 / Rw 06 , Desa/Kec. Semanding, Tuban.

Ayah Okky bernama Bambang Sutejo sebagai pensiunan Guru PNS di Lamongan, dan ibunya Lis setyowati sebagai wiraswasta buka toko di rumah. Dia anak tunggal dan pewaris semangat kedua orang tuanya.

Lebih pendek dari Agung, Okky hanya butuh waktu enam bulan latihan sebelum tes. Kelas 2 SMA sudah mulai giat latihan. Untuk melawan rasa malas, dia didukung orang tuanya untuk tetap giat berlatih.

Okky dibesarkan dari keluarga yang pernah retak. Sejak kecil ditinggal ayah kandungnya. Dukungan ayah wali/tirinya sangat kuat, sehingga mengantarkan dirinya masuk menjadi polisi pada 2 Maret 2020.

Dari lima kisah mengharukan tersebut, Kapolsek Senori, Musa Bakhtiar meyakinkan bahwa menjadi polisi tidak ditentukan dari latar belakang keluarga semata. Dari anaknya petani, kuli bangunan, bahkan pensiunan guru berkesempatan jadi polisi.

"Mereka kita hadirkan untuk bisa memotivasi pelajar. Untuk semangat, giat belajar dan menggapi cita-cita," pungkas Kapolsek asal Ngawi ini kepada blokTuban.com. [ali/lis]