Suarakan Kembali Spirit Seni Rupa Mandiri

Reporter: Ali Imron

blokTuban.com - Meskipun tanpa sokongan dana dan suport dari lembaga manapun, para pemuda asal Kecamatan Jatirogo terus bergerak untuk menyuarakan aspirasi mereka melalui kesenian.

Mereka menggelar pameran seni rupa, dengan tajuk “Doa” dan menamai pergerakan ini dengan Jatirogo Art Movement (JAM) 2019, yang dilaksanakan pada tanggal 31 Desember 2019 hingga 4 Januari 2020.

Para pemuda ini mencoba menyuarakan kembali spirit dari seni rupa, yang individualis dan mandiri serta tidak bergantung pada pihak lain, bahkan untuk menyelenggarakan sebuah kegiatan.
Konseptor dari Pergerakan JAM 2019, Juana Praja saat dikonfirmasi mengatakan, berbicara seni adalah tentang proses kreatif dan tanggung jawab sebagai seorang seniman yang mendapat fitrah dari Tuhan.

Sebuah pergerakan atau dalam seni rupa biasanya dilakukan dengan mengelar sebuah pameran, merupakan kewajiban dari seniman itu sendiri, terkait ada atau tidaknya dukungan bukanlah alasan untuk tidak menunaikan tanggung jawab tersebut.

Penyelenggaraan acara Jatirogo Art Movement (JAM) 2019 ini juga melibatkan seniman dari 17 Kota di seluruh Indonesia, proses koordinasinya pun dilakukan lebih dari satu tahun sejak 2018 lalu. Ada hampir 100 karya dari 80 lebih perupa yang tergabung dalam pameran JAM 2019 ini, mereka seluruhnya didominasi oleh generasi muda dan senior yang produktif.

Acara ini juga masuk dalam rangkaian kegiatan Biennale Jatim 8 tahun 2019, yang melibatkan 500 seniman, 40 kurator dan 65 kegiatan dari seluruh Jawa Timur.

“Pameran seni rupa JAM 2019 diikuti oleh gabungan seniman dari 17 kota kabupaten, dan tergabung dalam rangkaian event akbar dua tahunan Biennale Jatim 8 yang melibatkan lebih dari 500 orang seniman,” ujar pemuda gondrong alumni ISI Surakarta itu, Rabu (1/1/2020).

Para peserta ini mengikuti kegiatan JAM 2019 dengan sukarela, mereka bahkan rela membayar patungan sebagai kontribusi, karena kegiatan ini digelar secara mandiri dan dengan iuran kolektif.

Meskipun begitu para pemuda dari Kecamatan Jatirogo ini menolak disebut egois karena tidak menerima bantuan. Mereka menjelaskan mandiri secara substansi adalah yang berkaitan dengan tekad perupa bukan pada teknis acara.

Layaknya penyelenggaraan sebuah acara pada umumnya, yang juga membutuhkan bantuan dari pihak lain. Seni rupa juga tidak bisa lepas dari hal tersebut meskipun sejatinya bisa juga dilakukan tanpa melibatkan pihak lain.

Dalam sebuah pergerakan yang direncanakan oleh gabungan anak-anak muda yang bersemangat itu, mereka tidak mau dibingkai dalam pemahaman mengenai ego dan teknis, karena pergerakan itu merupakan kebutuhan dari setiap seniman.

“Bergerak secara mandiri bukan berarti harus bersikap egois yang dengan serta merta menolak adanya bantuan, karena jika apa yang kita lakukan adalah sesuatu yang baik pasti juga aka berimbas baik dan dapat diterima masyarakat,” terangnya.

Yang perlu ditekankan adalah tentang niat atau tekad dari masing-masing individu seniman itu sendiri. Jika ada pihak lain yang ingin medukung juga akan lebih baik, karena dapat meringankan pekerjaan dari perupa itu sendiri. [ali/rom]