Rupiah Tak Laku di Kampung Nelayan Tuban

Reporter: Ali Imron

blokTuban.com - Mata uang rupiah sejatinya menjadi alat tukar di seluruh Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).

Kendati demikian, hal berbeda dapat dijumpai di kampung warna nelayan Kabupaten Tuban, Jawa Timur. Mereka di waktu tertentu tidak lagi menggunakan rupiah untuk membeli sesuatu. Di saat membeli, para nelayan lebih menggunakan kreweng atau pecahan genting yang terbuat dari tanah merah.

Adalah di waktu barikan. Sebuah kegiatan doa bersama warisan leluhur, dimana semua orang tepatnya Kelurahan Karangsari, Kecamatan Tuban RT.02/RW.06, berkumpul dan berdoa untuk meminta keselamatan dan hal yang baik kepada penguasa alam semesta.

Agus salah satu warga setempat mengaku riang, ketika mendengar kabar hari Selasa (20/8/2019) dilangsungkan barikan. Karena saat itulah seluruh warga menumpahkan suka citanya, dengan cara saling lempar bubur towo tiga warna yang tidak berasa.

"Towo disebut juga tawar atau bubur yang tak ada rasanya," kata Agus ketika dijumpai blokTuban.com di lingkungan RT.02.

Bubur Towo yang terbuat dari tepung beras itu, sejak pagi telah dimasak ibu-ibu. Bubur sengaja dibuat tiga warna yaitu putih, biru laut, dan merah jambu. Arti dari ketiga warna inipun masih ditelusuri sesepuh kampung, karena minimnya literasi sejarah.

Konon tempat bubur ini dulunya dari cobek, dialasi daun waru yang berbentuk hati. Demi keamanan dan keselamatan saat lempar bubur, akhirnya berjalannya waktu cobek diganti dengan plastik yang lebih aman. Untuk alas daun waru masih dipertahankan.

Rupiah tak laku saat barikan, karena alat untuk membelinya adalah kreweng. Saat si penjual bubur Towo sudah memberi komando kalau bubur sudah siap, satu per satu warga mulai berdatangan.

barikan-2

Ketua RT.02/RW.06 Karangsari, Widodo langsung menggiring warga untuk segera membeli bubur dengan kreweng. Tak banyak waktu, sehingga warga harus bergegas mendapatkan bubur kemudian dikumpulkan di perempatan gang pintu masuk utama dari Jalan Nasional Panglima Besar Sudirman.

"Ayo-ayo semuanya harus ikut barikan supaya dijauhkan dari bencana," pekik Widodo sambil berjalan dengan memegangi tongkatnya.

Widodo yang dikenal sebagai tokoh lingkungan ini sumringah, karena bersama warganya bisa menguri-uri warisan yang telah lama mati suri. Berkat iktikad dan dukungan semua kalangan, barikan pun terlaksana dengan lancar dan tahun ini bersamaan dengan sedekah laut di bulan Dzulhijjah (tahun Hijriyah).

Kembali ke tak lakunya rupiah di kampungnya, Widodo hanya tersenyum. Tak banyak kata yang keluar dari bibirnya, tapi raut wajahnya terlihat jelas bahwa apa yang dia dan warganya lakukan semata-mata hanya ucapan syukur ke Sang Pencipta.

"Detail penggunaan kreweng sebagai alat beli masih tahap penelusuran. Karena barikan telah lama mati suri, jadi ada komunikasi yang putus di lintas generasi," terangnya.

Keragaman warisan di kampung nelayan Tuban ini, mengingatkan pada sistem barter yang merupakan salah satu bentuk awal perdagangan. Ulasan beberapa literasi di internet, sistem ini memfasilitasi pertukaran barang dan jasa saat manusia belum menemukan uang.

Adapun sejarah barter dapat ditelusuri kembali hingga tahun 6000 SM. Diyakini bahwa sistem barter diperkenalkan oleh suku-suku Mesopotamia. Sistem ini kemudian diadopsi oleh orang Fenisia yang menukarkan barang-barang mereka kepada orang-orang di kota-kota lain yang terletak di seberang lautan.

Sebuah sistem yang lebih baik dari barter dikembangkan di Babilonia. Berbagai barang pernah digunakan sebagai standar barter semisal tengkorak manusia. Item lain yang populer digunakan untuk pertukaran adalah garam.

Sementara daerah di Indonesia yang masih menggunakan sistem barter dalam transaksi perdagangan ada di Pasar Flores, Nusa Tenggara Timur. Persisnya di Pulau Komodo Pasar Warloka di Kabupaten Manggarai Barat, Flores. Di sana tidak ditemukan uang sebagai alat transaksi melainkan menggunakan barang. Dalam konteks seperti ini pembeli dituntut lihai dalam melakukan proses tawar menawar.

Demi menjaga kekhasan ragam budaya di kampung nelayannya, Widodo telah berembug dengan RT lainnya di Kelurahan Karangsari. Hasilnya mereka sepakat tetap melestarikan barikan dan sedekah laut setiap tahunnya. [ali/rom]