Tantangan Kelola Sampah dan Ketakutan Popok Dibakar

Reporter: Ali Imron

blokTuban.com - Secara geografis Kabupaten Tuban memiliki panjang pantai 65 Kilometer, membentang mulai dari Kecamatan Palang, Tuban, Jenu, Tambakboyo hingga Bancar. Di sepanjang bibir pantai Utara Pulau Jawa, sampah datang silih berganti meski sudah dibersihkan berkali-kali.

Sampah di pesisir bisa bersumber dari darat dan bisa juga dari laut. Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Tuban, Bambang Irawan menjelaskan, kebetulan bentuk pantai Tuban ini kan seperti kantong atau teluk, sehingga sangat memungkinkan menjadi tempat berkumpulnya sampah dari laut.

Sampai sekarang DLH tidak memiliki data sampah yang ada di laut. Ini terkait kewenangan laut, tapi untuk sampah yang bersumber dari darat, DLH tetap upayakan sosialisasi dan memberdayakan pengolahan sampah di sumber melalui bank sampah.

Terbaru ini DLH dengan dibantu CSR perusahaan di Tuban, mencoba mencegah masuknya sampah di pesisir atau di perairan khususnya sampah popok/diapers melalui penyediaan drop box sampah popok di kelurahan-kelurahan yang ada di pesisir kota Tuban.

"Bersama pegiat bank sampah mensosialisasikan sampai ke tingkat RT agar masyarakat tidak lagi membuang sampah popoknya di badan air," ucap Bambang kepada blokTuban.com, Rabu (29/5/2019).

Terkait bersih-bersih pantai, karena itu sesuai kewenangannya DLH akan terus berupaya agar sampah ini terkelola. Baik melalui pengurangan maupun penanganan. Yang jelas DLH tidak bisa melakukannya sendiri, akan bekerjasama dengan Dinas PRKP yang menangani pengumpulan dan pengangkutan sampah, dan yang tidak kalah pentingnya adalah peran dan kerjasama dari masyarakat sendiri. Inilah yang lebih penting, pengelolaan sampah sejak di sumber sampah.

Bambang berkata sebenarnya di setiap kecamatan sudah ada Bank Sampah yang diinisiasi oleh Program Kampung Idaman Berseri. Saat ini sampai tahun 2019 ada kurang lebih 81 bank sampah yang terdaftar dan sudah terwadahi dalam Forum Bank Sampah Tuban (FBST).

Tempat sampah sudah disediakan Pemkab, dan respon masyarakat terhadap keberadaan drop box sampah popok ini cukup baik dan antusias. Keterangan petugas drop box sampah popok ini memang masih ada sebagian kecil yang masih tidak mau membuang di drop box yang sudah disediakan.

Kendati demikian, ini kan proses sehingga perlu edukasi dan ini perlu waktu. Yang jelas jika ada kekhawatiran dari masyarakat yang takut apabila sampahnya dibakar. Di sini kami tegaskan bahwa pengelolaan TPA Gunung panggung tidak ada yang namanya pembakaran.

"Sampah popok dari drop box ini ditimbun secara khusus yang nantinya akan dijadikan media tanam untuk penghijauan di keliling TPA," jelasnya.

Lebih dari itu, untuk pengelolaan sampah di bagian hulu atau di sumber, nantinya akan dioptimalkan pengelolaan dari dana desa maupun dana kelurahan. Dari DLH akan mengupayakan pendampingan dan bimbingan untuk pengelolaannya. Kalau di tiap desa ataupun kelurahan tersedia fasilitas pengolahan sampah maka target pengurangan sampah akan tercapai lebih mudah.

Sedangnkan untuk strategi pengelolaan di hilir yaitu di TPA, DLH sedang mengembangkan teknologi pengolahan sampah yang nantinya sampah akan digunakan sebagai alternatif bahan bakar. Ini istilahnya Refuse Derived Fuel. DLH sudah melangkah bekerjasama dengan PT. Semen Indonesia, saat ini sedang studi awal teknis dan pemilihan teknologi.

"Diharapkan nantinya sampah ini akan jadi bahan bakar alternatif di pabrik semen," tutupnya. [ali/rom]