Perusahaan di Tuban Abai Rencana Kontijensi Kegagalan Teknologi Industri

Reporter : Sri Wiyono


blokTuban.com – Kejadian kebakaran yang berada di dekat lokasi perusahaan pengolahan gas PT Ghasuma Federal Indonesia (GFI) di Desa Sokosari, Kecamatan Soko, Tuban mengagetkan. Meski terbilang kecil, namun kebakaran tersebut menebalkan keyakinan betapa rentannya usaha tersebut terhadap kondisi darurat.

Meski kebakaran tersebut cepat teratasi, namun tak menjamin kejadian serupa tak terulang lagi di masa mendatang. Karena itu, perusahaan sejenis GFI, juga perusahaan lain yang rawan terjadi kondisi darurat seharunya menyusun rencana kontijensi.

Yakni rencana yang telah dirancang pada keadaan yang tidak tetap, dengan jalan atau alur yang telah disepakati, teknik, manajemen dan berbagai pelaksanaan. Rencana itu telah ditetapkan secara bersama dengan berbagai penaggulangan jika ada karena keadaan darurat. Seperti harapan pemkab Tuban. Namun, perusahaan di Bumi Wali masih abai terkait rencana kontijensi kegagalan teknologi industri atas perusahaannya.  

‘’Pemkab Tuban telah menginisiasi kepada stakeholder terutama dunia usaha termasuk PT. Ghasuma Federal Indonesia untuk penyusunan rencana kontijensi ini sejak 2014 silam,’’ ujar Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Tuban Joko Ludiyono Rabu (20/6/2018).

Menurut Joko, dari sekian banyak perusahaan di Tuban, baik yang skala kecil, menengah dan besar semua sudah menerima sosialisasi tersebut. Hanya, dari mereka sampai saat ini baru dua perusahana yang patuh dan menyusun rencana kontijensi kegagalan teknologi industri tersebut.

‘’Saat ini yang sudah menyusun rencana kontijensi itu adalah perusahaan JOB PPEJ dan PT. TPPI. Kami sebutkan semoga bisa menginspirasi dunia usaha lain yg ada di Kabupaten Tuban,’’ harapnya.

Menurut mantan Camat Widang itu, rencana kontijensi sangat penting untuk dilaksanakan ketika keadaan darurat datang. Sehingga, perusahaan tinggal melaksanakan apa yang sudah dirancang dengan harapan bisa meminimalisir dampak dari kondisi darurat tersebut.

Terkait aturan itu, lanjut dia, ada di UU nomor 24 tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana. Di Kabupaten Tuban, UU tersebut disikapi dengan adanya Perda nomor 4 tahun 2010. Di UU tersebut, beber Joko, disebutkan industri yang memliki resiko tinggi harus menyusun analisa resiko. Juga disebutkan sanksinya jika tidak melaksanakan.

‘’Hanya, kelemahannya petunjuk tentang analisanya belum diatur dalam PP dan juklak. Tapi kami terus menyosialisasikan soal ini,’’ tandasnya.[ono]