Anak Milenial 'Pedenya Selangit', Simak Alasannya

Reporter: -

blokTuban.com - Dunia selalu mendapatkan kejutan ketika generasinya berganti. Belakangan, anak-anak yang masa kecilnya kerap dimarahi karena terlalu banyak berurusan dengan video game, terlalu banyak main keluar rumah, terlalu banyak jajan, kini malah mengubah semua kebiasaan itu menjadi industri baru.

Mereka kini percaya diri (PD) atau pede untuk tampil sebagai game publisher, pembuat aplikasi, pembuat konten YouTube, mungkin juga merangkap travel blogger, influencer, hingga menjadi pebisnis kedai kopi, ayam saus keju, dan kuliner lainnya.

Pemisalan lainnya dalam hal fashion. Mereka mengenakan sneaker ke tempat kerja, dan malah makin lazim.

Mereka yang juga disebut kelompok milenial (lahir 1980-2000) ini tampil sesuai dengan apa yang mereka inginkan, dan seunik mungkin.

Setidaknya hal-hal di atas bisa menjadi cerminan tahap awal bagi para orangtua untuk memahami anak-anaknya yang masuk dalam generasi kekinian tersebut.

"Mereka juga terobsesi untuk semakin terkenal," tulis Joel Stein, kolumnis di Time.com dalam artikel "Millennials: The Me Me Me Generation".

Joel dalam artikelnya itu kemudian menggambarkan asal muasal "pede selangit" generasi milenial.

Salah satunya karena tingkat pendidikan yang lebih baik, di samping era internet yang memudahkan akses akan segala hal, termasuk untuk belajar memulai bisnis, hingga mempelajari cara untuk menjadi dikenal.

Segala hal itu sebenarnya tidak muncul tiba-tiba. Orangtua anak-anak ini merupakan generasi baby boomers yang membawa revolusi sosial kepada generasi setelahnya.

Contoh kecilnya bisa dilihat dari budaya ketika orangtua-orangtua ini mulai memajang foto-foto di rumah, menunjukkan bagaimana keluarga mereka kepada siapa pun yang bertandang.

Pada era sekarang, mungkin wujudnya adalah membuat blog lalu vlog, hingga membanjiri akun media sosial dengan dokumentasi aktivitas keseharian sehingga banyak orang lalu kenal satu sama lain lebih jauh.

"(Para orangtua) golongan baby boomers ini dulu membuat semacam revolusi sosial karena memang mereka belum punya hal tersebut pada masanya," ujarnya.

Joel kemudian mengutip seorang profesor bidang psikologi di San Diego State University yang melihat bagaimana budaya orangtua menyebut anak-anaknya "jagoan", "princes" sehingga muncul perasaan spesial dan membuat tingkat percaya diri atau ke-pede-annya terus membubung.

Paparan di atas serta-merta bisa membuahkan pemahaman bagi para orangtua terhadap tindak tanduk, termasuk juga segala hal yang akhirnya dipilih oleh anak-anak ini.

Kita bukan hanya bicara mengenai jalan pikir dan hidup mereka, melainkan juga hal-hal seperti pilihan baju, sepatu, rambut, tempat tinggal, mobil, dan segala aspek dalam kehidupan yang mencirikan hal-hal baru dibanding generasi sebelumnya.

Baju dan sepatu pun semakin hari bukan sekadar fungsi, melainkan sangat penting untuk mempertimbangkan faktor estetika.

Begitu pula dengan desain interior. Manajer ruang pamer desain interior Boffi Georgetown, Julia Walter, juga membahas secara lebih detail mengenai perpaduan antar-unsur yang menarik kalangan ini. Ia mengambil contoh desain paduan rangka baja modern dengan kayu sesuai warna aslinya.

"Paduan tersebut menarik karena mengombinasikan sesuatu yang lama dengan hal baru. Orang-orang suka dengan garis yang bersifat kontemporer, tetapi juga menginginkan sesuatu yang hangat dengan memasukkan elemen lama," kata dia di Independent.co.uk.

*Kompas.com