PMS Hanyalah Mitos Belaka?

Reporter: -

blokTuban.com - Premenstrual syndrome ( PMS) adalah hal yang selama ini diyakini terjadi pada beberapa wanita. Mereka yang mengalaminya mengaku merasa tidak nyaman di perut, suasana hatinya menjadi buruk, sakit di dada, dan tidak bergairah.

Satu dari 20 wanita yang mengalami PMS mengalami situasi yang cukup berat sehingga membuat mereka tidak bisa mengerjakan tugas sehari-hari dengan baik.

Namun, seorang psikolog wanita, Robyn Stein DeLuca, mengklaim bahwa itu semua mitos. Ia berpendapat bahwa PMS adalah alasan wanita modern untuk mengatur hidup mereka.

DeLuca percaya bahwa para wanita di seluruh dunia telah ditipu oleh buku, majalah, dan komunitas medis yang memberi pemahaman salah mengenai PMS dan gejala-gejalanya.

"Kita kemudian mengamini gagasan bahwa ada yang salah pada tubuh kita saat datang bulan," paparnya.

Padahal menurut Robyn Stein DeLuca gejala seperti kram, kembung dan perasaan tertekan saat PMS inilah sebenarnya tanda bahwa mereka terlalu memaksakan tubuhnya sendiri.

"Namun dengan dalih PMS, wanita bisa mencari alasan untuk istirahat," tulisnya dalam buku The Hormone Myth: How Junk Science, Gender Politics And Lies About PMS Keep Women Down.

Walau Robyn Stein DeLuca mengakui bahwa hormon dapat mempengaruhi suasana hati wanita, tapi menurutnya tidak akan sampai menimbulkan gangguan seperti yang selama ini dipercaya.

Pendapat DeLuca itu ditentang oleh Joyce Harper, profesor kesehatan wanita di UCL. "Perubahan hormonal mengubah suasana hati seseorang, dan itu bukan mitos," ujarnya.

"Sekitar 95 persen perempuan pernah mengalami PMS pada suatu waktu. Saya tidak sepakat bahwa itu hanya alasan untuk mengeluh. Kita tidak menciptakan PMS," ujarnya.

Namun ini bukan pertama kalinya orang meneliti soal ada tidaknya PMS. Sebuah teori kontroversial serupa beredar pada tahun 2012 setelah sebuah riset mengklaim bahwa "PMS mungkin tidak ada."

Peneliti dari Universitas Toronto melakukan analisis terhadap 41 penelitian yang meneliti suasana hati wanita sesuai dengan siklus haid mereka.

Analisis tersebut menemukan bahwa hanya satu dari enam penelitian yang membuktikan hubungan antara perubahan suasana hati dan periode pramenstruasi.

Akan tetapi, temuan tersebut harus ditinjau lebih lanjut, karena sampel penelitian yang digunakan sangatlah kecil yang menunjukkan kurangnya "ketepatan statistik".

*Sumber: kompas.com