Menakar Eksistensi Alumni IPNU-IPPNU

Oleh: Usman Roin *

Bertempat di Hotel Aston, Minggu (30/7) Majelis Alumni (MA) Ikatan Pelajar Nahdlatul Ulama (IPNU) dan Ikatan Pelajar Putri Nahdlatul Ulama (IPPNU) Kabupaten Bojonegoro Masa Khidmah 2017-2022 dikukuhkan. Semangat kekompakan terpancar dari para pengurus agar pelaksanaan kegiatan tersebut berjalan dengan sukses.

Hadirnya MA, bila membuka Anggaran Dasar (AD) hasil Silaturrahim Nasional (Silatnas) Tahun 2008 bab III pasal 4, bertujuan untuk mengimplementasikan nilai-nilai ke-Islaman Ahlussunnah wal Jamaah dan ke-NU-an, kebangsaan, pengabdian, dan persaudaraan. Lalu secara terperinci pula, MA mempunyai fungsi sebagai wadah komunikasi alumni, studi dan pengembangan serta pengembangan SDM kader dalam arti yang seluas-luasnya (baca: AD/pasal 5).

Tentu lewat fungsi tersebut bagi penulis alumni –orang-orang yang telah ikut atau tamat– menjabat di kepengurusan khususnya ditingkat Pimpinan Cabang (PC) tidak lantas buyar begitu saja. Melainkan coba diikhtiarkan untuk bisa berkontribusi kembali secara kekeluargaan dan konseptual melalui penajaman pemikiran yang arif, mengedapankan musyawarah melalui wadah alumni.

Sebagai wadah komunikasi, ini artinya alumni di semua jenjang periode dirangkul kembali, dihadirkan, hingga diperkenalkan kepada kader-kader masa kini. Sehingga ukhuwah islamiyahnya tidak hilang ditelan waktu, terputus tanpa kabar, apalagi dilupakan begitu saja. Melainkan coba dikonstruksi lewat MA dengan menghadirkan kembali buah sifat meneladani perjuangannya terhadap eksistensi IPNU-IPPNU hingga saat ini dan bila perlu diberi sebuah penghargaan. Wujudnya, bila kemudian kepengurusan MA IPNU yang dinahkodai rekan M. Zaenal Arifin dan IPPNU rekanita Sulistyowati ini berani konkrit membukukan sejarah IPNU-IPPNU Bojonegoro dari masa lalu hingga kini. Tentu itu akan ajib sekali demi mengobati kekangenan semasa para MA berjuang dalam kerasnya tantangan membesarkan roda organisasi.

Lalu terkait dengan studi bagi penulis, MA akan lebih pas menjadi center belajar bagaimana membangun spirit ke-IPNU IPPNU-an yang transformatif agar tetap eksis dimasa mendatang. Itu semua bisa diunduh dari perjalanan para alumni untuk kemudian diinformasikan bagaimana lika-liku perjuangan membesarkannya di kota ledre ini.

Sedangkan pada tahap pengembangannya, MA punya tugas mengawal pengkaderan agar ber-output potensial, hingga bila setelah itu terwujud coba ditempatkan pada lembaga, Instansi, LSM, atau Media sebagai bentuk aktualisasi skill yang dimiliki. Alhasil bila semakin banyak kader potensial tersebut masuk pada berbagai dimensi, itu artinya polarisasi jaringan MA sudah didesain secara apik guna menjawab kuantitas kader yang semakin bertambah. Bila belum, maka tugas Ketua MA terpilih untuk merealisasikannya.

Dan yang terakhir, pengembangan SDM kader dalam arti yang seluas-luasnya adalah menunjuk bahwa keberadaan MA yang bagi penulis merupakan ’objek vital’ dalam rangka memberikan semangat agar regenerasi kader IPNU-IPPNU senantiasa konsisten on the track. Gambarannya, tidak lekang oleh zaman, tidak lapuk karena usia, melainkan tegar dan kontekstual seiring zaman, serta meminimalkan pola pengembangan SDM yang dibelokkan –secara prematur– pada ranah politik praktis.

Jika konsistensi kaderisasi IPNU-IPPNU sudah tercipta di semua tingkatan mulai dari Kabupaten (Pimpinan Cabang), Kecamatan (Pimpinan Anak Cabang), Desa (Pimpinan Ranting) dan Sekolah serta Pondok Pesantren (Pimpinan Komisariat) di Bojonegoro ini terwujud, tentu kekosongan calon pemimpinan di masa mendatang tidaklah perlu dirisaukan. Oleh karena itu, pasca di kukuhkannya MA IPNU IPPNU Kabupaten Bojonegoro ada beberapa catatan yang perlu dilakukan dari penulis, antara lain:

Pertama, inventarisasi alumni di semua periode perlu segera dilakukan. Tujuannya adalah menemukan kembali saudara seperjuangan ’balung pisah’ (Jawa) agar semangat ke IPNU IPPNU an dulu, kini dan nanti tetap senantiasa lestari. Caranya bisa dengan melacak masing-masing alumni di periode kepengurusan guna mempermudah pendataan.

Ke dua, setelah terkumpul, langkah berikutnya coba mengembalikan memori masa lalu ke masa kini dalam bingkai ’temu kangen’ secara keseluruhan. Dimana inti dari kegiatan tersebut coba meminta kesan-kesan perjuangan sabagai aktivis hingga menelorkan buah pemikiran bagaimana agar keberadaan temu kangen kemudian melahirkan produk pemikiran –bentuk buku, majalah– hingga kemudian terbitkan sebagai media silaturrahim internal secara berkala.

Ke tiga, perlu kesatuan langkah antara MA IPNU dan IPPNU. Artinya, dalam mengagendakan program kerja perlu ada beberapa item kegiatan yang bisa disinergikan. Tujuannya agar efisiensi pikiran, tenaga dan pembiayaan menjadi lebih ringan dan tidak tumpang tindih. Sebab hal utama target dari kegiatan sesungguhnya adalah membangun spirit ke-NU-an kepada kader-kader masa kini agar imbasnya bisa dirasakan manfaatnya. Untuk itulah, spirit pengukuhan MA periode ini janganlah hanya ramai diawal, namun harus diimbangi dengan tindak lanjut konkrit berikutnya.

Singkat kata, demi mewujudkan hal itu MA yang hari ini dikukuhkan harus terus dalam bingkai nilai-nilai semangat kekeluargaan yang utuh, semangat kader yang independen dan siap menampilkan dan mendistribusikan skill personal yang dimiliki, menjadi agent of change yang progresif guna ikut memainkan peran bagi kemajuan Kabupaten Bojonegoro dikancah nasional. Akhirnya, selamat dan sukses atas pengkuhannya.


*Penulis :Koord. Devisi Komunikasi & Hubungan Media Majelis Alumni IPNU Bojonegoro dan Mahasiswa Magister PAI UIN Walisongo Semarang.