Perempuan, Lipstik dan Pensil Alis (Bagian 2/selesai)

Dia keluar dengan wajah yang putih, tak seperti biasa dia berpakaian dan mack-up yang membuat mataku melotot dan kesemsem padanya. Namun disisi lain, aku takut padanya. Ya, aku takut, entah ketakutan macam apa yang tiba-tiba muncul dalam nyali seorang laki-laki seperti aku.

Penulis: Kumaidi/komet

Aku bonceng dia, dengan tidak erat dia berpegangan dipinggulku. Langsung saja kita masuk dalam sebuah rumah makan yang sederhana. Cukuplah uangku untuk membeli dua porsi makanan yang aku pesan.

[Cerpen Sebelumnya: Perempuan, Lipstik dan Pensil Alis ]

Siang itu, tak henti-hentinya aku pandangi perempuan yang ada didepanku itu. meski dengan rasa takut ketika mau melihat alis dan bibir yang tidak seperti biasa aku lihat dulu. Makan sudah siap untuk kita makan. Aku makan tanpa ada sesuatu yang menghalangi masuknya makanan ke mulutku, sementara perempuan yang ada di depanku itu aku lihat dengan seksama. Betapa susahnya makanan yang masuk ke mulutnya hanya gara-gara bibir yang tebal oleh lipstik. Sempat aku tersenyum karena gigi putihnya ikut merah karena lipstik itu ikut bercampur dengan makanan yang di kunyanya. Dengan penuh melankolis dan agak grogi becampur rasa takut, aku usap gigi itu dengan selembar tisu. Dia hanya membalas senyum dengan bibir yang merekah merah.

Siang itu, setelah makan kita bercengkerama sebentar. Lalu dia ingin dihantarkan ke masjid, karena adzan sholat dhuhur sudah berkumandang. Aku hantarkan dia sholat ke salah satu masjid di kotaku. Masjid yang besar dan gagah itu. Menurutku sudah terlalu sedikit orang yang datang berjamaah di Masjid itu.

Teman perempuanku langsung menuju kamar wudhu, dilepaslah kerudung yang membalut kepalanya. Sedangkan aku di dalam kamar mandi untuk membuang air kecil yang sudah sejak tadi aku menahannya. Dengan tidak sengaja aku melihat dia yang sedang membasuh mukanya. Aku perhatikan gerak-geriknya yang mungkin aku juga hafal dengan gerakkan itu. Setelah berwudhu, aku masih meperhatikannya, lalu dia menoleh ke arahku dengan mengusap wajah yang basah oleh air wudhu itu.

Subhanallah. Aku berteriak sekeras-kerasnya. Terdengar pintu didobrak oleh ibuku, lalu disiram sedayung air ke mukaku. Dengan kaget aku pun bangun dengan rasa kesal karena ibuku menyiram dengan air kesadaran. Tertegun aku dengan dengan mimpi siangku. Aku berfanas besar karena mimpi yang sempat tak aku teruskan, mimpi yang terpatah sebelum aku melihat sepenuhnya wajah perempuan yang hadir dalam mimpi tadi. Wajah perempuan yang membuat aku berteriak seperti orang kesurupan. Entalah, perempuan sekarang memang kadang menakutkan dengan wajah yang seperti topeng beralis pensil dan berbibir tebal gintu.

Perempuan yang kulihat di kamar mandi itu. Adalah peremepuan yang tadi malam aku senggamai tanpa rupa. Rupa yang rata, rupa yang tanpa lipstik dan pensil alis putih persis seperti dia mengusap air wudhu. Dalam persenggamaan aku tak mampu menikmati desah nafas perempuan itu. Serta tubuh yang sensasional itu. Justru aku tenggelam dalam rasa ketakutan yang teramat sangat. Dalam ketakutan dalam hatiku berbisik. Perempuanlah yang menjadikan Adam terhempas dari surga. Sekarang, perempuan-perempuan sembunyi di balik lipstik dan pensil alis. Bukankah semua itu adalah ilusi?.

Tuban, 09 Okt 2016


*Penulis adalah pegiat literasi di Tuban. Aktif di Komunitas Sastra Malam Minggu.