Rusmini, Rela Jadi Kuli Jemur Singkong Demi Anak

Reporter: Mochamad Nur Rofiq

blokTuban.com – Saat panas matahari mulai menyengat, Rusmini, janda paruh baya asal Dusun Karangkidul, Desa Sidomukti, Kecamatan Kenduruan, Tuban tengah sibuk menjemur singkong milik juragannya. Untuk menghidupi keempat anaknya, Rusmini harus berjibaku mengais pundi rupiah sebagai kuli jemur singkong untuk bahan mocaf yang umumnya dilakukan oleh kaum Adam.

Perempuan yang lahir 54 tahun silam itu mengaku sudah sekitar tiga tahun menyandang status janda setelah suaminya meninggal dunia. Saat ini, ia hidup bersama empat anaknya, yang menjadi motivasi dirinya untuk tetap bertahan dan bekerja keras.

Rusmini mengaku memikul beban berat pasca kepergian suaminya, rona kesedihan tampak tak dapat ia sembunyikan, kala mengisahkan perjalanan hidupnya. Dengan suara lirih dia berkisah, menceritakan kisah perjuangan menekuni mata pencahariannya setiap hari.

Ketika desahan napas suaminya sudah tidak lagi terdengar di telinganya saat berbaring melepas lelah, Rusmini pun memiliki peran ganda. Tak hanya menjadi seorang Ibu, ia juga berperan sebagai seorang Bapak sekaligus tulang punggung keluarga kecilnya. Pekerjaan apapun ia lakukan demi memenuhi hajat hidupnya, termasuk menjadi seorang kuli jemur gaplek.

Meski disadarinya pekerjaan itu berat, namun beban serta kewajiban untuk tetap bisa memenuhi kebutuhan anak-anaknya menjadi pemompa semangat dirinya selama ini. Sehingga, pekerjaan seberat apapun mau tidak mau harus dilakoni agar keluarganya bisa makan. Bahkan, Rusmini rela pergi pagi pulang ketika matahari di ufuk barat dengan hasil yang tidak sebanding, namun ia tetap ikhlas.

Tak jarang sekujur tubuhnya harus didera rasa sakit akibat beban berat yang dipikulnya. Namun, lagi-lagi saat melihat keluarga kecilnya, ia merasa terpacu seakan hilang rasa sakit. Bak usia saat masih muda, dua tiga terpal singkong ia jemur di tanah lapang milik juragannya.

“Hasilnya tidak seberapa hanya Rp30.000, namun tetap saya syukuri itu rezeki dari Allah,” ungkapnya dengan napas lelah usai meratakan jemuran.

Diakuinya, dari hasil pekerjaannya menjemur, membolak-balik irisan tipis singkong, dan mengangkat ketika kering itu sudah bisa membuat dapurnya mengepul. Setiap hari, ia berangkat pukul 07.30 dan harus pulang usai Salat Ashar dengan berjalan kaki menempuh jarak sekitar 1 kilometer.

Pekerjaannya kian menumpuk jikalau tiba saat musim hujan. Bagaimana tidak, jika musim hujan datang, proses jemur singkong bikin ia repot menutup dan menjemurnya berulang-ulang.

Belum lama ia dapat pekerjaan itu, sebelumnya ia harus ikut buruh tani yang tergantung dengan musim. Jika musim penhujan tentu akan ia dapatkan tawaran bekerja di sawah tetangganya, namun ketika musim kemarau ia harus menggantung topi dan seragam lusutnya khusus di sawah sambil menunggu tawaran membantu pekerjaan rumah tangga dari tetangga-tetangganya.

“Selain buruh jemur, saya juga buruh tani. Menjadi tenaga kuli jemur sangatlah beruntung, walau harus jalan kaki satu kilometer setiap hari yang penting berkah,” pungkasnya mengakhiri kisahnya kala itu. [rof/col]