Ingin Kaya? Jangan Jadi PNS, Jadilah Pengusaha

Reporter: Mochamad Nur Rofiq

blokTuban.com - Hidup di kalangan pesantren rupanya telah menempa sosok laki-laki ini menjadi lebih arif dan bijaksana. Anak diusianya kalah itu, Nurul Yaqin Anas, sejak kecil menempuh pendidikan agama, mulai tingkat dasar hingga perguruan tinggi. Ternyata benar hasilnya, selain cakap ilmu agama yang dimiliki pria yang akrab disapa Gus Anas itu, ternyata memiliki keyakinan yang kuat dalam hidupnya.

Lahir di Tuban 20 Juni 1973, Gus Anas tinggal di Desa Mandirejo, Kecamatan Merakurak, bersama istri tercinta Ria Malahayati dan 3 orang anak. Anas, sapaan akrabnya, menghabiskan waktu kecil di Merakurak, ia menempuh studi setingkat sekolah dasar (SD) di Madrasah Ibtidaiyah (MI) Merakurak, setelah itu di Kecamatan yang sama ia melanjutkan ke Madrasah Tsanawiyah (MTs) Salafiyah Merakurak dan menuntaskan pendidikan tingkat atas di Madrasah Aliyah Negeri (MAN) Tuban, Jawa Timur.

"Dari MI hingga Aliyah saya belajar di kampung halaman sendir, kota Tuban," katanya sambil tersenyum.

Setelah Aliyah, dirinya melanjutkan pendidikan tinggi di IAIN Sunan Kalijogo Yogyakarta. Tidak hanya itu saja, Bapak tiga anak itu juga kuliah sambil mondok di daerah Krapyak Yogyakarta. Selama lima tahun ia mengenyam ilmu agama di kota gudeg.

"Sejak tahun 1993 hingga 1998 saya kuliah sambil mondok di Yogyakarta," terangnya sambil mengingat masa itu.

Untuk karir pekerjaan pria lulusan pondok pesantren ini pada tahun 2004 terjun di dunia politik. Tidak tanggung-tanggung sejak lulus dari pondok dan perguruan tinggi ia memutuskan mengikuti pencalonan legislatif yang diusung oleh Partai Kebangkitan Bangsa (PKB). Namun usahanya tersebut masih gagal.

Sebelumnya, ia juga menempuh S2 di Unisma malang dan diwisuda pada tahun 2003. Setelah gagal di tahun 2004 untuk menduduki kursi di gedung DPRD Tuban, dia keluar dari partai politik.

"Di tahun 2004 saya mengundurkan diri dari politik praktis untuk mengikuti tes CPNS," Anas mengakui.

Lanjutnya, tepatnya diakhir tahun 2004 ada pengumuman penerimaan CPNS dan ia mencoba untuk mengikuti tes. Ternyata benar dengan mundurnya dari dunia politik Anas lulus dan diterima sebagai CPNS di Kementerian Agama.

"Kalau tidak salah waktu itu 2004 akhir lulus tes dan SK keluar pada bulan Januari tahun 2005," katanya.

Awal karir di pegawai yang mengabdi untuk Negara, Anas resmi bertugas menjadi pegawai negeri sipil atau PNS di Kemenag Tuban sebagai penghulu di Kantor Urusan Agama (KUA) Kecamatan Bangilan. Selama 3 tahun pengabdiannya kepada masyarakat Bangilan, kemudian dirinya dipindah ke kampung halaman yaitu Kecamatan Merakurak pada tahun 2008.

"Enam tahun berjalan hingga 2014, masih sama seperti yang di Bangilan yaitu bertugas sebagai penghulu," tegas Anas.

Mulai tahun 2014 hingga 2016 pria tegas itu dipindahkan untuk mengabdi di daerah pesisir Kabupaten Tuban, tepatnya di kecamatan Tambakboyo. Tentu perlu adaptasi hidup bersama masyarakat pesisir yang notabenya adalah keras. Pada jabatannya yang baru menjadi Kepala KUA itu ia harus bersosialisali dengan warga yang jauh berbeda dengan kala ia bertugas di Bangilan.

Masih kata Anas, setelah itu pada bulan Maret tahun 2016 ia dipindahkan ke KUA Jatirogo dan dipercaya merangkap menjadi Pelaksana tugas (Plt) kepala KUA Kecamatan Kenduruan hingga saat ini.

"Alhamdulillah masih dipercaya untuk merangkap jabatan di dua KUA," Anas menerangkan.

Jejak karya yang lain yang ditorehkan oleh Anas yaitu pada tahun 2005 hingga tahun 2010 dia dipercaya kaum Nahdliyin untuk menjadi ketua Tanfidziyah MWC NU Kecamatan Merakurak.

Dirinya menceritakan, selama menjalankan tugas pasti juga ada beberapa kenangan yang telah dialami. Oleh Anas diakui, ketika di Bangilan misalnya, di sebuah desa yang konon terkenal dengan masyarakatnya yang begitu keras dirinya pernah mengalami situasi yang mencekam.

Diungkapkan Anas, dirinya pernah menghadiri sebuah pernikahan di sebuah desa sebagian masyarakatnya masih berpegang teguh pada kepercayaan. Dengan menggambarkan saat itu, andai saja kedua pengantin telat satu detik saja untuk akad nikah, maka pernikahannya dianggap tidak sah.

"Jika akadnya telat, maka pernikahan itu bisa dinyatakan batal atau gagal," Anas menirukan ucapan warga.

Kala itu lanjut Anas, Kepala KAU Bangilan sedang ada udzur (halangan) kemudian memberikan tugas kepada Anas untuk menikahkan pengantin. Bisa digambarkan pada saat itu suasananya sangat mencekam. Pengantin yang dijadwalkan menikah sebelum waktu Dzuhur akan tetapi tiba-tiba kepala KUA tidak bisa hadir. Padahal menurut kepercayaan masyarakat tidak boleh melebihi waktu Dzuhur.

Anas yang masih berada di Merakurak dan sebenarnya pada saat itu ada suatu hal yang tidak bisa  ditinggalkan, namun demi tugas dirinya tetap berangkat dengan beberapa resiko yang akan ia terima di lokasi.

"Ternyata benar, masyarakat sudah ramai bahkan ada yang membawa senjata sambil marah-marah," katanya.

Akhirnya Anas dengan menggunakan motornya, berangkat dari rumah dan sampai ke lokasi sebelum waktu Dzuhur hanya butuh waktu 35 menit, pernikahan tersebut akhirnya bisa dilangsungkan tanpa melanggar kepercayaan masyarakat setempat.

"Dengan mengucap Bismillah saya tetap berangkat, karena itulah yang namanya pengabdian," tegasnya.

Kisah lain yang cukup menggelitik, ketika itu Anas masih menjadi penghulu di Kecamatan Merakurak. Di situ ada sebuah desa yang memiliki kebiasaan, bahwasannya setiap orang yang bertamu harus mau menyantap apa yang sudah dijamu oleh tuan rumah.

Ceritanya, di siang hari setelah acara akad nikah, semua makanan dikeluarkan dan disuguhkan di atas meja, dengan maksud hormat kepada yang punya hajat dengan lahapnya ia menyantap hidangan yang disuguhkan. Setelah mengambil nasi, Anas mengambil becek yang isinya adalah Jerohan.

Apa yang terjadi, ternyata ususnya ada yang kurang bersih ketika mencucinya, setelah lahap memakan nasi campur becek ada sesuatu yang tergigit oleh Anas dan dia merasakan pahit bercampur getar dari dalam usus.

"Di tengah-tengah kelezatan, ternyata ada sesuatu yang menyangkut di mulut dan terpaksa saya telan," kata Anas sambil tertawa lebar.

Sejak ditugaskan di Kecamatan Jatirogo dan merangkap di KAU Kecamatan Kenduruan dia memiliki tanggung jawab besar sebagai pemimpin. Yaitu merubah cara berfikir dengan memberi pelayanan Zero cost service artinya pelayanan tanpa pungutan. Dirinya ingin tidak ada lagi pungli di bawah komandonya. Sebagai pemimpin ia harus memberi contoh yang baik kepada seluruh jajaran staf yang ada di dua KUA. Perlu diketahui, segala urusan di dua kecamatan yang berhubungan dengan KUA tidak ada biaya sepeserpun.

"Kita harus menunjukkan kesungguhan dalam bekerja, para staf kita minta betul untuk pelayanan publik agar tidak ada pungutan sama sekali," tegas Anas.

Jika dia menemukan staf yang menerima sebuah imbalan ketika mengurus apapun di KUA, akan diminta untuk mengembalikan. Dirinya masih ingat jelas ketika waktu ngaji, menurutnya hidup itu adalah ibadah dan tujuan hidup yaitu mencari Ridho Allah.

"Kita harus memahami ibadah secara hakiki, seluruh aktivitas harusnya yang menjadikan Allah itu Ridho," ungkapnya.

Sebagai pemimpin menurut Anas, harus bekerja dengan keteladanan dan bisa menjadi panutan untuk bawahannya. Sejak kebutuhan ditanggung oleh Allah lewat Pegawai Negeri Sipil atau PNS di Kementerian Agama, kata dia, hidup 'ngoyo' itu percuma.

Kata anas, PNS sudah digaji oleh Negara dan tugas sebagai PNS itu pengabdian. Jadi, KAU adalah ladang pengabdiannya kepada negara.

"Niat kita harus benar-benar pengabdian, kalau niat bekerja dengan embel-embel PNS itu bisa menyesatkan," ucapnya.

Dirinya selalu berpegang teguh pada prinsip agama. Anas selalu berkata pada dirinya dan siapapun, 'kalau ingin kaya jangan jadi PNS jadilah pengu