Darmawan, Pengrajin Sangkar Burung yang Sukses

Reporter: Moch Ainur Rofiq

blokTuban.com - Sebagai perintis usaha sangkar burung di tempat asalnya yang selalu berbekal kreativitas. Darmawan (26), seakan kerap lolos dari kesulitan. Lokasi usaha sangkar burung miliknya di Dusun Kutu, Desa Demit, Kecamatan Jatirogo, Tuban.
 
Melihat aktivitas pembuatan sangkar burung pun menjadi pemandangan sehari-hari di rumah Wawan, sapaan akrabnya. Ada pula beberapa pedagang sangkar burung dari berbagai daerah yang kulakan di tempatnya. Salah satu sangkar andalan Wawan adalah adanya motif ukir di bagian atas sangkarnya. Ia sengaja menciptakan motif itu agar pembeli punya banyak pilihan. Selain sangkar motif ukir, tentunya ia juga masih membuat sangkar burung yang minimalis.

Namun, jenis kosan (sederhana) pada sangkar burung memang paling disukai. Harganya pun juga cukup terjangkau, tergantung model dan ukurannya. Harga satu sangkar burung Wawan berkisar antara Rp70 ribu sampai Rp150 ribu. Tapi ia menjualnya masih dalam keadaan mentah. Artinya, sangkar burung itu belum divernis maupun dicat. Kalau yang sudah bentuk sempurna, tentunya harganya lebih tinggi lagi.

"Harga jual standar, sangkar kosan saya bandrol Rp70 ribu. Sedangkan yang minimalis untuk ocehan kami patok dengan harga Rp100 ribu," ungkapnya, kepada blokTuban.com.

Dikisahkan Wawan, kawasan tempat tinggalnya adalah satu-satunya sentra kerajinan sangkar burung di Desa Demit. Dia lah yang mampu bertahan diantara kelima tetangganya. Dia memulai usaha di tahun 2013. Saat ini, sudah ada beberapa pengepul di kawasan Jatirogo maupun luar Jatirogo. Yang dimaksud pengepul adalah mereka yang mengumpulkan sangkar burung dari perajin, untuk kemudian menjualnya kembali.

"Untuk pengepul besar yang bisa saya andalkan hanya dua. Pingin sekali menambah pengepul lagi," imbuh putra pertama pasangan Sakimin dan Suwartik.

Sebelumnya, Wawan, yang hanya tamat SMP. Di usia 16 tahun ia mengaku sudah mencoba peruntungan dengan bekerja di sebuah pengrajin sangkar burung di Sugihan selama beberapa bulan. Lantaran nasibnya tak kunjung membaik, ia memutuskan merantau ke kota Bogor. "Di bogor selama enam bulan saya mencoba ikut orang jualan bakso," ungkapnya.

Tidak berhenti disitu, lika-liku hidup yang dialami wawan memang mengundang perhatian. Setelah bekerja di Bogor ia putuskan pulang ke kampung halaman dengan menjalani kerja cuci mobil dan motor di salah satu bengkel di Desanya. Satu tahun berjalan, ternyata tak juga mengalami kecocokan dengan usahanya.

"Akhirnya saya pun menjadi seorang pengangguran setelah memutuskan untuk keluar dari bengkel cucian tersebut. Berjalan satu bulan tanpa kegiatan, akhirnya saya punya keinginan untuk merantau lagi ke kota Surabaya. Namun nasib saya sama belum diberi kemantapan kerja. Dan harus pulang lagi setelah bekerja selama satu bulan," beber Wawan.

Lanjutnya, di kampung halaman, ketika itu ada sebuah usaha rumahan, produksi roti. Niatnya muncul lagi untuk bekerja di tempat itu. Tiga bulan berjalan dan akhirnya juga keluar lagi. Dan beralih ikut buka tambal ban di Lamongan. "Selama kurang lebih satu setengah tahun, sebelum saya putuskan untuk produksi sangkar burung di rumah sendiri," tutur pengrajin muda ini.

Tetangga pun tak keberatan membagi ilmu. Wawan akhirnya dengan tekun belajar, meski diakuinya, tak mudah membuat sangkar burung yang bagus. Semula ia bekerja di usaha sangkar burung milik teman, selama dua tahun. Niatnya saat itu memang untuk belajar. Ia pun berhasil menguasai ilmu membuat sangkar burung. Menurut Wawan, sebenarnya pekerjaan membuat sangkar burung ini termasuk rumit dan butuh ketekunan.

Selanjutnya, Wawan bertekad mengembangkan usaha di rumahnya sendiri di Dusun Kutu, Desa Demit, Jatirogo, Tuban. Bermodal Rp3 juta untuk membuat alat produksi dan kebutuhan lain, Wawan mulai menekuni usahanya. Kala itu, sudah ada pengrajin sangkar burung di Kutu.

Ketika memulai usaha, ia bisa membuat tiga set. Hasilnya ia jual di tempat bosnya dulu waktu ia belajar. Wawan pun malah jadi tertantang ingin membuktikan bahwa usahanya ini bisa lancar.

Berjalan tiga tahun, usahanya kini mulai merambah ke pasar-pasar di wilayah Kabupaten Tuban, bahkan juga sampai keluar kabupaten. "Ada yang diambil sendiri dan juga saya antar pakai motor, kadang juga mobil, bila permintaannya beberapa set," pungkasnya.

Kini omzet penjualannya pun sudah cukup bisa menghidupinya dan membantu orang tuanya. Sekali mengirimkan sangkarnya, mampu meraih untung hingga Rp2 juta perbulan. [rof/rom]