Besarnya animo masyarakat untuk ikut Pesta Rakyat, Gelar Budaya dan Kuliner Tuban bareng Pertamina, membuat Pedagang Kaki Lima (PKL) di jantung Bumi Wali juga turut gembira. Sebab, selain mereka sudah pasti terbeli oleh penyelenggara melalui kupon, mereka juga diperbolehkan berjualan untuk umum.
Beberapa jam sebelum pembukaan Pesta Rakyat, Gelar Budaya dan Kuliner Tuban bareng Pertamina dibuka, puluhan Pedagang Kaki Lima (PKL) mulai berdatangan. Mereka menempati lapak yang telah disediakan panitia di Alun-alun Kota Tuban, Jumat (16/11/2018).
Selama dua hari, Jumat (16/11/2018) dan Sabtu (17/11/2018) malam, sekitar 100-an Pedagang Kaki Lima (PKL) ikut terlibat di Pesta Rakyat, Gelar Budaya dan Kuliner Tuban bareng Pertamina.
Setiap masyarakat yang melintas di depan kantor Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Tuban, Kamis (15/11/2018) malam, tidak lupa menengok ke sebelah utara. Sebab, ada bambu berjajar rapi yang dibentuk seperti gapura di Alun-alun Tuban.
Tampak, para seniman dan tim Yayasan Sedulur Pena (YSP) yang menjadi mitra pelaksana PT Pertamina (Persero), mengebut persiapan pembuatan gapura dan lain-lain di Alun-alun Tuban, Kamis (15/11/2018) malam.
Bersamaan rangkaian Hari Jadi Tuban ke 725 di tahun 2018, Pemkab Tuban bersama dengan Pertamina menggelar Pesta Rakyat, Gelar Budaya dan Kuliner Tuban.
Sebagai salah satu upaya dalam percepatan program Perhutanan Sosial (PS), Dirjen PSKL Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) RI menggelar sosialisasi bersama stakeholder kehutanan Tuban di gedung pertemuan lantai 3 Pemkab Tuban, Senin (30/4/2018). Sosialisasi kepada masyarakat sasaran sampai ini, untuk melakukan kegiatan pengelolaan pemanfaatan hutan secara lestari dan pengembangan usaha.
Ratusan warga Desa Jegulo, Kecamatan Soko, Kabupaten Tuban, nampak antre bergerombol di balai desa setempat, demi mendapat jatah pembagian beras sejahtera (rastra) yang disalurkan Pemerintah Kabupaten Tuban.
Kisah Mayu Sekar Pulih (25), asal Desa Kepohagung Kecamatan Plumpang, Kabupaten Tuban, Jawa Timur yang berjalan kaki menuju Jakarta untuk bertemu presiden, akhirnya gagal.
Kepala Desa Prambonwetan, Suratni, gugur ketika memimpin penghadangan pasukan Belanda di wilayah utara Rengel pada 17 Juli 1949. Selama Agresi Militer Belanda ke II di Tuban, Prambonwetan merupakan daerah penting yang selalu ramai lalu lintas pasukan gerilya.
