Inspirasi dari Timur: Ketika Wisata Malasigi dan Listrik dari Pertamina Bertemu

Reporter : Edy Purnomo 

blokTuban.com – Kampung Wisata Adat Malasigi di Distrik Klayili, Kabupaten Sorong, Provinsi Papua Barat Daya telah lama berdiri atas kerja keras masyarakatnya. Dengan semangat swadaya dan komitmen menjaga hutan, mereka membangun kawasan wisata yang kini dikenal luas, meski akses menuju lokasi harus melalui jalan rusak puluhan kilometer dengan waktu tempuh sekitar 2 jam. Itu pun tidak bisa menggunakan kendaraan dengan standar biasa, namun harus kendaraan double cabin yang bisa merayap di antara jalan tanah dan perbukitan.

Tantangan yang dihadapi warga untuk mengembangkan wisata di sini tidak hanya pada fasilitas dan infrastruktur, tapi juga tantangan mengenai keterbatasan energi. Dulu, listrik hanya bisa dinikmati lewat genset yang boros dan mahal. Mereka terpaksa menggunakan ini agar bisa menikmati listrik di malam hari dan memompa air agar bisa sampai ke tempat wisata dan juga permukiman warga.

Kehadiran seperangkat solar panel yang merupakan bantuan dari Pertamina melalui Pertamina EP Field Papua memecahkan persoalan warga. Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) yang diberikan melalui program Corporate Social Responsibility (CSR) menjadi titik balik besar yang mendorong kehidupan yang lebih layak, efisien, dan berkelanjutan, sekaligus memperkuat ekonomi dan konservasi yang telah mereka rintis selama ini.

Perubahan ini diungkapkan Menase Fami, tokoh masyarakat setempat yang dihadirkan sebagai Local Hero dari Zona 14 Papua Field, saat Pertamina Subholding Upstream Regional Indonesia Timur menyelenggarakan acara tahunan Media Gathering 2025 dengan tema "Acceleration Energy for Business Sustainability", yang berlangsung selama dua hari di Makassar, 23–24 Juni 2025.

Menase Fami juga menjabat sebagai Kepala Kampung Persiapan Malasigi sekaligus Ketua Lembaga Pengelola Hutan Kampung (LPHK).

“Dulu kami pakai genset, butuh 25 liter per malam. Dalam sebulan bisa habis 20 sampai 40 juta rupiah hanya untuk bahan bakar. Sekarang dengan PLTS dari Pertamina, listrik menyala 24 jam tanpa biaya,” ujar Menase Fami.

PLTS tidak hanya menghadirkan cahaya, tetapi juga menjadi fondasi perubahan kehidupan. Kini masyarakat tidak perlu lagi menimba air dari sungai. Air mengalir bisa dinikmati sampai ke rumah warga.

Bagi masyarakat Papua, hutan seperti "mama", karena mereka makan dan hidup dari sana. Alasan inilah yang membuat mereka berpikir tidak meninggalkan hutan dan harus menjaganya di tengah berbagai ancaman yang masuk ke hutan.

Wisata alam di Malasigi merupakan salah satu caranya. Mereka bisa mengembangkan wisata adat berbasis konservasi sekaligus melindungi hutan. Wisata yang mereka tawarkan beragam, seperti membangun menara pengamatan burung, pemandian air panas alami, goa, trekking alam, dan kerajinan tangan serta kuliner.

“Kami percaya, kalau jaga alam, alam juga jaga kami. Bagi kami, hutan adalah 'mama', tempat kami makan, hidup, dan melindungi generasi,” ujar Menase.

Dulu warga di sana mengandalkan hasil perburuan dan kebun dari hutan untuk hidup. Mereka menceritakan awal mulanya merintis wisata di sini secara swadaya: hasil hutan dan buruan dijual ke kota, dan uangnya dipakai untuk membangun fasilitas sedikit demi sedikit.

“Jadi kehidupan kami memang tidak bisa dilepaskan dari hutan,” tegasnya.

Kini, wisata menjadi sumber penghidupan utama. Anak-anak bisa bersekolah dari hasil wisata. Masyarakat menerima insentif rutin sebesar Rp1,5 juta per kepala keluarga dari pengelolaan wisata dan hutan.

Berkat komitmen kolektif dan kolaborasi, Kampung Malasigi meraih beberapa penghargaan, salah satunya Anugerah Desa Wisata.

“Kami setiap minggu berkumpul untuk evaluasi. Semua kegiatan kami buktikan dengan kerja nyata. Ini bukan cerita, ini kehidupan,” tegas Menase.

Keberhasilan Malasigi menjadi contoh bahwa konservasi bisa sejalan dengan kesejahteraan. Dengan sinergi antara masyarakat, pemerintah, NGO, dan perusahaan seperti Pertamina dan SKK Migas, hutan bisa tetap lestari, dan masyarakat bisa hidup mandiri, bermartabat, dan sejahtera.

[Ed/Al]