Edukasi Sejarah-Budaya, Menggali Kembali Kemegahan Tuban

Penulis: Hikho Wasa

“Memahami sejarah-budaya adalah salah satu cara mencintai tanah kelahiran”

***

Barangkali kalimat itu yang membuat saya semakin jatuh cinta dengan Tuban–tanah kelahiran saya dan proses kehidupan saya dari lahir hingga kematian (saya berharap demikian). Seperti mencintai kekasih, cinta datang tanpa alasan yang jelas, hanya rasa yang terus berkuasa menekan logika. Begitu pun apa yang saya rasakan terhadap kecintaan saya pada Tuban. Tak jelas apa yang membuat saya jatuh cinta dengan kota yang disebut Bumi Wali ini, tapi saya lebih menyukai sebutan Bumi Ranggalawe, tampak sangat berciri dan sesuai dengan Tuban. 

Belakangan ini masyarakat telah mengalami krisis jati diri, hingga rasanya tak hanya anak muda yang tak tahu seperti dan sehebat apa moyangnya sampai beberapa orang justru mengagumi moyang dari bangsa lain. Saya sendiri menyukai budaya mancanegara, budaya Korea lebih tepatnya. Saya melihat banyak drama Korea yang mengangkat tentang makanan khas, budaya, dan bahkan sejarah negerinya yang membuat orang asing terpukau dengan kearifan budaya Korea, begitu pula dengan makanannya yang telah dijual di berbagai kota di Indonesia. 

Para pelajar, mahasiswa, bahkan masyarakat umum dewasa pun tertarik ingin mencoba makanan khas negeri ginseng itu, tetapi merasa asing dengan makanan khas kota kelahirannya. Melihat fenomena ini saya merasa ada keirian dalam hati saya pada Korea, yang mampu membentuk jiwa nasionalisme warganya dengan tetap mengangkat sejarah dan budaya negerinya. Sedangkan saya sendiri asing dengan sejarah dan budaya Tuban. Makanan khas pun hanya ampo yang saya tahu, itu pun kini telah langka dan sulit ditemui. 

Tak hanya itu, pembekalan pemahaman dalam pemeliharaan dan perhatian terhadap sejarah dan budaya di Tuban pun rasanya kurang, sebab beberapa kasus yang saya temukan justru masyarakat terkesan tak peduli pada peninggalan sejarah dan budaya Tuban. Pembangunan bangunan baru di atas situs sejarah misal menjadi salah satu hal yang membuat saya patah hati bukan main. Saya memang tak paham bagaimana regulasi temuan situs sejarah yang seharusnya dilakukan masyarakat, boleh atau tidak jika membangun bangunan baru di atas situs tersebut tetapi saat mengetahui hal itu saya merasa hati saya dipatahkan seperti diputus kekasih tapi lebih sakit. Sebab apa yang menjadi salah satu sumber edukasi sejarah dalam masyarakat telah ditimbun dengan hal baru. 

Adanya fenomena ini seharusnya menjadi perhatian khusus bagi dinas yang menaungi sejarah dan budaya. Pentingnya edukasi kepada masyarakat tentang bagaimana merawat dan memperhatikan situs sejarah di Tuban agar diperlakukan selayaknya dengan tepat. Meski memiliki tujuan baik, bukankah lebih baik jika dilakukan sesuai prosedur? Maka, edukasi harus dilakukan agar masyarakat memahami pentingnya sejarah dan budaya dalam keberlangsungan hidup yang berjalan serba berantakan ini. 

Melihat kota tetangga di Mojokerto yang terus berfokus pada eskavasi temuan-temuan diduga candi atau situs sejarah lain yang gencar dilakukan, begitu juga dengan keaktifan masyarakat dalam upaya menjaga dan menggali sejarah-budaya di kota Mojokerto yang membuat saya kagum. Maka, Tuban seharusnya dapat pula melakukan hal yang sama, sebab jika dirunut Tuban merupakan salah satu kota tua yang usianya sebanding dengan Kerajaan Majapahit. Ada banyak potensi yang dapat digali tentang sejarah-budaya Tuban mengingat latar belakang Tuban yang cukup berpengaruh dalam sejarah Majapahit apalagi pernah memiliki pelabuhan internasional. Jika masyarakat buta dengan pemeliharaan dan perhatian terhadap sejarah-budaya maka barangkali sejarah-budaya Tuban merasa terkhianati oleh putra-putrinya sendiri yang enggan menggali dan mencintai sejarah-budaya Tuban. 

Pemberian edukasi tentang sejarah-budaya kepada masyarakat juga dapat mencegah hilangnya artefak temuan bersejarah di Tuban sehingga tak ada lagi kisah-kisah kehilangan selain kehilangan pujaan hati. Selain itu, bagi generasi muda juga dapat mengetahui bagaimana rupa sejarah-budaya Tuban yang dapat menjadi kebanggaan mereka. 

Tak hanya itu, pemberian wawasan tentang sejarah Tuban atau sejarah lokal juga dapat membangun nasionalisme generasi muda terhadap kota dan bangsa secara umum. Seperti yang diungkapkan Hilmar Farid dalam jurnal Jumardi (2020) mengungkapkan bahwa pembelajaran sejarah bertujuan menumbuhkembangkan nilai-nilai kebangsaan dan mengaitkan peristiwa nasional dengan peristiwa lokal serta membangun memori kolektif kebangsaan.

Selain itu, Warto (2017) menegaskan sejarah berperan penting dalam menumbuhkan dan merawat rasa cinta tanah air, maka sejarah memiliki kedudukan yang penting dan strategis dalam membangun watak bangsa merupakan fungsi yang tidak bisa digantikan oleh hal lain. 

Kalimat tersebut memberi penegasan bahwa sudah menjadi keharusan bagi pemerintah untuk memberikan wawasan sejarah Tuban kepada generasi muda dan masyarakat luas agar dapat mencapai rasa nasionalisme dalam hati masyarakat Tuban. Peran pemerintah dalam upaya pelestarian sejarah-budaya Tuban sangat dibutuhkan saat ini bagi masyarakat sebab mengingat komunitas sejarah di Tuban masih menjadi asing bagi masyarakat. Pemerintah juga dapat menggandeng komunitas sejarah untuk memberikan edukasi sejarah-budaya kepada masyarakat sehingga sasaran dapat tercapai. 

Banyak jalan menuju Roma, banyak cara menuju keterbukaan mata masyarakat terhadap sejarah-budaya Tuban. Saya yakin banyak desa atau tempat yang masih belum terjamah masyarakat luas yang menyimpan peninggalan sejarah luar biasa yang dapat dijadikan objek edukasi. Sehingga kejadian seperti hilangnya temuan artefak atau kesalahan pemeliharaan Objek Diduga Cagar Budaya (ODCB) tidak terjadi lagi dan tidak menimbulkan patah hati lagi baik dari pegiat sejarah maupun dari sang situs. 

Tak hanya peninggalan bersejarah, budaya seperti batik khas Tuban atau tari-tarian juga adat Tuban pun masih banyak yang tersimpan hingga beberapa di antaranya terancam punah. Potensi inilah yang dapat dikembangkan untuk dapat memberikan sumbangan bagi khasanah kebudayaan nasional dari Tuban. 

Jika sejarah dan budaya Tuban tergali dan terawat dengan tepat, maka tidak menutup kemungkinan Tuban dapat menjadi kota berbudaya laiknya Yogyakarta yang katanya istimewa, maka Tuban juga menjadi istimewa bagi masyarakatnya. Bagi saya pula. 

Begitu juga dengan adanya banyak wisata yang dapat dikembangkan di Tuban bukan hanya wisata religi dan bahari tetapi juga memiliki wisata sejarah. Dengan demikian masyarakat Tuban dapat dengan bangga menyebut bahwa Tuban juga punya situs peninggalan sejarah seperti Mojokerto, Yogyakarta, Magelang, dan kota sejarah lainnya. 

Akhirnya, semoga Tuban dapat membuka kemegahannya melalui pemahaman sejarah-budaya dan kecintaan masyarakatnya terhadap Tuban semakin bertambah. Tabik.

Sumber: 

- Jumardi, 2020, Relevansi Nilai-Nilai Sejarah Lokal dan Nsionalisme Generasi Muda, Jurnal Pendidikan Sejarah, Vol. 9 No. 1 Januari

- Warto, 2017. Menumbuhkan Kesadaran Sejarah Generasi Muda, makalah disajikan pada Diskusi Sejarah di UNY Yogyakarta