Pemilik Lahan Minta Data Dibenarkan Dulu, Baru Lakukan Konsinyasi

Reporter : Ali Imron

blokTuban.com - Sebagian pemilik lahan di Desa Sumurgeneng dan Wadung yang terlibat konsinyasi menunda untuk mengambil cek uang di Pengadilan Negeri (PN) Tuban. Mereka menginginkan data pengukuran tim lapangan untuk dibenarkan dulu.

Hal itu diungkapkan Wantono salah satu pemilik lahan yang akan digunakan untuk proyek Kilang Tuban. Setelah puluhan warga dua desa di Kecamatan Jenu mendatangi Kantor BPN dan PN Tuban pada tanggal 12 Januari 2021.

Dua hari yang lalu, sebagian dari mereka yang datang mengurus ganti rugi pembebasan lahan Kilang Pertamina. Warga harus membawa surat pengantar BPN untuk mengambil cek konsinyasi di PN.

"Sedangkan sebagian warga yang lain menanyakan ke BPN dan belum sampai mengurus konsinyasi. Sesuai putusan hakim PN, bahwa apa-apa yang belum beres maka selesaikan dulu dengan Pertamina dan pihak terkait," ungkap Wantono kepada blokTuban.com, Kamis (14/1/2021).

Sebagai contoh dibeber Wantono bahwa bangunan yang belum dinilai diminta diselesaikan dulu dengan Pertamina. Ada galian sumur dan pengukuran keliru oleh tim di lapangan. Misal luasannya 1 hektare 500 meter persegi, tapi hanya diukur 1 hektare 100 meter persegi.

"Putusan hakim waktu lalu pengukuran lahan yang belum tepat silahkan benarkan dulu dengan pihak terkait. Bila nanti proyek sudah berjalan tapi belum dibenarkan pengukurannya, maka tanah yang tidak masuk hitungan dilarang digarap proyek," imbuh pria miliarder tersebut.

Warga masih mencatat perkataan hakim, bahwa yang boleh dikerjakan hanya ukuran yang sesuai dengan putusan hakim PN dan yang belum dinilai jangan boleh dikerjakan. Sampai sekarang warga belum mengurus konsinyasi karena masih ada data-data yang belum benar.

Pemilik lahan juga berpedoman bahwa putusan hakim harus ditaati oleh penggugat atau tergugat. Siapa-siapa yang tidak mentaati putusan hakim sama artinya menghina PN, dan secara otomatis menghina NKRI.

Salah satu ahli waris Kastrup asal Dusun Pomahan, Desa Sumurgeneng bernama Nawi berkesempatan cerita kepada blokTuban.com. Ia kecewa dengan tim penilai pohon yang tidak mencatat jumlah pohon sesuai realita di lapangan.

“Misalnya di lahan saya ada ada 85 pohon Jati tapi hanya tercatat 7 pohon. Untuk pohon Sengon dan jenis lainnya tidak masuk hitungan. Yang lebih ganjil lagi tidak ada satupun pohon Jaranan, tapi dihitung ada 30 batang,” ungkap Nawi.

Tak cukup itu, tim juga mencatat pohon pisang sejumlah 7 batang, padahal sudah jelas di lahannya tidak ditanami pisang. Tim juga tidak mencatat dan menghitung pohon Embo, Pace, dan Pepaya miliknya.

Kepala Kantor Pertanahan Nasional Kabupaten Tuban, Roy Eduard Fabian Wayoi telah menerima kedatangan pemilik lahan yang saat ini ditahap konsinyasi. Mereka menginginkan adanya mediasi untuk ganti rugi tambahan pohon.

“Prinsipnya proses penyelesaian ganti kerugian di PN. BPN hanya memberi surat rekomendasi dan mengecek berkas sebelum pembayaran uang konsinyasi itu,” sambung pria asal Papua itu.

Roy sapaan akrabnya menambahkan, kesalahan tim penilaian di lapangan sangat kecil karena kerjanya gabungan. Kalaupun ada kesalahan bisa dianulir di PN dan waktunya sudah kelewat. Keluhan para pemilik lahan sekarang kurang tepat, karena saat ini waktunya sudah konsinyasi.

Diketahui, orang pertama yang menerima cek konsinyasi adalah Nur Farida asal Desa Wadung, Kecamatan Jenu. Ia merupakan ahli waris dari Mujiono yang memiliki 4 bidang lahan.

"Total nilai konsinyasi 3 bidang yang diterima Nur Farida sebesar Rp9,7 Miliar lebih. Milik pak Mujiono ada 1 yang belum dicairkan karena 1 bidang itu milik dua orang dan masih proses pemecahan," ucap Ketua PN Tuban, Fathul Mujib.

Ketua PN juga menyampaikan nilai konsinyasi akan tetap jika warga tidak mengambilnya dalam waktu 10 tahun. Kendati demikian, Pertamina GRR jika ingin menggunakan lahan terssebut bisa mengajukan ekskusi.

Data yang dihimpun blokTuban.com dari tim Pertamina GRR Tuban bahwa di tahap konsinyasi melibatkan pemilik 55 orang dengan jumlah 81 bidang. Rinciannya di Desa Wadung ada 13 bidang dengan 9 pemilik dan di Sumurgeneng ada 68 bidang dengan 46 pemilik. [ali/ono]