Awalnya Dicibir Tetangga, Lulusan Sarjana Hukum Sukses Jadi Petani Jamur

Reporter: Ali Imron

blokTuban.com - Tiga kunci sukses yang dimiliki Darmaun, yaitu gigih dalam berusaha, ikhtiar kepada Tuhan, dan doa mustajab dari orang tua. Ia terbilang konsisten menekuni bisnis jamur dari hulu hingga hilir.

Sudah 10 tahun lebih perjalanan Darmaun sebagai petani jamur tiram asal Desa Tlogowaru, Kecamatan Merakurak, Kabupaten Tuban. Ketekunannya tercatat sejak tahun 2011, dan meraih sukses padahal dari segi akademik, dia lulusan sarjana hukum.

Rekam jejaknya sebagai petani jamur tidak lah mulus. Jatuh bangun dan nyaris gagal usahanya pernah dilalui. Mantan Ketua Karang Taruna Tlogowaru tersebut, menekuni budidaya jamur karena peluang dan permintaan pasar yang tinggi.

Berawal dari pengajuan proposal ke PT. United Tractors Semen Gresik (UTSG), Darmaun memulai usahanya. Tanpa mengeluarkan modal serupiah pun, waktu itu ia diberi 1.000 baglog. Dilanjutkan ikut pelatihan dengan ilmu yang terbatas.

Penasaran dengan cara membuat baglog, ayah dari dua anak ini terus mencari informasi di media sosial dan buku. Racikan dan takaran baglog tak semudah bayangannya di awal.

"Kurang lebih 4 kali gagal membuat baglog. Sempat pakai drum kecil waktu eksperimen pertama dan itu gagal. Akhirnya diberi buku dari teman dan berhasil meskipun belum sempurna," tutur Darmaun kepada blokTuban.com, Selasa (12/1/2021).

Masih berkutat dengan baglog, ia kemudian mengumpulkan serbuk kayu gergaji dari wilayah sekitar. Ia baru tahu serbuk kayu keras seperti Jati, Mahoni, dan Mangga bisa dipakai sebagai bahan baglog.

Di awal proses pembuatan baglog, ia dibantu istri dan anaknya. Berkembangnya usaha direkrutlah 4 orang tetangganya sebagai karyawan, untuk memenuhi permintaan baglog yang semakin tinggi.

Lulus dari baglog, Darmaun kemudian uji coba membuat spora. Tiga kali gagal dengan spora dan memutuskan untuk beli jadi karena muncul rasa malas. Setelah dihitung pengeluaran membengkak, uji coba spora pun dilanjutkan dan berhasil.

Dia ingat betul, tetangga dan masyarakat sekitar acuh tak acuh melihat budidaya jamurnya. Baginya hal itu wajar, karena minimnya pemahaman tentang jamur tiram yang memiliki pasar luas.

"Masyarakat acuh tak acuh terhadap apapun kalau belum sukses. Dicibir itu pasti karena masyarakat luas dan belum tahu banyak soal jamur," imbuhnya.

Jamur sebagai sayuran organik sangat banyak manfaatnya. Selain diburu para vegetarian, jamur juga sangat diburu oleh ibu-ibu yang sedang diet/menurunkan berat badan. Jamur juga bisa diolah menjadi kaldu sebagai pengganti penyedap rasa.

Di pasar stok jamur terbilang masih kekurangan. Menangkap peluang tersebut, Darmaun menampung jamur dari petani sekitar sebanyak-banyaknya.

Di tengah kesuksesan bisnisnya, Darmaun mengungkap titik terendahnya. Waktu itu sistem kerjanya keliru, ditambah karyawan bekerja tidak sesuai prosedur. Akibatnya 80 persen jamurnya gagal, disaat spora masih beli dan pengeluaran yang tak sedikit.

Berkat dukungan teman bisnisnya, usahanya bangkit kembali. Motivasi waktu sangat menolongnya, ditambah pinjaman modal dari teman akrabnya.

Baginya budidaya jamur butuh perlakuan berbeda saat musim kemarau dan penghujan. Saat suhu panas, lokasi tumbuh jamur harus dibuat lembab dengan penyemprotan 3-4 kali sehari. Sedangkan ketika penghujan penyiraman cukup sekali atau sesuai kebutuhan.

"Saat musim hujan saya bisa hasilkan 25 Kilogram lebih jamur dan kemarau produksi jamur turun sekitar 15-20 Kg sehari," terangnya.

Setelah menguasai hulu jamur, giliran bisnis hilir ia telateni. Hal itu dilakukannya ketika jamur melimpah dan permintaan pasar lesu. Munculah ide membuat keripik jamur. Mengawali bisnis kuliner jamur ternyata juga tidak mudah khususnya untuk mengeringkan jamur hingga menjadi "kriuk".

Sebelum memiliki spinner, ia memanfaatkan mesin cuci tapi kurang maksimal. Dibelilah sepinner yang berfungsi mengeluarkan minyak dari hasil gorengan jamur tiram berkapasitas 5 Kg. Kesabarannya menuai hasil setelah ujicoba beberapa kali.

Masalah muncul lagi yaitu jamur layu dan tidak laku saat dijual ke pasar. Munculah ide lagi yaitu membuat kerupuk jamur. Tanpa diduga olahannya diminati oleh pelanggannya di pasar.

Ia mengakui istrinya tidak pandai memasak. Tekad kuat membuka kuliner jamur, mendorongnya untuk studi banding ke Yogyakarta. Disana banyak angkringan yang sediakan olahan jamur.

Dirasa modalnya cukup, warung kuliner jamur dibuka dan diserbu pecinta jamur. Beragam menu disajikan, seperti bakso jamur, nugget jamur, tumis jamur, sate jamur dan masih banyak lagi. Omset bersih dalam sebulan mencapai Rp2 juta.

Pandemi Covid-19 di awal 2020 memukul usaha kulinernya. Pelanggan setianya yang semula datang, perlahan beralih ke pesan online dan jumlahnya terbatas. Setelah dikalkulasi akhirnya diputuskan untuk menutup warung sementara.

Hingga awal tahun 2021, Darmaun memiliki 7 orang karyawan. Merekalah yang mengurusi usaha hulu hingga hilir miliknya. Dia mengajak gabung ibu-ibu yang nganggur di rumah, dan itu komitmennya untuk membuka lapangan kerja.

Semenjak lulus dari jurusan hukum, ia mengikuti proses alam. Sempat ada keinginan untuk menjadi lawyer, tapi harus melanjutkan S2 lagi. Informasi dari media sosial tentang jamur tiram, menggugah hatinya untuk menjadi petani jamur. Sekarang ia memiliki omzet baglog Rp25 juta per bulan.

"Bagi petani jamur pemula jangan patah semangat. Mari berjuang untuk masa depan. Jamur kelihatan sepela kalau ditekuni akan barokah untuk semuanya," pesannya. [ali/ ]