KPR Minta RUU Penghapusan Kekerasan Seksual Diprioritaskan di Prolegnas 2021
Reporter : Ali Imron

blokTuban.com - Koalisi Perempuan Ronggolawe (KPR) Kabupaten Tuban bersama jaringan nasional yang tergabung dalam Jaringan Masyarakat Sipil untuk Advokasi RUU P-KS mendorong Pimpinan Badan Legislasi DPR RI untuk berkomitmen penuh mewujudkan keadilan bagi korban kekerasan seksual dengan memasukkan kembali RUU P-KS dalam prioritas Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2021.

"Kami juga meminta untuk memastikan optimalisasi RUU P-KS segera dibahas dan disahkan. Masyarakat sipil mendorong Ketua dan pimpinan DPR-RI memutuskan dan memastikan pembahasan RUU P-KS dilakukan di Baleg DPR RI," ujar Ketua KPR Tuban, Warti kepada blokTuban.com, Kamis (1/10/2020).

Perjalanan pembahasan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU P-KS) sudah terkatung-katung hampir lima tahun sejak masuk Prioritas Prolegnas Tahun 2016-2019 dan masuk kembali menjadi Prioritas Prolegnas DPR RI 2020-2024.

Namun pada 2 Juli 2020, Badan Legislasi DPR RI mengeluarkan RUU PKS dari Prolegnas Prioritas 2020 berdasarkan keputusan Komisi VIII DPR RI selaku pembahas RUU P-KS selama ini.

"Sehingga proses advokasi dan pengawalan RUU P-KS ini harus dimulai lagi, agar RUU ini masuk kembali ke dalam daftar Prioritas Prolegnas Tahun 2021," imbuhnya.

Keputusan DPR menuai reaksi kekecewaan dari korban, keluarga korban, pendamping dan masyarakat pemerhati hak-hak perempuan korban kekerasan seksual. Karena RUU P-KS menjadi harapan yang tertinggi dari masyarakat agar menjadi solusi dari persoalan kekerasan seksual yang selama ini terus terjadi dan membuat setiap orang berpotensi menjadi korban maupun pelaku kekerasan seksual.

Hal lain yang membuat RUU P-KS mendesak untuk segera diproses dan disahkan adalah meningkatnya data kasus kekerasan seksual di Indonesia. Data Komnas Perempuan mencatat 406,178 kasus kekerasan terhadap perempuan dalam Catatan Tahunan (Catahu) 2019.

"Dimana kasus kekerasan seksual di ranah publik 2521 kasus dan di ranah privat 2988 kasus," tambahnya.

Kekerasan seksual juga di alami oleh perempuan dengan disabilitas, anak, lansia dan perempuan dengan HIV/AIDS. Data Forum Pengada Layanan (FPL) tahun 2020 yang dihimpun dari 25 organisai lembaga layanan, menyatakan bahwa selama pandemi Covid-19, terdapat 340 kasus kekerasan seksual.

Hari ini kekerasan seksual juga semakin beragam modusnya, sehingga kebijakan dan aturan hukum yang ada saat ini tidak mampu menjawab dan memenuhi rasa keadilan bagi korban kekerasan seksual.

"Dampaknya 10 % kasus kekerasan seksual tidak bisa diproses hukum. Sembilan bentuk kekerasan seksual belum semuanya dikenali dalam KUHP dan UU lainnya," pungkasnya. [ali/ ]