Vaksin Ditemukan, Bisakah Indonesia Terbebas dari Corona?

Reporter: --

blokTuban.com - Indonesia semakin agresif untuk memborong vaksin virus corona agar dapat kembali hidup normal. Kabar terbaru  Indonesia berhasil mengamankan komitmen pengadaan 40 juta dosis vaksin Covid-19. Ini merupakan kesepakatan antara Bio Farma dan Sinovac Biotech China yang disaksikan oleh Menteri Luar Negeri Retno Marsudi dan Menteri BUMN Erick Thohir.

Retno Marsudi mengungkapkan perjanjian ini merupakan preliminary agreement (perjanjian awal) di mana Sinovac akan menyediakan 40 juta dosis vaksin Covid-19 buatannya bila berhasil pada November hingga Maret 2021.

Saat ini Sinovac dan perusahaan farmasi pelat merah Bio Farma tengah terlibat kerja sama terutama dalam hal uji klinis tahap akhir kandidat vaksin milik Sinovac yang diberi nama CoronaVac.

Jika ditambah dengan kapasitas produksi milik Bio Farma yang setahun bisa menghasilkan 250 juta dosis vaksin, maka total bakal ada 290 juta dosis vaksin Covid-19 untuk Indonesia. Namun jumlah tersebut masih belum cukup untuk penduduk Indonesia yang mencapai lebih dari 268 juta jiwa. 

ahkan untuk skenario vaksinasi 170 juta masyarakat Indonesia dengan takaran dua dosis per orang saja masih kurang 50 juta dosis lagi. Saat ini pemerintah melalui Kementerian BUMN juga tengah menjajaki kerja sama dengan pengembang vaksin asal China lainnya yaitu Sinopharm dan CanSino Biologics.

Hal yang juga tak boleh dilupakan adalah RI juga punya kandidat vaksin Covid-19 lainnya yang juga dikembangkan di dalam negeri. Salah satu institusi riset kenamaan dalam negeri yakni LBM Eijkman sedang memimpin konsorsium pengembangan vaksin berupa protein rekombinan yang dinamai vaksin merah putih.

Selain itu, dari swasta juga ada PT Kalbe Farma Tbk (KLBF) yang tergabung dalam konsorsium Genexine juga ikut berpartisipasi mengembangkan vaksin DNA yang diberi nama GX-19 melalui kerja sama dengan perusahaan asal Korea dan institusi riset lainnya. Vaksin memang memegang peranan kunci dalam penanganan wabah. Sudah banyak wabah yang berhasil ditangani menggunakan vaksin. Dalam konsep epidemiologi ada dua istilah yang dikenal yaitu eliminasi dan eradikasi. Eliminasi adalah istilah yang merujuk pada berhasil dihilangkannya suatu wabah penyakit di suatu daerah atau wilayah yang bisa meliputi suatu negara, sedangkan eradikasi implikasinya lebih luas karena berarti wabah sudah hilang dari peredaran di dunia. 

Pada 1979 AS mendeklarasikan telah berhasil mengeliminasi polio dengan adanya program vaksinasi masal. Namun di negara-negara lain kasus polio masih banyak dijumpai, terutama di negara yang belum melaksanakan vaksinasi masal.

Hingga minggu ke-10 tahun ini, WHO masih melaporkan adanya temuan kasus polio di Asia Tenggara  yaitu Indonesia, Myanmar, Filipina, dan Malaysia. Padahal kawasan tersebut telah lebih dari satu dekade tidak ditemukan kasus Polio. 

Selain vaksinasi, program pengawasan juga memegang peranan penting dalam penanganan wabah. Tanpa adanya pengawasan yang ketat secara berkala mustahil untuk bisa mengeliminasi wabah apalagi mengeradikasi. 

Ini juga menjadi pekerjaan rumah yang tidak mudah bagi Indonesia. Seberapa efektif dan lama vaksin bisa memberikan perlindungan pun masih belum bisa diketahui dengan pasti. 

Jika mengacu pada data hasil uji klinis tahap awal kandidat vaksin Sinovac, CoronaVac mampu menginduksi terbentuknya antibodi dan memperkuat sistem kekebalan tubuh tanpa efek samping yang merugikan. 

Namun yang perlu diingat adalah, uji klinis tahap awal ini jumlah sampelnya masih terbilang sedikit. Untuk benar-benar bisa menentukan apakah vaksin efektif atau tidak harus menunggu hasil uji klinis tahap tiga atau akhir yang sampelnya banyak dan memakan waktu paling lama. 

Setidaknya butuh waktu enam bulan lagi sampai uji klinis tahap akhir ini selesai dilaksanakan di dalam negeri. Di sisi lain durasi proteksi vaksin virus corona juga masih menjadi perdebatan para ahli.

WHO melaporkan, pada beberapa kasus orang yang berhasil sembuh dari Covid-19, antibodinya bisa bertahan hingga 40 hari pasca-infeksi. Apabila karakteristik infeksinya mengikuti pola penyakit SARS 17 tahun silam, maka antibodi melawan virus corona ini bisa bertahan hingga 5 bulan dan baru menyusut setelah 2-3 tahun.

Hanya saja, lagi-lagi masih butuh banyak bukti pendukung lainnya. Apalagi beberapa penelitian virus corona jenis baru ini memiliki laju mutasi yang berpotensi menimbulkan fenomena antigenic drift.

Center for Disease Control & Prevention (CDC) mendefinisikan antigenic drift sebagai perubahan yang terjadi pada materi genetik virus yang bisa menyebabkan patogen tersebut lolos dari sistem kekebalan tubuh. Fenomena ini akan membuat efektivitas vaksin tentunya menjadi menurun. 

Itu artinya lagi-lagi kita harus lebih bersabar menunggu semua hal ini menjadi lebih jelas dengan adanya penelitian-penelitian lanjutan.

Meskipun penangkalnya belum tersedia, ternyata hal-hal kecil seperti mempraktikkan pola hidup higienis dan menggalakkan protokol kesehatan di ruang publik bisa menurunkan risiko penularan Covid-19 secara signifikan.

Daripada hanya menunggu vaksin saja tanpa daya upaya, kita masih punya peran untuk melawan pandemi ini dengan langkah-langkah kecil dan sederhana. So, tunggu apalagi? Mari mendisiplinkan diri!. [lis]

Sumber: CNBC.com