Lahan Diukur, Warga Lapor Polisi

Reporter : Ali Imron

 

blokTuban.com - Proses pembebasan lahan Kilang Grass Root Refinery (GRR) Kabupaten Tuban semestinya selangkah lagi rampung. Namun, tim pembebasan lahan yaitu Badan Pertanahan Nasional (BPN) Tuban justru dilaporkan oleh warga ke polisi oleh sebagian pemilik lahan.

Hari Rabu (5/8/2020) pagi, 25 orang asal Desa Sumurgeneng dan Wadung, Kecamatan Jenu mendatangi mapolres di Jalan Dr. Wahidin Sudirohusodo Tuban. Mereka membawa surat pelaporan dan diterima oleh petugas.

Kepada blokTuban.com, salah satu pelapor asal Desa Sumurgeneng, Mulyono mengatakan, pihak yang dilaporkan ke polisi yaitu Kepala BPN, Ganang Anindito. Terlapor dituduh warga telah menyerobot lahannya dan melakukan pengukuran tanpa persetujuan.

Hasil pengukuran tersebut diklaim warga, diserahkan ke Pertamina kemudian dijual ke Pertamina yang bisa melanggar Pasal 385 KUHP. Kepala BPN bersama tim telah masuk ke pekarangan dan telah diusir warga, tapi tidak kunjung pergi. Justru melakukan pengukuran lahannya dan bisa melanggar Pasal 167 KUHP.

"Saya melapor ke polisi karena merasa diganggu atas kepemilikan tanah saya Kepala BPN bersama tim dengan cara mengukur tanpa perkenan saya. Hal ini bisa melanggar ketentuan Pasal 6 ayat 1 b dan c Perpu no. 51 tahun 1960," terang Mulyono.

Kedatangannya ke mapolres, diharapkan laporan ini bisa ditindaklanjuti. Selain itu, besar harapan adanya penegakan hukum. Mulyono bersama 60 warga asal dua desa tersebut, sampai hari ini tak kepikiran menjual lahannya.

"Saya lebih senang bertani dari tanah warisan, kami berhak hidup bertani di tanah kami sendiri. Mohon pengertian dari Pemerintah, meski Pertamina pernah menyampaikan akan menggunakan sistem konsinyasi," imbuhnya.

Dikonfirmasi terpisah, Kepala BPN Tuban, Ganang Anindito tidak reaktif ketika tahu dilaporkan oleh warga ke polisi. Responnya dingin dan tidak apa-apa ketika menjadi terlapor.

"Kinerja BPN lurus sebagai tim pemebebasan lahan Kilang GRR sesuai Undang-undang No. 2 tahun 2012," singkatnya.

Dua hari sebelumnya Senin (3/8), belasan warga asal dua desa di Kecamatan Jenu juga menggeruduk kantor BPN Tuban. Warga protes dan mengklaim BPN melakukan pengukuran sepihak.

Protes warga di bulan Agustus 2020 ini dapat dikatakan terlambat oleh BPN. Seharusnya protes dilayangkan ke Pengadilan Negeri Tuban saat rencana penetapan lokasi. Sekarang sudah proses pengadaan tanah, protes terhadap nilai atau harga tanah tidak diperkenankan.

Tercatat ada 489 hektare tanah yang dimiliki warga sebagai lokasi rencana strategis nasional kilang minyak. Sementara untuk lahan milik Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) luasnya 348 hektare, serta milik Perhutani sekitar 110 hektare.

Sikap berbeda datang dari kelompok warga yang kini menjadi miliarder. Mereka warga Dusun Tadahan, Desa Wadung, Kecamatan Jenu berkesempatan dialog dengan PT. Pertamina GRR Tuban dan Badan Pertanahan Nasional (BPN) soal nilai Kantor Jasa Penilai Publik (KJPP) yang dirasa belum pantas.

Pada tanggal 26 Juni 2020, satu persatu warga yang hadir di Pendopo Kecamatan Jenu menyampaikan keberatannya atas nilai KJPP, mencakup nilai bangunan, tanaman, hingga ganti usaha. Waktu itu, didampingi Kepala Desa Wadung, Sasmito beserta perangkatnya. [ali/ono]