Jangan Terserah, Jangan Menyerah

Oleh : Sri Wiyono

SAYA mengawali tulisan  ini sambil teringat dengan video yang viral di media sosial. Salah seorang tenaga medis pria di Jawa Tengah, dengan berpakaian APD lengkap, memanggul tabung semprot teriak-teriak di jalan.

Dia mengajak seluruh orang untuk keluar rumah dan tidak memedulikan anjuran pemerintah untuk di rumah saja sebagai upaya mumutus rantai penyebaran Covid-19.

Petugas medis ini terus berteriak-teriak, sambil berjalan mondar-mandir. Jika Indonesia ingin seperti negara Ekuador yang banyak warganya meninggal akibat Covid-19. Dan karena kapasitas tenaga medis, peralatan dan rumah sakitnya tak memadai lagi, banyak mayat-mayat bergelimpangan di jalan-jalan karena tak terurus.

Lalu teringat juga foto petugas medis dengan tagar Indonesia terserah. Lalu diikuti oleh yang lain menyebarkan tagar tersebut. Meski sebagian yang lain tetap adem dan menyebarkan narasi positif.

Dua kejadian tersebut adalah ekspresi kekesalan, kekecewaan dan keputusasaan tenaga medis yang disebut sebagai garda terdepan penanganan Covid-19 itu. Lho tenaga media kok putus asa, tenaga medis kok ngambekan. Katanya pahlawan kok menyerah? Begitu ledek yang lain.

Apakah tenaga medis tidak boleh kecewa? Tidak boleh kesal dan tidak boleh putus asa? Sangat boleh !!. Karena mereka adalah manusia. Dan sifat manusia di antaranya adalah mudah kesal dan kecewa seperti itu. Tapi putus asa jangan !!.

Kita harus saling bahu membahu untuk melawan Covid-19 ini. Kita harus saling membantu, saling mendukung dan saling memahami peran dan fungsi masing-masing. Di antara komponen bangsa ini, tak boleh ada yang merasa paling lelah, paling keras kerjanya, paling berjasa dan paling-paling yang lain.

Semua juga kerja keras. Semuanya juga lelah. Semuanya juga punya jasa sesuai dengan kemampuan dan kapasitasnya masing-masing. Ibarat sebuah mesin mobil , semua punya peran penting untuk menggerakkan mobil agar bisa berjalan. Bahkan komponen ‘pentil’ ban sekalipun sangat penting perannya.

Jadi, mari kita terus bergandengan tangan untuk bersama-sama melawan Covid-19. Tenaga medis yang teriak-teriak di jalanan itu, mungkin dalam kondisi tertekan. Stress karena lama tak bisa ketemu keluarganya. Hatinya was-was nanti ikut terinfeksi dan lain sebagainya. Manusiawi !!

Sementara sebagian masyarakat masih dengan ‘kebandelan’ dan ‘kecuekannya’. Seolah tidak sedang terjadi apa-apa. Tetap berkeruman dalam jumlah banyak. Tetap bergerombol dan keluar rumah seenaknya. Bahkan, banyak yang tak memakai masker serta tak memedulikan himbauan pemerintah.

Tentu sebagai tenaga medis yang setiap hari menerima dan menangani pasien Covid-19 para tenaga medis itu miris. Sehingga muncul rasa putus asa dan kecewa, karena seolah kerja kerasnya menangani pasien tak dihargai oleh masyarakat. 

Dalam satu sisi mungkin benar. Namun, dari sisi yang lain tak semua masyarakat ‘ngeh’ dengan kondisi, tidak tahu jumlah pasien yang dirawat, yang positif berapa dan yang meninggal berapa. Di sini peran media yang memberitakan menjadi penting. Bukan menakuti, tapi membeber fakta bahwa kondisi sekitar sudah seperti itu.

Jika tenaga medis putus asa dan kecewa, barangkali pemerintah bisa dua atau tiga kali lipat kecewa dan marahnya. Gugus Tugas apalagi. Pemerintah harus memikirkan banyak hal. Mulai membuat kebijakan yang tepat sampai membiayainya.

Memastikan APD tenaga medis tersedia, memastikan bahan makanan tersedia, memastikan masyarakat bisa menjangkau bahan makanan pokok. Memastikan warganya yang miskin tetap makan dan hidup tidak kekurangan makanan. Semua itu butuh anggaran, sementara semua sumber anggaran dibatasi. Pasti pusing !!.

Karena itu, tak elok saling menyalahkan. Yang harus dilakukan adalah saling mendukung dan saling bergandengan tangan untuk mengalahkan Covid-19 ini bersama-sama. Karena tanpa kerjsama antarsemua komponen bangsa ini, sangat sulit cobaan ini teratasi.

Masyarakat harus mendukung pemerintah untuk tidak cuek dan ‘ndableg’. Coba sedikit sadar dan peduli, minimal peduli dengan diri sendiri dan keluarga. Caranya dengan mematuhi anjuran pemerintah. Memakai masker jika harus keluar rumah. Rajin mencuci tangan pakai sabun, mandi dan mencuci pakaian jika habis berkegiatan di luar rumah dan berpola hidup bersih dan sehat.

Pasien terkonfirmasi positif Covid-19 di Kabupaten Tuban menjadi 40 orang. Sebanyak 20 orang adalah terkonfirmasi baru yang dirilis pada hari kedua Lebaran. Duuh…..!!

Mirisnya lagi, ada titik sebaran atau klaster baru yang muncul. Setidaknya jika menilik 20 orang terkonfirmasi positif baru tersebut. Ada klaster pasar bongkaran, klater Babat juga klaster Banjarejo (Bojonegoro). Selain klaster Tambakboyo yang sebelumnya sudah muncul.

Pasar Bongkaran? Haduh…..,sebagian warga Tuban mungkin masih asing. Sebagian yang lain tak asing, bahkan setiap hari ke sana, khususnya para bakul. Sesekali coba tengok pasar yang hampir tak pernah sepi itu.

Jika malam hari, sejak selepas isyak sudah banyak pedagang. Semakin malam, semakin ramai pasar ini. Berbagai kebutuhan sayur-mayur, buah dan aneka bumbu dapur ada di sana. Dan tentu saja pedagang dan pembelinya. Sangat ramai.

Beberapa waktu lalu, ada Tim Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19  Kabupaten Tuban menggelar rapid test di sana. Apakah yang positif tersebut satu di antaranya pedagang di sana? Atau pembeli di sana? Wallahu a’lam. Tapi seperti itulah faktanya. 

Di antara dua kabupaten di Jawa Timur yang berbatasan dengan Tuban, memang Kabupaten Tuban paling sedikit. Tertinggi masih Lamongan dengan 87 pasien positif, 14 di antaranya meninggal, 21 sembuh. Kemudian Bojonegoro 49 positif yang meninggal 7 dan sembuh 2 orang. 

Dua kabupaten di Jawa Tengah yang berbatasan dengan Tuban adalah Kabupaten Blora dengan 21 positif, 3 meninggal dunia. Sedang di Kabupaten Rembang 3 pasien positif satu di antaranya meninggal.

Data terakhir secara umum kondisi di Jawa Timur sebanyak 3.886 positif, yang sembuh 489 orang dan meninggal 292 orang. Sedang secara nasional ada 22.750 kasus positif, sebanyak 5.642 sembuh dan meninggal 1.391 meninggal. 

Dengan jumlah ini, Indonesia menempati posisi di atas 20 besar negara dengan jumlah kematian terbanyak di dunia. Sedang jumlah seluruh kasus di dunia sebanyak 5,49 juta orang positif, yang sembuh 2,23 juta dan yang meninggal 346 ribu orang.

Lalu apakah kita menyerah? Tentu tidak !!. Tidak ada kamus rakyat negeri ini menyerah dan gampang putus asa. Mari kita terus bergandengan tangan untuk melawan Covid-19 ini bersama-sama. Bekerja dan bergerak sesuai dengan kapasitas dan kemampuan masing-masing. #janganterserah, #janganmenyerah. Wallahu a’lam.[*]