Tiga Tahun Jadi Pilot Paralayang, Perempuan Ini Sabet Puluhan Medali

Reporter : Ali Imron

blokTuban.com - Lewat bukunya yang kemudian hari diberi judul Habis Gelap Terbitlah Terang, Kartini menuangkan gagasan yang menyentikkan semangat pada kaum perempuan.

"Tahukah engkau semboyanku? Aku mau! Dua patah kata yang ringkas itu sudah beberapa kali mendukung membawa aku melintasi gunung keberatan dan kesusahan. Kata "Aku tiada dapat!" melenyapkan rasa berani. Kalimat "Aku mau!" membuat kita mudah mendaki puncak gunung."

Semangat yang disuntikkan Kartini ini menjadi penting mengingat banyakya penghalang bagi perempuan, untuk merealisaskan potensinya dalam mencapai sesuatu atau menjadi pempimpin di bidangnya. Meski secara potensi, perempuan tidak kalah dari laki-laki.

Sosok keberanian kartini masa kini, dapat ditemukan dalam diri Langking Ayu Pratiwi. Pilot muda paralayang ini mengenal paralayang sejak kelas 1 SMKN 1 Tuban.

Puluhan medali telah disumbangkan untuk Kabupaten Tuban. Tertinggi medali Emas di ajang Porprov Jatim 2019 lalu.

Mulai 2017, dara berusia 20 tahun aktif menyabet medali sampai sekarang. Dalam setahun rata-rata 4-5 medali dibawa pulang. Prestasinya mulai level lokal hingga nasional.



Langking sendiri lahir 10 Agustus 2000. Sebagai pilot pemula, dia spesialis Ketepatan Mendarat (KTM). KTM merupakan lisensi pemula yang harus dituntaskan, sebelum naik level yang lebih tinggi.

"Paling lama terbang 1,5 jam sekali lompatan," terang Langking, Rabu (8/4/2020).

Beragam even telah dilakoni, mulai di Padang Sumatera, NTT, Jogjakarta, Majalengka, hingga lokal Jawa Timur. Kemanapun pilot muda ini tetap membawa nama Tuban. Di Majalengka event pertama yang diikutinya dan berjalan lancar.

Untuk mengasah skill, dalam sepekan Langking latihan 4 hari, baik fisik lapangan maupun terbang. Diawali pemanasan setelah itu latihan membuka parasut.

"Untuk terbang biasa di Trantang kalau buka parasut di pantai atau lapangan Sugihwaras," imbuhnya.

Selama menjadi atlet, prestasi akademiknya beriringan dengan paralayang. Pihak sekolah justru sangat mendukung, karena membanggakan lembaga dan orang tua.

Di balik prestasi gemilang, ada sisi pahit yang pernah dialaminya. Cidera waktu terbang di Padang tahun 2018 lalu. Dia gagal landing dan berakhir jatuh dari ketinggian di atas 10 meter.

Dari pengalaman itulah, saat ini Langking terbang lebih hati-hati. Butuh setahun mengembalikan trauma menjelang Porprov 2019.

Traumanya kembali muncul, setelah melihat temannya jatuh saat uji angin di ajang Porprov. Dia tahu rasa sakit yang dialami rekan pilotnya itu.

Selepas lulus SMK tahun 2019, Langking belum terbesit melanjutkan studinya. Dia masih fokus untuk berlatih menghadapi even paralayang berikutnya. Sepanjang karir, pilot perempuan ini mampu terbang lebih dari 200 kali. [ali/ito]