Gemas Jatim Tuntut DPR Sahkan RUU P-KS

Reporter: Nidya Marfis H. 

blokTuban.com - Ratusan masyarakat yang mengatasnamakan Gerakan Masyarakat Jawa Timur (Gemas Jatim) menggelar aksi sahkan Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU P-KS). Berlokasi, di Gedung Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Provinsi Jawa Timur (Jatim) Surabaya, Selasa (17/9/2019).

Aksi tersebut, gabungan dari individu dan lembaga yang memberikan layanan sebagai bagian dari Jaringan kerja dari beragam organisasi masyarakat sipil seluruh Indonesia. Denagan tujuan,  menagih janji DPR untuk segera mengesahkan Rancangan Undang-Undang Penghapusan Kekerasan Seksual (RUU P-KS) yang tidak kunjung disahkan dan terkesan mengulur-ulur waktu dengan berbagai alasan yang kurang masuk akal.

Gemas juga mengamati telah terjadi penyebaran fitnah yang sistematis dan meluas dalam bentuk propaganda yang membelokkan substansi RUU P-KS dalam bentuk ujaran-ujaran yang negatif dan penuh kebencian.

"Seperti Awal tahun 2019 beredar di sosial media yang menuduh secara ekstrim bahwa RUU P-KS itu pro zina dan LGBT, dua kata yang menghasut publik untuk menolak pengesahan RUU tersebut," ungkap Forum Pengada Layanan (FPL) wilayah Jatim - Bali, sekligus Direktur Koalisi Perempuan Ronggolawe (KPR) Nunuk Fauziyah. 

Ia menambahkan, saat ini tuduhan tersebut diperluas menjadi lebih ekstrim lagi, bahwa RUU P-KS dituduh sebagai semangat kebebasan seksual yang diusung kelompok feminis untuk membuka pintu-pintu kemaksiatan, dan pelecehan terhadap syariat Islam dan Pancasila. 

Tuduhan-tuduhan tersebut tentu saja sangat melukai hati korban, membuat banyak orang ketakutan, bahkan lebih menakutkan dari kasus kekerasan seksual itu sendiri. 

"Dampak fitnah tersebut, banyak orang menolak pengesahan RUU P-KS," ungkapnya.

Sepanjang tahun ini, sejalan dengan Kemenkominfo dan KPPPA, Gemas terus melakukan klarifikasi untuk meluruskan pandangan negatif yang ekstrim tersebut,  antara lain RUU P-KS dibentuk dan dibangun oleh sejumlah kelompok pendamping korban kekerasan seksual yang jumlahnya semakin bertambah. 

Kasus perkosaan YY adalah awal mula ledakan protes publik bagaimana kasus-kasus kekerasan seksual yang sadis dibiarkan begitu saja. Bahkan, tidak ada perangkat hukum khusus untuk mencegah dan melindungi korban dari  persoalan kekerasan seksual.

"RUU P-KS adalah solusi atas situasi darurat kekerasan seksual," ungkapnya. 

Berdasarkan data dari Komnas Perempuan tercatat tahun 2018, jumlah kasus kekerasan seksual naik menjadi 406.178 dibandingkan tahun sebelumnya sebanyak 348.466.  Sedangkan, Jatim menduduki peringkat ke 2 terbanyak kasus kekerasan.

Komnas Perempuan juga mencatat bahwa tahun ini kasus kekerasan seksual juga meluas di dunia siber, meningkatnya kasus inses dan meningkatnya perkosaan perempuan disabilitas. Menurut Komnas Perempuan, banyak hal yang tidak dapat dilakukan melalui perangkat hukum yang ada saat ini sehingga diperlukan perangkat hukum KHUSUS dalam mengatasi situasi mengerikan tersebut, karena persoalan yang semakin kompleks dan luas.

 

RUU P-KS memberi payung hukum untuk dapat tercegahnya dampak kekerasan seksual yang berjangka panjang yang mengena pada kesehatan fisik, kesehatan jiwa, kesehatan reproduksi korban, gangguan kronis dan mempengaruhi munculnya perilaku kesehatan yang negative, bahkan hingga pembunuhan, kematian maternal, kematian yang berhubungan dengan AIDS. 

Dari penjelasan di atas, RUU P-KS sangat dibutuhkan masyarakat Indonesia dan akan sangat membantu mempermudah aparat hukum mengidentifikasi setiap kasus yang sedang ditangani

"Untuk itu, kami menegaskan kembali bahwa RUU P-KS tidak ada hubungannya dengan kebebasan seksual, pro zina, maksiat dengan LGBT. Justru menitikberatkan pada perlindungan korban dan menghukum pelaku dalam berbagai tingkat, dengan berbagai pola kekerasan seksual yang terjadi," imbuhnya. 

Atas situasi yang menyakitkan ini maka Gemas Jatim dengan keras menyatakan: penolakan, penundaan, penghasutan atau fitnah dan penghinaan terhadap pengesahan RUU P-KS. Atas situasi ini sesungguhnya telah mempermainkan dan menyakiti perasaan seluruh korban di Indonesia. 

Pengabaian terhadap klarifikasi dan penolakan melakukan dialog atas penyebaran informasi tentang RUU P-KS yang dimaknai secara negatif dan fatal, menunjukkan tidak adanya political will.

Pengabaian dan penolakan menunjukkan bahwa bangsa Indonesia telah dikuasai oleh sekelompok orang yang ingin mempertahankan budaya perkosaan dan justru melanggengkan para pelaku kejahatan seksual. Sehingga Bangsa Indonesia terancam dan dikuasai oleh orang-orang yang membela pemerkosa atau pelaku kekerasan seksual, dan menganggap enteng kekerasan seksual yang terjadi pada korban.

Ditundanya pengesahan dan penolakan RUU P-KS sangat menunjukkan bahwa para wakil rakyat terutama Komisi VIII (Anggota Panja), tidak memberikan akses perlindungan dan keadilan pada korban. Kasus kekerasan seksual dianggap remeh dan malah asik bermain-main politik untuk kepentingan dirinya sendiri. 

Para tokoh agama, tokoh masyarakat, dan pejabat negara, seharusnya menjadi pembela masyarakat yang mengalami kekerasan seksual, membuka dialog bila ada perbedaan pendapat, mengecek ulang kembali seluruh RUU yang mudah diakses, sebelum membuat pernyataan.

Berdasarkan keseluruhan hal di atas, menuntut DPR RI untuk, Membahas DIM (Daftar Inventarisir Masalah) RUU dan membentuk tim perumus, guna memastikan pembahasan RUU dilaksanakan pada bulan September 2019 sesuai jadwal. Mengesahkan RUU P-KS yang memastikan jaminan perlindungan korban melalui ketentuan (a) pemidanaan pelaku, (b) hukum acara pidana khusus penanganan kasus, (c) perlindungan dan pemulihan hak korban.

Mendesak DPRD Provinsi Jawa Timur untuk, DPRD Provinsi Jawa Timur yang telah dilantik periode 2019-2023 lebih peka terhadap perlindugan perempuan dan anak dengan turut mendorong Panja RUU P-KS DPR RI untuk pengesahan RUU P-KS menjadi payung hukum khusus bagi Pencegahan Kekerasan Seksual, Perlindungan dan Penanganan korban Kekerasan Seksual.

Dalam aksi tersebut, turut hadir serta Pengurusan Cabang (PC) Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) Kabupaten Tuban. Ketua Korps Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (Kopri PMII) Tuban, Asfiyak mengatakan, meminta DPRD Provinsi Jatim untuk mendesak DPR RI agar segera disahkan RUU penghapusan kekerasan seksual. 

"Kami meminta kepada wakil rakyat untuk segera disahkan (RUU P-KS)," tandasnya. [nid/col]