Mimpi Tidak Diam: Kisah Tarian Kolosal dan Genderang Perjuangan

Reporter: M. Anang Febri

blokTuban.com - Closing ceremony atau penutupan Pekan Olahraga Provinsi (Porprov) Jawa Timur VI 2019, menyuguhkan hiburan tari kolosal dan parade bedug Genderang perjuangan.

Sejumlah 1000 personil tari dan pengiring, berkolaborasi dengan 87 bedug, lengkap dengan seni Pencak Dor di Stadion Bumi Wali Tuban, Sabtu (13/7/2019) malam.

Penari sebanyak itu, berpadu dengan parade bedug dan seni Pencak Dor yang akan disuguhkan pada awal rangkaian penutupan. Acara penutupan makin meriah dengan penampilan drum band dan defile kontingen.

Panitia PB Porprov VI 2019 dan lokal, sebelumnya sudah mempersiapkan secara matang acara penutupan ajang olahraga paling akbar di Jatim ini.

Ketua KONI Jawa Timur Erlangga Satriagung menuturkan, ada perbedaan penutupan di Porprov 2019 ini. Biasanya pembukaan dan penutupan dilakukan di satu tempat.

“Porprov kali ini beda, pembukaannya di Lamongan dan penutupan di Tuban. Tuban mempersiapkan diri tidak mau kalah meriahkannya dengan pembukaan,” ucap Erlanga Satriagung.

Acara penutupan, lanjut Erlangga Satriagung, lebih meriah dan besar dibanding pembukaan. Ia menuturkan, pembukaan dan penutupan dilakukan di tempat berbeda merupakan sejarah baru di Porprov Jatim.


Tarian Kolosal Simbol Semangat Tuban Wujudkan Mimpi

Tari kolosal pembuka yang diikuti 1000 personil tari dan parade bedug, mengusung tema genderang perjuangan. Dari gerakan tari tersebut, menggambarkan semangat masyarakat Tuban untuk mewujudkan mimpi.

Berawal dari mimpi beserta cita-cita, masyarakat Tuban harus bekerja dan tekun. Sehingga dapat mewujudkan mimpi-mimpinya, salah satunya dengan wujud memiliki Stadion Tuban Bumi Wali.

Gerakan awal tari kolosal, memberi visul akan masyarakat Tuban dalam kondisi tengah malam sedang tertidur. Suara mengaji, lantunan ayat suci, dibarengi suara ayam berkokok beriringan. Suara tarqim sebelum adzan Subuh berkumandang, membuat masyarakat Tuban yang terkenal dengan sebutan Bumi Wali ini terbangun.

Selama Tarqim itu, masyarakat memulai aktivitas. Mulai bangun dari tidur, dan bersiap menunaikan aktivitasnya, yakni sholat Subuh berjamaah.

Makna itu bisa dilihat dari gerakan rampak, bentuk tikar digelar dari para penari yang berjamaah. Aktivitas terus berjalan setelah itu, meraka pulang dari tempat ibadah ke rumah.

Di antara kesibukan pagi hari, meraka bekerja sesuai profesi masing-masing. Aktif dengan  rutinitas pagi, olahraga, dan senam. Betapa tarian kolosal menggariskan nuansa pagi, semangat masyakat Tuban untuk mewujudkan mimpinya.

Dari semua itu, tari kolosal dan parade bedug hingga Pencak Dor memiliki keterkaitan satu koridor konsep yang besar, yang berarti merajut mimpi lewat bunyi. Mimpi Tidak Diam. Dengan caranya masing-masing, masyarakat Bumi Wali selalu menabuh Genderang perjuangan. Bukan soal simbol genderang yang ditabuh saja, melainkan semangatnya. [feb/ito].