Pertamina Sulap Kotoran Sapi Jadi Uang

Reporter : Ali Imron

blokTuban.com - Bagaimana caranya mengubah kotoran sapi jadi uang? Bertanyalah pada para petani di Desa Kebongagung, Kecamatan Rengel. Berawal dari program Corporate Social Responsibility (CSR) Pertamina EP Asset 4 Sukowati, warga bisa melakukannya.

Separuh petani di Desa Kebonagung saat ini mulai berangsur meninggalkan pupuk kimia. Mereka menggunakan pupuk kandang dari kotoran sapi. Lebih irit dan tentu saja bebas bahan kimia. Warga bisa membuatnya sendiri.

Kemandirian itu diawali dari kelompok tani Sumber Pangan yang mendapat berkah dari program CSR Pertamian/ Kelompok yang beranggotakan 23 orang tersebut, kini mampu memenuhi kebutuhan pupuk untuk areal pertaniannya.

Wajah sumringah tak bisa disembunyikan Lamidi. Petani berusia 67 tahun itu, bersyukur berkat uluran tangan Pertamina, kotoran sapi kelompoknya yang beranggotakan kurang dari dua lusin itu secara berkala menghasilkan rupiah.

Berawal empat tahun silam, tepatnya 2015. Pria berkulit keriput mendapat pelatihan pertama kali di Bojonegoro bersama kelompoknya. Kala itu, pelatihan diberikan oleh KKKS Lapangan Mudi yang masih dioperatori Joint Operating Body Pertamina- Petrochina East Java (JOB P-PEJ) bekerjasama dengan Grahatma.

Latihan perdana tuntas, disambung penguatan pelatihan di 2016. Para peserta dari beberapa desa sekitar operasi Migas Mudi termasuk Kebonagung sangat antusias. Pelatihan terakhir yaitu praktik lapangan, sekaligus disupport peralatan.

"Kami diajari oleh Pertamina bagaimana mengolah kotoran sapi dengan baik dan benar," tutur pria kelahiran 1952 saat ditemui di kandangnya, di sebelah utara rumahnya pada akhir Januari 2019 lalu.

Awalnya, kelompok Sumber Pangan diajari membuat pupuk alami. Prosesnya cukup sederhana. Yakni kotoran sapi didiamkan tiga minggu, kemudian ditambahkan nemcair.

Nemcair merupakan cairan olahan sendiri. Untuk memproduksi nemcair satu galon, bahan-bahannya 1/4 Kg tempe, 1/2 Kg tape, 1/2 liter tetes tebu, dan satu botol kecil susu Yakult. Setelah dicampur, cairan disiramkan ke kotoran sapi setiap dua hari sekali dan diaduk sampai rata.

"Supaya lebih merata dan tidak menggumpal, kotoran dimasukkan ke mesin penggiling bantuan juga dari Pertamina dan Grahatma," imbuhnya.

Lamidi ingat betul, di tahun 2015 para petani masih bergantung dengan pupuk kimia dan harganya cukup tinggi. Rata-rata untuk memupuk lahan seluas satu hektare, butuh satu kwintal. Berbeda jika menggunakan pupuk organik, satu hektare membutuh dua ton dengan waktu pemupukan setahun dua kali.

Dari sisi kesuburan, diakui Lamidi lebih efektif memakai pupuk organik. Setelah tanam padi, jagung, cabai, maupun bawang merah juga hasilnya melimpah. Selain itu, pupuk organik racikannya juga mampu mengurangi rumput.

Setiap kali dapat pesanan, satu karung dihargai Rp 15 ribu. Harga ini langsung diambil di lokasi produksi pupuk. Pundi-pundi rupiah inilah yang bernilai tambah ke anggotanya.

Selain diolah jadi pupuk organik, kotoran sapi juga dalam proses pembuatan biogas. Pemanfaatan energi alternatif inilah, yang diharapkan mampu menyejahterakan kelompok Sumber Pangan.

Soal ilmu, kelompok tani binaan Pertamina ini tak pernah pelit ke petani luar desa. Waktu lalu, petani Desa Nguruhan Kecamatan Soko, bernama Haji Malik datang belajar membuat pupuk organik. Desa Sumurcinde, Soko, dan Bulurejo, Rengel juga pernah menimba ilmu.

"Untuk menguatkan kelompok, tiap bulan rapat rutin di rumah ketua pak Samuji. Yang dibahas program ke depan sekaligus evaluasi kegiatan yang telah dilakukan," imbuh pria pemilik lahan 1/4 hektare.

Dari beberapa anggota, bapak dua anak inilah satu-satunya yang dipercaya mendampingi petani yang ingin belajar. Selain ulet, dirinya juga cukup sabar dan pelaku pembuatan pupuk.

Rahasia pupuk organik milik Kelompok Sumber Pangan, yaitu ditambah sekam dengan takaran sekam satu karung banding pupuk tiga karung. Per karung pupuk organik beratnya 30 Kg.

Kelompok Tani yang dibantu jembatan oleh Pertamina ini, juga membuat pupuk daun. Bahannya yakni kencing sapi ditambah nemcair dan tanaman hijau-hijauan. Kencing sapi sebelumnya didiamkan di drum dua pekan.

"Satu botol pupuk daun dijual Rp 5 ribu. Manfaatnya, ketika disemprotkan ke daun tambah hijau," jelas pria berkulit sawo matang ini.

Disinggung harapannya ke Pertamina di tahun 2019 ini, Lamidi mengaku malu karena membebani Pertamina terus. 

‘’Satu hal yang kurang, kandang kami kurang tinggi sedikit, karena kalau hujan airnya masuk,’’ ungkapnya.

Terpisah,, Legal and Relation Staf PT Pertamina EP  Asset 4 Field Sukowati Tarmidzi menjelaskan, pelatihan dilakukan bersama Grahatma Semesta sejak 2015. Tahun 2016 ada peningkatan pelatihan dan terjun langsung ke lokasi, dan ada bantuan peralatan.

"Atas usulan petani kemudian dimodif. Peralatan biogas berupa drum plastik kemudian disediakan pula," sambung pria kelahiran Aceh.

Untuk tahun 2018 kemudian dibantu sarana jembatan. Semoga ada tindaklanjut lagi di tahun 2019 ini. Sebab, untuk pupuk daun perlu disuport kemasan dan pemasarannya. [ali/ono]