Crazy Rich di Kota Lumpia

Reporter: Sri Wiyono

blokTuban.com – Sudah nonton film Crazy Rich Asians? Atau film lain dengan judul Crazy Rich, yang bercerita tentang tingkah polah orang kaya yang tak lazim? Jika Anda di posisi sebagai orang kaya itu, jalan mana yang Anda pilih?

Pemuda ini kayaknya tak jauh-jauh dari kisah itu. Kurang apa coba ! Anak tunggal dari ayah seorang kontraktor. Secara ekonomi tak lagi kekurangan. Buat apa dia capek-capek jadi penjaga toko dan satpam. Bahkan, pernah jadi tukang sapu jalan hingga pembantu rumah tangga.

‘’Hidup tidak boleh selalu melihat ke atas, kalau sewaktu-waktu Tuhan membalik nasib kita, lantas mau apa?’’ ujar Wisnu Adhi Nugroho sambil memeragakan dia membalik telapak tangannya dari semula menengadah menjadi tengkurap. Ketika dia mengucap kata membalik itu. 

Dia seolah ingin menegaskan bahwa ketika Tuhan berkehendak, hanya semudah membalik telapak tangan itulah nasib seseorang bisa berubah.

Pria lulusan SMA Kristen Terang Bangsa Semarang tahun 2015 itu masih muda, baru 22 tahun. Namun, dia punya pemikiran dan keyakinan yang melampauai pemikiran pemuda-pemuda seusianya. Karena, Wisnu, begitu dia akrab dipanggil memilih jalan yang tak lazim. Meski di rumah dia punya semuanya untuk memenuhi hajat hidup, dia lebih memilih menjadi satpam di hotel Amaris, di Jalan Pemuda Semarang,Jawa Tengah.

‘’Saya baru gabung jadi satpam di sini sekitar 3 bulan lalu,’’ katanya, pada penulis yang menemaninya ngobrol di jam kerja paginya.

Oh ya, sebagai satpam dia harus berjaga selama 12 jam setiap giliran jaga atau shift. Kebetulan dia berjaga pagi, saat penulis keluar dari hotel dan ngobrol dengannya. Tak mengira, dia punya jalan hidup yang unik dalam pencarian jati dirinya.

Cerita hidupnyalah yang menarik dan bisa dijadikan nasehat. Warga Kelurahan Manyaran, Kecamatan Semarang Barat, Kota Semarang, Jawa Tengah ini, memulai perjalanan hidupnya dari pendidikan di SDN Manyaran 3, lalu di SMPN 4 Semarang sebelum di SMA.

Di SMA, Wisnu yang hobi bermain sepakbola memilih masuk ke kelas atlet. Dan, dari sekolah itulah dia belajar teknik bermain bola. Hingga mengantarkannya menjadi pemain sepakbola dengan posisi gelandang serang. Prestasinya juga mentereng, dia pernah membela salah satu klub elit di negeri ini Persib Bandung U-21.

‘’Kawan seangkatan saya di Persib yang masih aktif ada Dian Zola yang saat ini memperkuat Persela Lamongan,’’ tuturnya.

Sikapnya yang suka coba-coba tak membuatnya bertahan lama menjadi pemain sepakbola. Dia tercatat menjadi pemain Persib mulai musim 2016 sampai 2017. Sebelumnya dia menjalani seleksi ketat sejak 2015.

‘’Saya berfikir cukuplah saya mencoba menjadi pemain bola. Untuk menyalurkan hobi bermain bola, saya masih sering latihan dan bermain tarkam,’’ ungkapnya.

Sejak 2017 usai keluar dari Persib, dia sempat nganggur. Meski orangtuanya mampu membiayai hidupnya, namun dia tak mau tinggal diam. Dia bekerja apa saja untuk mencari pengalaman. 

Dari situlah pencariannya bermula. Pernah ketika melihat bekerja sebagai pelayan toko kayaknya enak, dia mencoba. Maka jadilah Wisnu pelayan sebuah toko di Semarang. Tak sampai satu bulan dia menjalani pekerjaannya itu, lalu keluar. 

‘’Tidak tahan, ternyata berat,’’ kata dia memberi alasan.

Juga, ketika dia melihat seorang ibu paruh baya menyapu jalanan di siang terik. Maka dia pun berfikir kalau ibu itu kuat, dia yang masih muda pasti lebih kuat menjadi penyapu jalan. Dan, diapun akhirnya menjadi petugas penyapu jalan, setelah melamar dan menjalani tes. 

Percakapan di depan kantor satpam itu terhenti sejenak ketika Wisnu harus memandu dan memberikan akses jalan sebuah mobil pengunjung hotel yang mau keluar. Oh ya, menyeberangkan tamu atau membantu mobil pengunjung hotel melaju mulur ke luar hotel juga tugasnya.

‘’Ya begini ini salah satu tugas saya, memastikan pengunjung hotel keluar dari lokasi hotel dengan aman,’’ cetusnya.

Setelah dia kembali di dekat pos satpam, obrolan dilanjutkan. Pekerjaan sebagai penyapu jalan hanya dia jalani dua minggu. 

‘’Saya tidak kuat, panas ternyata,’’ akunya, kali ini sambil tersenyum.

Petualangannya belum berhenti. Dia lalu ingin merasakan pekerjaan menjadi pembantu rumah tangga. Dia akhirnya mendapat majikan. Mulailah Wisnu menjalani tugas sebagai pembantu. Mulai bersih-bersih sampai mencuci pakaian. Karena berat, dia juga merasa tak kuat menjalani pekerjaan itu.

‘’Sama, hanya bertahan dua minggu,’’ susulnya, kali ini dengan senyum lebih lebar.

Maka sampailah dia menjadi satpam. Sebelumnya dia kursus sebagai satpam di sebuah lembaga pendidikan satpam di Semarang. Setelah lulus, dia melamar sebagai satpam dan dapat pekerjaan di hotel Amaris. Dia selalu sigap berdiri di tengah jalan untuk menyetop kendaraan lain yang lewat demi mobil pengunjung hotel yang mau keluar.

‘’Yang paling membuat kita miris itu saat saya sudah menyetop, namun masih ada yang nyelonong jalan. Itukan berbahaya, karena di sini satu jalur,’’ dia mengisahkan.

Lagi-lagi dia harus berlari ke tengah jalan untuk mencarikan akses, ketika sebuah sedan putih keluar dari halaman hotel. Sejenak obrolan kembali terputus. Tak lama dia kembali. Sambil menyeka keringatnya yang meleleh, dia kembali ke dekat pos satpam. Obrolan pun dilanjutkan.

‘’Saya ingin belajar banyak, mencari pengalaman sebanyak mungkin. Juga melakukan banyak pekerjaan,’’ katanya memberi alasan tentang petualangan yang dia lakoni.

Dari beberapa pekerjaan yang pernah dia alami itu, pria yang ingin menjadi entrepreneur  tersebut mendapat banyak pelajaran. Wisnu masih menyimpan angan menjadi pengusaha sukses [ada suatu hari. Mungkin setelah pencariannya cukup. Dia terinspirasi dengan keluarganya di Bandung yang sukses hanya dari penjual ketan.

‘’Semua hanya warung tenda kecil, terus berkembang sampai sekaranbg punya ruko,’’ ungkapnya.

Pelajaran yang dia tanamkan di hatinya adalah, hidup tidak boleh sombong dan meremehkan pekerjaan atau segala sesuatu yang dilakukan orang lain. 

Wisnu sudah pernah melakoni sebagai pemain bola yang banyak dipuja fans dan digandrungi cewek, sampai menjadi penjaga toko, penyapu jalan dan pembantu rumah tangga yang dipandang sebelah mata. 

‘’Belum tentu kita bisa melakukan seperti yang orang lain lakukan. Saya sudah membuktikan kok. Jangan selalu memandang ke atas hidup itu. Sering-seringlah melihat ke bawah,’’ ucapnya tanpa bermaksud menggurui.[ono]