Prabowo Teladan Umat, Tidak Etis Salahkan Jurnalis

Reporter: Nidhomatum MR

blokTuban.com - Koordinator Asosiasi Media Siber Indonesia (AMSI) Jawa Bali Nusa, Yatimul Ainun, menyayangkan pernyataan Calon Presiden RI Nomor urut 02, Prabowo Subianto, yang menyalahkan media dan para jurnalis yang tidak menulis acara Reuni 212, Minggu (2/12/2018), di Monas, Jakarta. Tak hanya itu, dalam video yang tersebar, Prabowo langsung memarahi wartawan salah satu media mainstream yang dinilai mengaburkan informasi jumlah massa saat menggelar aksi 212.

Menurut Ainun, Prabowo Subianto adalah sosok pemimpin nasional dan saat ini menjadi calon Presiden RI. Kondisi tersebut jelas membuat sosok Prabowo adalah teladan bagi rakyat Indonesia.

"Prabowo adalah sosok negarawan bagi NKRI. Maka dari itu, dalam menyikapi fenomena apapun di negeri, harus disikapi dengan sangat dewasa, cerdas dan berlandaskan pada jiwa intelektual yang kuat," jelas pria yang juga menjabat Pemimpin Redaksi TIMES Indonesia, Rabu (4/12/2018).

Ainun mengatakan, bahwa sosok pemimpin yang pertama dilihat oleh rakyat adalah, apa yang disampaikan dan apa yang dilakukan. 

Di tahun politik ini, perilaku dan pernyataan, apalagi pernyataan kontroversial yang keluar dari sosok siapa pun, sangat rawan berakibat konflik dan akan memecah belah persatuan dan kesatuan.

"Kritik yang disampaikan ke media atau ke jurnalis, adalah hak individu dan siapa pun bebas mengkritik sikap media dan jurnalis,” katanya.

Hal itu jelas Ainun, termaktub dalam UU Nomor 40 tahun 1999 tentang Pers, pasal 17 ayat 1, bahwa siapa pun, termasuk Prabowo berhak untuk melakukan pemantauan dan melaporkan analisis mengenai pelanggaran hukum, etika, dan kekeliruan teknis pemberitaan yang dilakukan oleh pers.

“Dalam pasal 17 ayat 2 juga disebutkan bahwa publik berhal menyampaikan usulan  dan saran kepada  Dewan   Pers dalam rangka menjaga dan meningkatkan kualitas pers Nasional. Itu peran serta masyarakat atas media,” kata pria berkacamata itu.  

Tetapi, harus dipahami juga oleh Prabowo, bahwa media juga punya hak untuk menentukan kebijakan dalam konteks keredaksian, dimana sikap media itu diatur dalam UU Nomor 40 tahun 1999 tentang Pers.

“Harus dipahami juga bahwa media juga memiliki hak dalam bersikap dan menentukan kebijakannya. Apakah akan menulis atau tidak. Termasuk kebijakan apakah akan menulis atau tidak Reuni 212,” katanya.

Lebih lanjut Ainun menyampaikan, jika Prabowo menyampaikan semua media atau jurnalis tidak menulis Reuni 212, itu juga tidak benar. Karena tidak semua media tidak menulis berita reuni 212. “Ada beberapa media yang menulis peristiwa yang bersejarah itu,” ujarnya.

Tidak semua jurnalis dan media mengabaikan tugasnya. Baik media cetak, televisi, Radio dan media online, tetap menjalankan amanat UU Pers, menjadi pers Nasional yang mempunyai fungsi sebagai media informasi,  pendidikan, hiburan dan kontrol sosial.

Terakhir, Ainun berharap, sangat tidak patut sosok calon Presiden yang menjadi teladan umat, menilai bahwa sikap media dan jurnalis tidak profesional dan dikatakan antek penghancur NKRI.

Yang harus diingat juga, bahwa jejak digital tidak bisa dibohongi. Seharusnya sebelum Prabowo mengomentari media dan jurnalis, melihat jejak digital yang ada, bahwa tak sedikit media yang menulis Reuni 212.

Dari itu, Prabowo selaku sosok teladan umat dan calon Presiden, harus menebar kesejukan dan komentar-komentar menyejukkan dan pedamaian. 

“Bukti jejak digital, tidak jarang Prabowo menyampaikan pernyataan-pernyataan yang kontroversi dan sensasional, serta dinilai menyakiti hati sebagian rakyat Indonesia. Apa yang disampaikan Prabowo pada media dan jurnalis, harus jadi bahan evaluasi juga bagi media,” pungkasnya. [lis]