Beda Pilihan di Pilgub Itu Asyik !!

Oleh: Sri Wiyono

‘’Dancukkk…!!
Saya harus misuhi diri saya sendiri. Karena saya gemes dengan situasi dan kondisi menjelang pemilihan gubernur (pilgub) ini. Tanggal 27 Juni 2018 adalah hari penentuan siapa yang diamanahi rakyat untuk memimpin Jawa Timur lima tahun ke depan. Ya, klimaks dari perseteruan berbulan-bulan.

Pisuhan itu tidak misuhi siapapun. Karena saya misuh untuk diri saya sendiri demi melihat perkembangan yang terjadi. Apalagi selama ‘hari tenang’ Pilgub, yang ternyata menjadi hari paling gaduh di dunia maya. Saling serang begitu massif. Ngudal-udal aib begitu deras. Berita dan kabar berseliweran.

Tidak penting berita dan kabar itu hoak atau bener. Begitu berita dan kabar itu menguntungkan calon dukungannya, dan menyerang kubu lawan langsung disebar. Karena itu, jika dicermati ada postingan yang tidak masuk nalar, lucu dan menggelikan. Sangat kentara bagaimana semangat menyerang calon lain itu begitu menggebu. Soal kebenaran kabar yang disebar…piker keri, begitu salah satu judul lagu Via Vallen, pedangdut fenomenal itu.

Saya tidak akan bisa menahan pisuhan itu. Saya pakai kata ‘dancuk’ karena saya tinggal di Jawa Timur. Jika saya di Jawa Tengah saya akan misuh ‘asu’ atau ‘picek’ dua pisuhan khas Jawa Tengahan. Tentu, pisuhan itu untuk kalangan bawah atau mereka yang biasa hidup di jalanan seperti saya ini hehehe.

Karena itu, kawan saya yang asli Jawa Tengah sangat fasih dengan kata ‘picek’ kala misuh. Meski dia lebih banyak di Jawa Timur dan mencoba misuh dengan kata ‘dancuk’ namun kata-katanya kurang mengena. Kawan saya ini lebih ‘nendang’ kata-katanya kala misuh ‘picek’.

Dan, layaknya kata ‘dancuk’ di Jawa Timur, kata ‘picek’ dan ‘asu’ juga menjadi simbol keakraban. Kawan lama, yang begitu kental hubungannya, dengan enteng misuh ‘asu’ atau ‘picek’ pada kawan lainnya. Dan, tidak ada sakit hati.

Justru setelah pisuhan itu, hadir tawa berderai, pelukan persahabatan dan pengejawantahan persahabatan lainnya. Jadi, mari kita ber’dancuk’ ria, ber ‘asu’ dan ber ‘picek’ agar kita menjadi akrab.

Oh ya, mari kembali pada pilgub. Jawa Timur dan Jawa Tengah dua daerah yang menjadi bagian hidup saya. Karena itu, saya mengikuti perkembangan di dua provinsi selama pilgub. Dan, begitulah kontestasi itu begitu ramai, meriah dan gaduh. Bahkan, sampai para pendukung di bawah sekalipun.

Padahal, calon yang didukungnya, dipuja-puja, diunggulkan dan dibela mungkin sampai mati-matian tak kenal mereka yang di bawah itu. Kalau ada calon yang datang ke daerah dan menyapa itu hanya kebetulan, dan harus seperti itu, agar calon terkesan peduli dan merakyat. Setelah itu mereka akan lupa. Bahkan, ketika calon itu misalnya jadi, lalu pendukung tak dikenal itu datang ke rumah dinas, pasti akan diusir penjaga hahahaha. Tak percaya coba saja.

Kecuali pendukung yang jelas. Mereka adalah petinggi dan pengurus partai politik pengusung. Pengusaha yang menyokong biaya, pejabat yang dikenal atau pihak-pihak lain yang berkepentingan. Wajah-wajah mereka akan sangat dikenal calon. Dan sebenarnya milik merekalah pilgub, pileg dan pil-pil lainnya. Bagi rakyat, pil pil itu ya seolah terlibat sekadarnya saja.

Karena itu dukungan yang membabi buta mestinya tak perlu ditunjukkan secara vulgar. Mereka yang berkepentingan ya memang harus mendukung calonnya. Pengurus parpol misalnya, wajib hukumnya, bahkan ‘wajib muggholadhoh’ hehehe…untuk menggambarkan betapa besarnya kewajiban parpol untuk memenangkan calonnya.

Karena pengurus parpol hidup dari sana, dari kekuasaan yang dihasilkan. Mendapat pemasukan dari kekuasaan itu dan sebagainya dan sebagainya. Juga pihak yang dekat dengan kekuasaan, mereka wajib mendukung karena mereka juga mendapat cipratan dari kekuasaan. Mendapat pekerjaan dari kekuasaan itu.

Begitu pula organisasi yang dekat kekuasaan misalnya. Pengurusnya bisa memetik hasil. Jika dapat ‘pekerjaan’ maka sudah selayaknya digunakan sebagian untuk membiayai organisasi dan mendukung calon yang menjamin lancarnya jalan rejekinya. Jadi, wajar saja yang berkepentingan begitu getol mendukung calonnya. Dan, mereka tidak bisa disalahkan, jika kebetulan berbeda pilihan dengan kita.

Bagi rakyat biasa yang jauh dari kekuasaan, ikut heboh dengan beragam alasan. Ada yang tidak ingin ketinggalan tren. Ada yang karena sejalan pemikiran, kebetulan berasal dari organisasi yang sama dengan calon. Ada juga yang tertarik dengan profil calon, kepintaran dan kecakapan sang calon dan lainnya sebagainya.

Dan dukungan rakyat biasa ini sering ditarik-tarik untuk melegitimasi dukungan pada calon. Padahal, siapapun yang terpilih, tidak begitu memengaruhi jalan hidup rakyat biasa ini. Berbeda dengan mereka yang berkepentingan. Ketika calonnya menang, alamat ceruk untuk digali dan ditambang hasilnya aman. Ya kira-kira begitulah hehehe.

Maka saya menjadi sangat gemas ketika saling serang itu terjadi begitu massif. Di grup-grup dunia maya begitu gaduh. Para tokoh politik begitu kental kepentingannya. Bahkan, tidak sungkan menghujat calon lain dengan jalan memosting berita miring, bahkan hoak yang menyerang calon lain.

Padahal yang diserang itu, adalah pihak yang dulu didukung, diperjuangkan dan dielu-elukan. Aha…begitulah politik. Tidak ada lawan dan kawan yang abadi dalam politik. Yang ada adalah kepentingan. Ketika kepentingan sama, maka mereka bersatu, saling merangkul, saling membantu, bahu membahu untuk memenangkan calon. Tak peduli dari golongan mana, partai mana. Meminjam istilah Amin Rais, Partai Allah dan Partai Setan pun bisa bersatu. Dan lihatlah itulah yang terjadi.

Maka calon, partai dan golongan yang saat ini bersatu, saling membantu, bahu membahu dan bekerja bersama untuk memenangkan calonnya itu, bisa jadi akan menjadi musuh dalam pileg bahkan pilpres nanti. Bisa saling serang, saling jegal, saling membuka aib dan saling menjelekkan. Memang begitulah.

Karena itu, urusan pilgub, pileg, pilpres dan pil-pil lainnya tak usah dibuat sangat serius, terlebih rakyat biasa yang jauh dari kekuasaan. Postingan-postingan serangan kita pada pihak lain, bisa menjadi bumerang dan memalukan kita sendiri, jika suatu saat kita ditakdirkan untuk bersatu dan bekerja bersama dengan pihak yang saat ini diserang. Ingat tidak ada lawan atau kawan abadi dalam politik.

Kata kawan-kawan jamaah ngopi, pil pil itu kan hanya urusan dunia. Ora dadi pitakon kubur (tidak jadi pertanyaan di dalam kubur). Maka, kadang kawan-kawan itu berseteru sangat seru dan massif hanya di dunia maya. Karena, meski pisuh-pisuhan dan saling menyerang di grup-grup medsos misalnya, mereka asyik ngobrol saat ketemu dan ngopi bareng. Bahkan, tak jarang sambil duduk berdampingan kala ngopi, mereka pisuh-pisuhan di grup.

Wong mereka beda pendapat dan beda pilihan karena punya alasan masing-masing. Saya teringat kata-kata yang sering diucapkan politisi di Blora, Jateng, bahwa dalam berpolitik ‘mempunyai seribu teman itu kurang, dan punya satu musuh itu terlalu banyak’.

Maka ada juga kawan yang ‘mbanyol’. Barangkali dia juga sumpek dengan kondisi yang saling menghujat saudara seorganisasi, sehingga membuat guyonan. ‘’Terselenggaranya pilgub tak lepas dari jasa dan kerja keras KPU. Maka mari kita dukung KPU dengan mencoblos logonya’’ hahaha.

Guyonan koplak namun sarat makna. Maka mari kita mendukung calon kita masing-masing sesuai dengan pilihan hati. Sesuai dengan alasan yang pas dalam menjatuhkan dukungan. Dukungan pemilih sangat penting untuk proses demokrasi.

Namun ingat kontestasi itu hanya sementara, tapi seduluran iku selawase, jadi mari yang santun, tidak usah menghujat dan sejenisnya. Karena siapa tahu kita nanti berubah haluan dan malah kerja bersama dengan pihak yang sekarang menjadi lawan kita. Berbeda pilihan itu asyik. Wallahu a’lam.[*]