Menggoda Putri Mbah Kiai

Penulis: Sri Wiyono


blokTuban.com – Bukan Zaid namanya kalau tidak usil dan berani menyerempet-rempet bahaya. Tokoh santri kita ini memang selalu membuat ulah untuk menggoda orang lain. Bahkan, putri Mbah Kiai nya sendiri tak luput dan keisengannya.

Namun, akibat iseng menggoda Ning nya sendiri itu, Zaid pernah kena batunya. Dia menjadi sangat malu dan tidak berani ke ndalem setelahnya. Hehehehe...

Begini ceritanya; Zaid punya kebiasaan ngusili orang lain. Para santri teman-teman Zaid hampir semua pernah menjadi korban keisengan dia. Di sekolah, siswa-siswa putri tak luput dari keusilannya.

Tak jarang, para siswa ini dibuat malu olehnya. Seperti misalnya saat menjelang sekolah. Banyak santri putri yang keluar pondok untuk menuju sekolah. Begitu juga saat bubaran sekolah.

Biasanya, santri putri berjalan berkelompok. Sehingga, ada banyak kelompok yang berjalan menuju sekolah. Zaid sebagai santri ‘mbeling’ selalu memanfaatkan momen ini untuk menggoda mereka.

Zaid biasanya duduk-duduk di serambi masjid pondok. Para santri putri selalu melewati jalan depan masjid untuk menuju sekolah. Apabila ada kelompok santri putri yang berangkat, dia menggoda dengan siulan. Zaid langsung menyebut nama saat di antara santri putri ada yang dia kenal.

‘’Hai Siti...aku padamu,’’ begitu kata Zaid ketika Siti dan santri putri lainnya lewat.

Siti, nama santri putri yang dia goda tak menghiraukan. Bahkan, menolehpun tidak. Tapi Zaid tak patah semangat. Dia terus memanggil-manggil nama Siti.

‘’Sombonge Rek...aku padamu loh,’’ teriak Zaid.

Kali ini Siti tidak diam. Dia spontan menoleh dan melotot pada Zaid. Bibir Siti ‘mencep’ sehingga terlihat ekspresi lucu di wajahnya. Mendapati reaksi Siti ini, Zaid justru tertawa terbahak-bahak lalu pergi, dan Siti langsung cemberut.

Kebiasaan itu juga sering dilakukan di pondok. Kebetulan Mbah Kiai yang mengasuh pondok tempat Zaid nyantri punya anak perempuan yang sudah duduk di bangku aliyah. Ning ini juga sering digoda Zaid. Tak jarang Ning sampai tersipu malu, dan harus berlari masuk ndalem.

Zaid selalu begitu saat melihat Ning beraktivitas di luar ndalem. Tak ada maksud apa-apa dari Zaid, selain hanya iseng dan menggoda. Santri-santri lain sudah sering mengingatkan, namun Zaid tetap bandel.

Suatu hari, di belakang ndalem terlihat seorang perempuan yang sedang beraktivitas. Melihat di depan perempuan berkerudung itu banyak sayuran, nampaknya perempuan itu sedang memotong-motong sayuran untuk masak.

Zaid yang juga kebetulan berada di halaman belakang pondok melihat itu. Dia mengira perempuan itu adalah Ning yang biasa dia goda. Maka dia, lalu pelan-pelan mendekat ke arah halaman belakang ndalem.

Zaid tak bisa mendekat lebih jauh karena antara pondok dan ndalem dibatasi pagar. Di balik pagar itu, Zaid melancarkan godaannya. Dia memanggil-manggil nama Ning. Namun, yang dipanggil tetap diam. Perempuan itu terus saja asyik memotong sayuran.

Zaid semakin penasaran. Maka godaannya semakin ditingkatkan. Dan, perempuan itu tetap saja diam. Zaid tak bisa melihat wajahnya, karena posisi perempuan itu memunggungi Zaid. Kata-kata godaan terus meluncur dari mulutnya.

Hingga semua sayur selesai dipotong, perempuan itu masih diam. Untuk kesekian kali ungkapan godaan Zaid meluncur. Tiba-tiba saja, perempuan itu berbalik, sehingga Zaid bisa melihat wajahnya. Ternyata, perempuan yang digoda itu bukan Ning, tapi Bu Nyai yakni istri Mbah Kiai.

Wajah Zaid pucat, dia tak mampu bergerak saking kagetnya. Sehingga dia tak bisa menghindar dari tempat itu.

‘’Hayoo..rupanya kamu ya yang sering menggoda Ning, gak baik loh, anaknya sering malu,’’ ucap Bu Nyai lembut.

Zaid masih tak mampu bergerak. Setelah Bu Nyai masuk ndalem sambil membawa ember berisi sayuran, dia baru sadar. Keringat dingin mengucur. Wajahnya masih memancarkan kekagetan. Lalu Zaid masuk ke pondok, kemudian rebahan di kamar. Pertanyaan dari santri lain tak dia jawab. Dia masih merasa sangat malu.

Hingga sorenya, Ning datang ke pondok sambil membawa makanan. Mbah Kiai memang sering memberikan makanan untuk para santrinya. Saat itu, Ning membawa seember nasi putih, sayur dan lauk.

‘’Zaid, ke mana, dicari Umik loh,’’ tanya Ning pada santri yang menerima bawaannya. Sebab, dilihat Zaid tidak ada.

‘’Iya Ning, nanti kami sampaikan,’’ jawab para santri.

Penasaran, santri lain kemudian mendatangi Zaid yang masih di kamar. Lalu menyampaikan pesan Ning. Para santri kemudian bertanya pada Zaid ada apa kok Bu Nyai mencarinya. Zaid pun menceritakan kejadian tadi siang di halaman belakang ndalem.

‘‘Hahahaha...rasain kamu. Kapokmu kapan kalau nggak gitu,’’ para santri spontan tertawa bareng melihat kemalangan Zaid.

Sedang Zaid hanya cengar-cengir saja. Dia tahu Bu Nyai tak mungkin berpesan seperti itu. Namun, Zaid sadar Ning sedang membalas keisengannya selama ini. Dan, sejak saat itu Zaid sangat takut bertemu Bu Nyai. Dia juga tidak mau ke ndalem kalau tidak sangat terpaksa saking malunya.[*]


*Cerita ini berdasarkan kisah nyata yang dialami santri, lalu ditulis dan diolah oleh redaksi blokTuban.com