Nikmatnya Nasi Liwet Anget

Penulis: Sri Wiyono

blokTuban.com – Bagi santri, memasak sendiri bukan hal yang aneh. Biasanya, mereka memasak berjamaah. Bahan-bahan masakan didapat dengan urunan. Yakni, masing-masing santri menyumbang apa untuk memasak itu.

Bagi yang tak menyumbang bahan, biasanya menyumbang tenaga. Artinya, santri ini yang kebagian memasak. Meskipun tetap dibantu oleh santri yang lain. Setelah semua masakan siap, lalu dimakan bareng-bareng dari sebuah talam atau nampan logam berukuran besar. Kaum santri menyebutnya mayoran... Nikmatnya....

Kisah Zaid, sang santri jahil kali ini terkait dengan masak memasak ini.

Santri juga manusia. Sehingga punya sikap, perilaku dan pembawaan yang beda-beda antara santri satu dengan lainnya. Meski mereka berada dalam satu ‘gothakan’ atau kamar khas pesantren.

Di pesantren tempat Zaid mondok tersebut, kebetulan Zaid satu ‘gothakan’ dengan seorang santri lain, sebut saja Udin yang dikenal pelit.

Bukan hanya, sangat jarang menyumbang saat acara masak bareng. Kemungkinan menyumbang pun karena terpaksa, setelah biasanya Zaid yang memaksa..hehehe.

Seringkali Udin ini membuang makanan karena sudah tak bisa dimakan lagi. Misalnya roti yang dia biarkan berjamur di dalam lemarinya. Bahkan, pernah juga buah sampai busuk. Makanan itu dia simpan sendiri, sementara bisa dibagi dengan santri lain.

Para santri sudah sangat faham dengan sifat Udin ini. Jika santri lainnya saat akan pulang kampung saling koordinasi untuk membawa bekal apa saat kembali ke pondok, Udin tak pernah mau tahu.

Biasanya, jika santri yang berasal dari daerah pesisir, kembali ke pondok dengan membawa ikan yang sudah dipindang. Kemudian santri lain kembali membawa sambel yang sudah digoreng sehingga tahan beberapa hari. Yang orangtuanya petani, kembali membawa beras.

Udin kebetulan berasal keluarga petani. Sehingga sering dia kembali dengan membawa beras.

Suatu saat Zaid punya ide untuk mengerjai Udin. Zaid mengajak tiga santri lain, sebut saja Amar, Tain dan Mustofa. Mereka berempat akan mengerjai Udin yang baru kembali dari rumah dengan membawa sekantung beras.

Seperti biasa, beras itu langsung disimpan di lemari. Karena sudah niat, Zaid membagi tugas. Saat Udin mandi, Zaid mengomando, ada yang berjaga di pintu masuk ruangan. Ada juga yang bertugas menjaga pintu tembus ndalem agar aksinya aman.

Sedang Zaid yang mengeksekusi beras. Dengan sebuah obeng, dia berhasil membuka celah pintu lemari. Lalu obeng itu dia cobloskan ke kantung beras, beras yang tumpah ke bawah dia tampung dengan ember plastik.

Dirasa sudah cukup, ember plastik berisi beras itu langsung di sembunyikan di belakang ruangan. Lalu mereka berempat kembali pada kegiatan membaca kitab, seolah tak terjadi apa-apa.

Malam hari tiba. Malam memang waktu yang biasa digunakan untuk masak. Masing-masing membawa bahan seperti kesepakatan. Zaid membawa beras. Mereka kemudian memasak. Setelah masakan siap, mereka memanggil Udin yang masih pura-pura membaca kitab.

Itu juga salah satu kebiasaan Udin. Saat kawan-kawannya masak, di ngglibet saja. Saat masakan siap, dia ikut nimbrung makan.

Maka, saat itu pula Udin langsung ikut nimbrung. Dia sempat kaget saat nasi yang dimasak banyak sekali, tidak seperti biasanya.

‘’Enak ya. Coba kalau masaknya banyak seperti ini tiap hari,’’ kata Zaid.

‘’Iya, kita semua kenyang sekali,’’ jawab Udin.

Mendengar jawaban ini, tiga santri lainnya senyum-senyum. Setelah beres-beres mereka beranjak tidur.

Tiba pagi hari, saat akan berangkat sekolah. Setelah mandi, biasanya para santri ganti baju bareng di dalam ‘gothakan’. Saat itulah Udin kaget bukan kepalang, karena berasnya tumpah memenuhi lemarinya. Karung berasnya bocor, hingga isinya tumpah ke mana-mana.

Setelah diteliti, ternyata isinya berkurang. Udin berfikir sejenak. Zaid yang ada disampingnya senyum-senyum. Mendadak Udin tanggap, dia langsung berbalik arah ke Zaid, namun Zaid lebih lebih sigap. Dia langsung lari menghindar.

Udin mengejar Zaid sambil berteriak.

‘’Zaid kurang ajarrr.....,’’

Zaid berlari sambil tertawa-tawa. Tiga santri lainnya, juga ikut tertawa melihat adegan itu. Udin menyerah setelah tak mampu mengejar Zaid.

‘’Enak ya, nasi liwet anget tadi malam,’’ teriak Zaid dari kejauhan.

Dan Udin pun wajahnya memerah menahan marah. Dia sadar telah dikerjai. Ternyata nasi yang dia makan tadi malam berasal dari berasnya sendiri.(*)